Part 19 - Resmi Jadian

14K 1.5K 115
                                    

Sagara mengerjap pelan, berusaha mencerna apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Menatap lamat Mauri yang menunggunya bicara. Menghela nafas pelan, ia pun mengangguk. "Ya udah kita pacaran."

Bukannya senang, tapi Mauri kesal karena melihat Sagara yang terkesan terpaksa. Memukul lengan Sagara beberapa kali yang membuat pria itu mengaduh sakit. "Bang Saga nyebelin."

Sagara mengacak rambutnya frustasi melihat Mauri yang kesal bahkan wanita itu kini bersiap-siap untuk pulang. "Apa lagi?" tanyanya bingung.

"Kalau Bang Saga gak mau pacaran sama aku. Ya udah, gak usah!" ujar Mauri tajam. Tidak lupa mata sipitnya memicing tajam. "Tapi, jangan pernah ganggu atau gagalin usahaku yang mau PDKT dengan Dokter Mateen!"

"Hei!" Sagara mencegah kepergian Mauri, menarik Mauri kemudian mendudukan wanita itu di sofa single. Mengurung badan mungil wanita itu, dengan cara kedua tangannya bertumpu di badan sofa dan badan membungkuk. Menatap lamat Mauri, mengunci tatapan Mauri. "Mauri, kita pacaran!" ujarnya pelan, tapi tegas.

Sagara mendengus geli saat Mauri membuang pandangan, tapi ia melihat bibir wanita itu terkulum, menandakan menahan senyuman.

"Bang Saga serius?"

"Iya. Lihat gue dong," ujar Sagara lembut.

"Enggak ah. Nafasnya Bang Saga bau bebek pecking." Sagara langsung menegakkan punggungnya dan menghembuskan nafasnya di telapak tangan, lalu menghirup aromanya.

Mauri tertawa, membuat Sagara dengan jahil menghembuskan nafasnya ke arah Mauri membuat Mauri berseru kesal. Kini giliran Sagara yang tertawa.

Mereka pun kembali makan dengan senyuman yang menghiasi bibir mereka.

"Tapi, Ri..."

Mauri membalas tatapan Sagara. "Ya?" 

Sagara menatapnya lamat membuat Mauri salah tingkah dan menempar pipi Sagara agar pria itu tak menatapnya.

Sagara mendengus kesal, mengacak poni Mauri.

"Bang Saga mau ngomong apa?"

"Udah, gak jadi." Sagara kembali menghadap ke depan.

Mauri beringsut duduk dan memeluk lengan Sagara, membuat pria itu kembali menatapnya. "Kok gitu aja ngambek?"

"Apa sih?" Sagara mendengus geli. Kepalanya miring agar bisa menggesekkan rambutnya ke kepala Mauri. Lalu kembali menatap Mauri. "Gini, kamu bilang kita ciuman kan waktu itu?"

Mauri mengangguk. Lalu Sagara menggeleng. "Itu bukan ciuman."

"Lho tapi kan bibirnya Bang Saga nyentuh bibirku."

"Itu cuma kecupan. Ciuman itu... em apa  harus dijelasin atau..." Sagara tak melanjutkan ucapannya karena Mauri membekap mulutnya. Mata sipit itu melotot.

"Awas ya!! Gak boleh mesum! Aku masih perawan tau!!"

Bahkan Mauri mengambil bantal sofa untuk menutupi seluruh wajah Sagara. "Ri, gue gak bisa nafas!" Suara Sagara teredam, tapi Mauri mampu mendengarnya. Menarik bantal tersebut.

Sagara menatapnya kesal. "Belum ada sejam kita jadian, lo udah aniaya gue!"

"Siapa suruh mesum!" Mauri menatap serius Sagara. "Selama kita pacaran, Bang Saga gak boleh mesum!"

"Iya, iya," sahut Sagara malas lalu meneguk air. "Padahal dia sendiri yang minta dipraktekin," gumamnya.

"Aku gak nyangka lho kita pacaran!" seru Mauri terkikik dengan menangkup wajahnya. Sagara mendengus geli, mengusap puncak kepala kekasihnya itu. "Bang Saga gak aneh?"

MleyotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang