2.2 Tidak Akan Jatuh Cinta Lagi

998 207 14
                                    

As always, tenkyu buat yang selalu dukung Mamak baik di Wattpad maupun di Karyakarsa! It means so much for me. Mamak sayang kelen banyak-banyak!

---

"Aaaahh!! Ya!! Lebih cepat! Aaah!"

Tangan Zac naik untuk membekap mulut wanita itu. Dirinya sudah hampir sampai, dan tidak ingin diganggu suara berisik itu. Ia mengeluarkan suara rendah penuh hasrat dan bergerak semakin cepat. Gelombang itu akan datang. Sebentar lagi. Sedikit lagi. Zac mengerang ketika akhirnya hasratnya terpuaskan.

Ia bernapas terengah-engah dan melepaskan diri dari penyatuan dengan wanita itu. Menarik kondom yang kini telah penuh, mengikatnya dengan rapi, lalu bangkit untuk membuangnya.

Ia tidak akan bercinta tanpa pengaman sekarang meskipun wanita-wanita itu selalu mengaku mereka meminum pil KB atau semacamnya. Benihnya tidak akan ia sebar sembarangan.

"Kau sudah akan pergi?" tanya wanita berambut pirang itu saat Zac mengenakan kembali pakaiannya.

Ia menoleh pada, siapa nama wanita ini? Molly? Holly? Selly? Entahlah.

Ia menatap si pirang yang masih telanjang itu, dan mengangguk.

"Tidak ingin ronde kedua? Aku bisa memberikan padamu tanpa tambahan biaya." Wanita itu mulai bangkit dan menggeliat mendekati Zac.

Zac mundur dan menatap wanita itu dengan pandangan tajam. "Tidak. Sudah cukup. Aku akan pulang sekarang." Ia membuka dompet dan mengeluarkan beberapa lembar dollar ditambah tip yang cukup banyak untuk wanita itu.

Itu adalah rutinitas yang cukup sering ia lakukan sekarang ketika sedang libur. Pergi ke bar dan mencari wanita yang bisa ia tiduri.

Kenapa harus menikah ketika ada wanita yang bisa memuaskan hasratmu dalam sekejap. Ya kan? Pernikahan nyatanya tidak membuat hidupnya bahagia. Seharusnya ia tidak pernah melakukan kesalahan itu. Keluarga dan kehidupan rumah tangga memang tidak ditakdirkan untuknya.

Ponsel Zac bergetar ketika baru saja menghidupkan mesin mobilnya. Zac tersenyum dan mematikan kembali mobilnya ketika menekan tombol hijau.

"Hello, Mama."

"Hallo, orang asing! Apa aku bisa bicara dengan kakakku??"

Senyum Zac kembali tersungging di bibirnya. "Aku tahu aku belum sempat meneleponmu. Aku ..."

"Apa kau bahkan tidak ingin tahu aku masih hidup atau tidak, Zac?"

Kali ini tawa Zac terdengar. "Zoey, aku tahu kau masih hidup. Aku melihat kebahagiaan suamimu setiap hari!"

Sudah hampir empat hari dan ia memang belum bicara langsung pada Zoe. Ia sengaja menundanya. Entah itu karena ia tidak percaya adik kecilnya telah menjadi seorang ibu, atau karena ia merasa iri. Iri pada kebahagiaan Byron dan Zoe. Sial, tidak seharusnya ia seperti itu kan?

"Aku merindukanmu, Zac. Apa kau tidak ingin kemari menengok Zane dan aku? Apa kau bahkan pernah merindukanku?"

Nada suara Zoe seketika membuat Zac merasa bersalah. Ia belum pulang lagi ke Sault setelah hari pernikahan Zoe dan Byron. Selama itu ia beralasan sibuk terbang hingga belum punya waktu untuk pergi ke sana.

Ya, ia memang menghindari mereka dan tempat itu. Menghindari kota di mana ia juga pernah menikah di sana. Meskipun tidak banyak kenangan yang ia buat di sana bersama Lena, tetapi mengunjungi Sault akan membuat lukanya kembali menganga.

"Aku sibuk, Zoey."

"Yah, aku tahu pekerjaanmu yang paling utama sekarang. Aku bukan siapa-siapa lagi bagimu."

"Zoey ..."

"Apa? Memang kenyataannya seperti itu kan? Kau sengaja mengagungkan kesibukan dan pekerjaanmu itu sebagai alasan agar kau tidak kemari. Aku tahu kau berbohong. Aku tahu kau masih belum bisa melupakan nenek sihir itu, tapi..."

"Aku sudah melupakannya!" bantah Zac tegas. Namun meski begitu, ia tahu adiknya mencibir di seberang sana. Tidak percaya dengan bantahan yang ia ucapkan.

"Kau sudah cukup berduka, Zac. Untuk anakmu, maksudku. Wanita itu sama sekali tidak pantas mendapatkan kedukaan berkepanjangan seperti ini. Kau harus mulai bangkit lagi."

"Kenapa kau bangun sepagi ini?" tanya Zac mengalihkan pembicaraan. Ia tidak suka saat Zoe mula membahas kehidupannya seperti itu. Mereka sudah cukup dewasa untuk memiliki privasi masing-masing.

Zoe mendesah kalah dan berkata, "Zane terbangun karena kelaparan dan aku harus menyusui dan mengganti popoknya. Aku kurang tidur semenjak ada dia. Bocah ini menyusu kuat sekali. Aku rasa perutnya selalu kelaparan."

Meskipun itu terdengar seperti keluhan, Zac bisa menangkap kegembiraan yang nyata dalam suara Zoe. Kebahagiaan seorang ibu yang merasakan keajaiban itu di pelukannya setiap saat. Dan lagi-lagi, semburan rasa iri menguasai dirinya.

Demi Tuhan, Zoe adiknya! Adik satu-satunya yang Zac miliki dan kebahagiaan gadis itu, seharusnya, kebahagiaannya juga.

"Apa kau sudah tahu Sue tinggal di lantai atas studio?"

Lagi-lagi ia memutuskan untuk membicarakan hal lain. Hal netral seperti itu akan lebih membuat pembicaraan mereka lebih mudah.

"Apaa? Sejak kapan? Dia tidak bilang apa-apa padaku? Ya Tuhan, kamar itu sangat sempit! Apa yang dia pikirkan dengan tinggal di sana?"

Alasan itu Zac juga tidak mengetahuinya. Setahu Zac, Sue tidak kekurangan uang. Ia bukan dari keluarga miskin. Ayahnya dulu juga seorang pilot. Meskipun sudah meninggal, Zac tahu pria itu pasti mewariskan harta yang tidak sedikit untuk Sue dan ibunya. Tidak mungkin Sue kekurangan uang untuk menyewa apartemen.

"Aku mengunjunginya saat kau akan melahirkan, dan dia bilang dia tinggal di lantai atas. Apa maksunya dia tinggal di gudang sempit itu?"

Hanya ada dua ruangan dan satu kamar mandi yang menyatu dengan ruang ganti pakaian di lantai atas studio. Satu ruangan besar untuk kelas menari dewasa, lalu gudang sempit tempat mereka menyimpan barang-barang yang sudah tidak terpakai.

"Sudah pasti! Tidak ada tempat lain lagi! Astaga aku harus segera meneleponnya. Gadis itu benar-benar, hhhh...aku akan meneleponmu lagi nanti, Zac. Aku harus..."

"Zoey, ini sudah malam. Mungkin Sue sudah tidur. Besok saja kau meneleponnya, okey?"

Mungkin Zoe sedang menghitung perbedaan waktu antara New York dan Perancis, lalu ia menghela napas.

"Kau sendiri kenapa kau belum tidur?"

"Aku baru akan tidur. Kau mengangguku. Nah, kau harus menutup teleponnya sekarang agar aku bisa tidur," katanya beralasan. Jika adiknya itu tahu ia masih di luar, apalagi baru saja meniduri seorang pelacur, bisa dipastikan Zoe akan mengomel sampai siang nanti.

"Ya, istirahatlah. Mmmm... Zac, maukah kau berjanji akan mengunjungiku dan Zane kapan-kapan?"

Itu bukan permintaan yang sulit seharusnya. Zac bisa melakukannya. Zac harus bisa pergi ke Sault mengunjungi adiknya dan juga Anna. Astaga, ia sangat merindukan wanita itu.

"Ya, aku akan datang, Zoe. Aku berjanji."

My Dear Mr. Pilot - Spin Off REVERBERE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang