26. Risau yang Tak Harus

97 18 23
                                    

Aku up lagi, hehe
Don't forget to vomment!♡

Aku up lagi, heheDon't forget to vomment!♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kita itu nggak sama, Arum. Kita berbeda.”

Kalimat yang dikatakan Handika selalu terngiang dalam labirin otaknya. Taruni Oktober itu menatap kosong halaman buku yang sudah tertulis acak oleh penanya dan tak sempat terselesaikan. Susu vanilla hangat miliknya, sampai tak mengepulkan uapnya sebab menganggur terlalu lama.

Padahal, jika pemuda kelahiran Agustus tahu, bagaimana Mami dan Papinya selalu menyambut  hangat kedatangan Handika, mungkin takkan ada agresi  berkepanjangan bila sang tuan serius dengan ucapannya. Koh Randy juga tak keberatan, bila adik satu-satunya bisa bersanding dengan pemuda Surabaya, karena Handika adalah lelaki yang tepat bagi Diajeng Arum Sandhyakala.

Kemungkinan terbesarnya, keluarga Arum merestui mereka. Tidak seperti yang di sebelahㅡekhm

Perempuan bertubuh mungil menghela napas panjang, kemudian menarik udara yang berdaur dengan aroma diffuser dalam petak kamarnya. Begitu pula dengan nada lirih yang menggelitik kedua rungu, menyampaikan pesan dari gita melodi pada ruang rasanya yang sedang berkecamuk tak jelas. Arum pun meresapi lirik lagu Sempurna dari Andra & The Backbone.

Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa

Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku, kau begitu…

Sempurna… sempurna…

Terlarut dalam bait lirik dalan iramanya, ia sampai tak sadar bahwa pintu ruangannya terbuka tanpa suara. Menampilkan seonggok manusia dengan busana rumahan sedang berdiri di antara teritorial nona Diajeng dengan ruang keluarga.

“Me? Di dalam?” Suara berat itu menginterupsi rungu dalam senyapnya keadaan petak kamar.

Arum yang sedari tadi melamun, terhenyak akan kedatangan pemuda adiwarna. Ia lekas menolehkan jemala ke samping kiri, tepat netranya bersitemu dengan kakak favoritnya.

“Lagi ngapain? Tumben kok senyap kamarnya?” tanya Randy heran. Sang taruna ingin tahu, apa yang sedang adiknya lakukan saat ini.

Buku diary, susu hangat, dan sederet playlist ikon hijau nirkabel menjadi pemandangan Randy hari ini. Jemari besarnya pun terangkat ‘tuk mengusap surai panjang milik taruni dengan penuh kasih sayang.

Tentu saja Arum menggeleng pelan. Masa iya jika dia harus mengatakan yang sejujurnya pada sang pemuda? Haruskah ia? Tapi di sisi lain ia juga sangat membutuhkan teman bicara untuk mengutarakan perasaan yang sebenarnya. Tidak mungkin ‘kan jika nona kelahiran Oktober itu bilang kepada Mami dan Papinya? Rasanya sangat malu apabila mereka mendengar langsung permasalahannya.

Ia sangat bimbang sekarang…

Namun, lagi-lagi Arum mengabaikan pertanyaan Randy untuk yang kedua kalinya. Ia pun terdiam kaku bak patung display di toko baju.

Bahtera | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang