Part 37 - Minta Restu (1)

10.8K 1.2K 63
                                    

Mauri duduk kaku di kursi belakang, sesekali melirik Sagara yang sama kakunya dengan dirinya. Pria itu terlalu fokus menyetir. Di mobil tersebut hanya Daddy yang terlihat santai.

Setelah drama Mauri yang mencoba kabur lagi, Mauri berhasil diseret kembali masuk ke dalam mobil, bahkan kini dibawa pulang.

Mauri memajukan badannya, ia ingin melihat wajah Sagara karena perasaan rindu pada pacarnya itu. Tadinya begitu bahagia, tapi tak menyangka jika ada Daddy.

Kenapa bisa Sagara bersama Daddy?

Atau Daddy menghubungi Sagara?
Jadinya mereka berdua mencarinya.

Mauri tersentak saat Daddy menoleh ke arahnya. Dengan pelan, ia pun memundurkan badannya dan membuang pandangannya ke arah jendela. Bergumam pelan untuk mengusir rasa cemas di dadanya.

Beberapa saat kemudian mereka tiba di rumah. Malvin mengurungkan niatnya untuk turun saat tak mendengar pergerakan Mauri maupun Sagara. Malvin menoleh menatap Sagara, pria itu pun langsung bergegas turun, diikuti Mauri.

"Mauri!" panggil Malvin dingin saat anak gadisnya itu hendak mendekati Sagara. "Masuk ke rumah!"

"Daddy!" Mauri mulai merengek dengan mata berkaca-kaca. Tatapannya bertemu dengan Sagara yang mengendikkan kepala ke arah rumah orang tuanya, memberi isyarat agar ia masuk saja. Mauri mencebikkan bibirnya. Jarak mereka cukup dekat, tapi mereka terasa berjauhan.

"Mauri!" sahut Daddy lagi. "Gak usah tatap-tatapan kalian!"

Mauri menghentakkan kakinya, jalan cepat ke arah rumah. Sagara senantiasa menatap Mauri.

"Pulang kamu!" Sagara menatap Om Malvin. "Terima kasih," tambah Om Malvin. Mungkin berterima kasih karena ia telah mengantar Om Malvin ke rumah Nora dan membawa pulang Mauri.

"Sama-sama Om."

"Terus kenapa masih berdiri di situ? Sana kamu pulang." Kepala Om Malvin mengendik ke arah depan, agar ia pulang ke rumah orang tuanya.

Sagara pun mengangguk, berjalan ke arah rumah orang tuanya. Sedangkan Malvin masih berdiri di tempatnya, mengamati Sagara yang berjalan lesuh. Setelah memastikan Sagara masuk ke rumah orang tuanya, ia pun masuk ke rumah. Langsung di hadapkan Auri yang memukul bokong Mauri menggunakan sandal rumah.

"Duh, duh, Mom! Ampun!" Mauri berusaha menghalangi sandal dilayangkan Mommy mencium bokongnya.

"Untung aja Mommy gak punya penyakit jantung! Kalau enggak, bisa mati Mommy! Kamu mau Mommy mati?!!" omel Mommy, kini menjewer telinga Mauri membuat Mauri semakin mengaduh sakit. Zian sendiri sibuk tertawa dan mengambil video Mauri yang dijewer Mommy. Sedangkan Regan hanya diam duduk dengan pandangan datar.

"Enggak Mom! Maafin aku! Ma-maaf. I-itu, tadi aku gak kabur kok. Cu-cuma mampir di rumahnya Kak Nora." Mauri menyengir kikuk seraya mengusap telinganya yang terasa sakit setelah dijewer Mommy. Tatapannya bertemu dengan Daddy.

"Mauri, umurmu berapa?" Pertanyaan Daddy membuat Mommy berhenti mengomel bahkan Mommy pergi dari ruang tamu membuat Mauri merasa akan disidang. Apalagi saat Mommy menyuruh Zian pulang saja karena Kalea sendiri di rumah. Tersisa dirinya, Daddy dan Regan di ruang tamu tersebut.

Beginikah rasanya berhadapan dengan Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir?

Eh?!

Mauri menyengir kikuk menatap Daddy. "Umurku sebentar lagi dua puluh enam. Em ... kalau gitu aku ke kamar dulu, Dad." Baru saja hendak melangkahkan kakinya, Daddy menginterupsi.

"Mau ...."

Segera Mauri duduk di sofa single. Duduk dengan manis dan tak lupa memasang wajah memelas. Daddy pun duduk di sofa lain yang berhadapan dengannya.

MleyotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang