"Bawa aku ke rumah Sue sekarang."
Itu adalah apa yang Zoe katakan ketika ia, Byron, dan kedua anak mereka sampai di hotel tempat Zac menginap.
Begitu Zac mengatakan di mana dirinya berada, adiknya itu mendesak Byron untuk menelepon temannya yang memiliki jet pribadi dan membawa mereka kemari saat itu juga.
Sayangnya, mereka tidak bisa segera berangkat karena jet itu baru bisa terbang keesokkan harinya. Dan meskipun setelah itu Zoe memaksa Byron membeli tiket pesawat biasa, Byron berhasil meyakinkan Zoe untuk menunggu. Yah, hanya Byron yang bisa membuat Zoe bersabar.
"Ini sudah malam. Apa wajar jika kau mendatangi rumah temanmu yang sudah tidak lama bertemu saat malam-malam begini?" Tanya Zac dengan sabar.
"Aku sudah sangat ingin memarahinya!"
Zac memandang Byron untuk meminta pertolongan. Biasanya, pria itu selalu berhasil membujuk istrinya yang sangat keras kepala. Seperti yang sudah dikatakannya tadi, hanya Byron yang bisa membuat Zoe sabar.
Wanita itu adalah definisi yang nyata dari tidak sabaran dan keras kepala. Terlebih setelah ia menjadi seorang ibu seperti ini. Tidak ada orang lain yang bisa membuat Zoe diam selain Byron.
"Kita istirahat dulu. Anak-anak kelelahan. Kau juga. Mereka juga," kata Byron kemudian dengan sabar.
Mata Zoe melirik kereta dorongnya di mana dua anak mereka tertidur pulas, lalu menatap Mary Jane yang berdiri dengan lelah di belakang kereta Zellina.
Kemudian, ia menatap Byron yang memegang kereta Zane dan menampakkan wajah lelahnya. Juga Mary yang berdiri di samping Mary Jane, menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu sementara matanya terpejam.
"Baiklah. Kita akan ke sana besok. Tetapi aku ingin pergi ke sana pagi-pagi," ucap Zoe sambil kembali menoleh pada Zac.
"Tentu."
Zac sendiri juga sudah sangat ingin bertemu Sue dan juga Zach. Hari ini, ia melewatkan satu hari untuk bertemu mereka karena harus mencari rumah yang akan ditinggalinya.
Ketika ia berniat membeli rumah di kota ini, Zac tidak main-main dengan rencananya itu. Ia memiliki uang banyak sehingga membeli satu rumah lagi tidak akan membuatnya miskin.
Dan ia sudah menemukannya. Zac tidak menyangka bahwa mencari rumah tidak akan sesulit itu. Seorang agen property membantunya dengan sangat baik. Ada sebuah rumah yang berada di Arlington Heights, sebuah kota di pinggiran Portland yang ramah dengan jumlah penduduk yang kurang dari tiga ribu jiwa. Zac langsung jatuh cinta begitu melihatnya.
Rumah itu tidak terlalu besar tetapi memiliki halaman yang luas. Bangunannya kokoh dan bergaya klasik dengan atap lancip dan cerobong asap. Memiliki empat kamar tidur dengan satu kamar utama di lantai bawah dan sisanya di lantai atas. Ada juga sebuah loteng kecil dengan jendela melengkung bulat, juga sebuah rubanah di bawah.
Dapurnya yang kecil tetapi tampak nyaman, menyambung dengan ruang keluarga yang hangat dengan perapian. Ruang keluarga itu juga cukup luas sehingga Zach bisa bebas bermain di sana.
Arlington Heights sangat cocok bagi Zac yang menginginkan sebuah ketenangan, dan terlebih, di tempat ini hampir tidak pernah terjadi tingkat kejahatan.
Seandainya ia dan Sue bisa berhubungan dengan lebih baik lagi, dalam artian sebagai orangtua Zach dan bukan sebagai pasangan, tempat ini akan bagus bagi Zach jika ia memiliki kesempatan bertemu anaknya beberapa hari dalam seminggu ketika ia sedang tidak terbang.
Tentu saja Zac akan mengutarakan pembagian waktu itu kepada Sue nanti. Ia juga berhak atas anak itu meskipun tidak ada hukum yang kuat baginya. Apa nama belakang Zach sekarang? Miller kah? Cox kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Mr. Pilot - Spin Off REVERBERE (TAMAT)
Storie d'amoreCERITA SUDAH BISA DIBACA LENGKAP DI KARYAKARSA dan GOOGLE PLAYSTORE YAW ❤❤ *Mature Content 18+* Mengandung muatan dan unsur dewasa. Mohon bijak dalam memilih bacaan ya. --- Kehilangan seorang istri dan calon bayinya, membuat Zacharry Miller tidak in...