10. Lika-Liku

195 42 32
                                    

I'M BACKK!!
Who miss meee?

Mungkin sehari-harinya, duaja Pratama adalah rasa kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mungkin sehari-harinya, duaja Pratama adalah rasa kesal. Buktinya, hari ini pemuda dua puluh warsa mendecakkan lidahnya karena sebal. Bukan karena masih mengantuk, tetapi hari liburnya menjadi rusuh lantaran ada notifikasi yang membuat dirinya berkali-kali lipat mendesah keki.

Ia yang sudah tampan dan wangi ini harus menjeda aktivitasnya menonton film Red Notice, sebab dentingan notifikasi ponsel terus mengusik ketenangannya di waktu yang tidak tepat. Dirinya meraih gawai balok di atas meja belajar dan mulai membuka layar penguncian.

17 messages from Si Ngutang Duit👎

“Ya Gusti... gue mau sehariii aja ga dikejar-kejar ni anak. Sepet mata gue baca pesan dia.” Tama memandang ponsel sembari mengusak surai tebalnya dengan kasar.

Bilangnya sih ‘sepet’ tapi tetap dibalas kok. Mau bagaimana pun, mereka itu classmates dan juga satu jurusan di ITB.

Setelah jemarinya menari-nari untuk membalas pesan Harsa bagai kicauan burung nuri, Tama mengembuskan napas berat. Bisa tidak ya, sekali saja dia ingin hidup tenang. Karena saat ini Harsa memintanya untuk menuju ke Kota Bandung, lagi. Rasanya sampai bosan ia ke Bandung. Tapi mau bagaimana lagi? Bantulah teman di saat ia sedang susah.

Tapi teruntuk Harsa, itu pengecualian.

INI MAH MENYUSAHKAN ORANGGGGG, begitu kira-kira suara hati Tama yang paling dalam.

Sabar ya, Pak Adipati Pratama...

“Ya udahlah, sekali-sekali bantu temen,” ujarnya pasrah.

“Tapi ga sekali dua kali lah gue udah bantu dia. Mana utang gue waktu itu juga belum dibayar, anjir,” desisnya sebal seraya meletakkan kasar ponselnya di atas meja belajar. Mengingat Harsa masih ada tanggungan pada dirinya.

Hutang yang bisa disebut sebagai gali lubang tutup lubang milik Harsaji pun belum dibayar juga oleh empunya. Malahan berdalih, “Gue belum dapet duit lagi dari bonyok, Tam.”

Jikalau nominalnya sedikit sih, Tama tidak mempermasalahkannya, ya. Tapi ini bisa membuat dompet sang wira langsung menyanyikan lagu, ‘Ku menangis membayangkan, betapa kejamnya dirimu pada diriku.’

Asli, Tama jadi punya pemikiran yang sama dengan kakak tingkatnya, Sharayu Rinjani. Bahwa Harsa ini menjadi narkoboy karena uangnya selalu ludes selain goceng seperti yang Jani pinta di cafe miliknya.

Dengan gerakan malas, jemarinya terangkat menuju layar sebesar empat belas inch untuk ia katupkan kembali. Menutup laptop tipisnya dan juga melepas headphone di telinga yang tersambung pada benda tersebut. Lantas, dikembalikannya lagi ke tempat semula sebelum ia beranjak dari kursi yang Tama tempati.

“Kak? Mau kemana?”

Jemalanya menoleh kepada sang ibunda yang tengah menonton televisi bersama pujaan hatinya. ‘Cielah, pacaran’ kalau kata Tama sendiri.

Bahtera | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang