02. Kunci Persoalan

493 99 32
                                    

Don't forget to vomment & add
this book in ur reading list! ^_^

Don't forget to vomment & add this book in ur reading list! ^_^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nanti kita langsung pulang ke mana?"

Sang adam yang tadinya berfokus pada jalanan, kini merubah titik temu netranya pada puan di sampingnya. Ia bersama Ayudisa yang masih mengenakan satu set pakaian untuk resepsi di dalam balok besi, ditemani Pratama yang mengendalikan arah tujuan dengan Jenan di samping sang taruna.

"Kata Bunda, sementara istirahat di rumah Mama dulu, karena rumahmu dekat sama gedung resepsi." Lisannya berkata, sambil memandang teduh sang wanita yang kini telah menjadi bagian dari hidup sejiwanya.

Pukul sepuluh malam lebih lima menit, suasana pada ruas adimarga terkendali aman. Tidak terlalu ramai maupun sepi pengendara. Masih ada beberapa pengguna jalan yang tengah berlalu lalang di sekitar mereka.

Aram temaram dari malam yang sempat bersalam, tetap gencar untuk mengulik eksistensi sang rupawan. Anak bungsu dari Keluarga Pratama itu tengah menatap lalu lintas dari balik kaca mobil yang ditumpanginya. Memandang ke segala arah hingga katup mata bagai kusuma pun tertutup sejenak, seraya membuang ekspirasi dari penghidunya.

Aku sudah jadi istri orang, ya? Benaknya berkata. Sudut bibirnya terukir senyum skeptis di sana.

Tidak lagi, Ayudisa kini telah terikat oleh hubungan sakral bernama pernikahan. Waktunya yang dulu tersisa cukup banyak, kini harus tersita beberapa bagian hanya untuk keluarganya. Lebih banyak mengurus rumah tangga daripada menghabiskan waktu untuk ia berleha-leha.

Dan inilah kehidupan yang sesungguhnya. Di mana awal dari perjalanan seseorang mulai diuji oleh banyak rintangan menuju pendewasaan ego, sikap, hingga sifat masing-masing dari mereka.

Di titik ini lah gadis dua dekade itu tak tau, apakah nanti ia dan Senapati bisa menjalani lembaran yang baru saja mereka toreh?

Apakah bisa?

Dan Ayudisa pun tidak tau...

"Sudah sampai para tuan dan nyonya. Silakan keluar dan bayar ongkosnya, ya. Jangan lupa bintang seratus. Kalau kalian enggan, nanti nggak akan saya tumpangi lagi, lho." Jenan bersama Adipati Pratama membuka pintu mobil mereka dengan cengengesan. Lebih tepatnya Jenandra yang berkata demikian, dan Tama hanya ikut-ikut saja.

"Idih mobil gue juga," Aditama protes sesaat mendengar kata terakhir yang dilantunkan oleh tuan rupawan yang satu itu. Sedangkan kakak dari Gatra justru terbahak hingga netranya terlihat segaris saja.

"Canda doang elah, Bang. Serius amat."

Canda apa canda, Bang?

Kemudian keempat daksa tersebut masuk ke dalam hunian asri nan mendamaikan hati. Disambut oleh bunga-bunga dan tanaman yang selalu segar dirawat oleh tuan rumah. Gemericik ayar dari basut kolam ikan, beserta merta menjadi alunan melodi pada malam yang tengah berbahagia. Langkah kaki terpacu bergesekan tanah untuk menyambangi wisma besar di hadapannya.

Bahtera | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang