16. Kemana Aku Harus Pulang?

1.2K 158 11
                                    

Sinar mentari mulai mengintip dari celah-celah jendela kamar, menyinari sebagian wajah seorang pemuda yang masih terlelap di atas ranjangnya, entah terlelap atau tidak sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sinar mentari mulai mengintip dari celah-celah jendela kamar, menyinari sebagian wajah seorang pemuda yang masih terlelap di atas ranjangnya, entah terlelap atau tidak sadarkan diri. Merasa terganggu, pemuda itu mengeryitkan dahinya kemudian mencoba membuka kelopak matanya perlahan. Ia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

Hal pertama yang ia lihat adalah atap rumah yang berwarna biru langit. Ia menatap sekeliling dan baru menyadari jika dirinya berada di kamarnya saat ini. Ah iya, dia ingat. Sepulang dari rumah sakit tadi malam, ia langsung diseret oleh sang papa kembali ke rumah. Lalu karena emosi, papanya kembali memukuli dirinya. Setiap umpatan yang pria itu lontarkan selalu dibarengi dengan tamparan atau pukulan hingga ia pingsan di atas ranjang setelah tubuhnya didorong kuat lalu ditinggalkan begitu saja.

Perlahan ia mencoba bangun dari posisi telentangnya. Kakinya mulai melangkah pelan menuju balkon kamarnya. Renandra menatap langit biru di atasnya.

'Gue suka langit, gue suka warna biru. Tapi gue gak suka biru yang ada di tubuh gue.'

Renandra terdiam dan memandang kosong ke depan. Dirinya seperti kehilangan jiwanya. Dia bingung, hampa, dan merasa tidak berharga.
Ia tidak tau harus melakukan apa. Renandra muak dengan semua skenario yang ditulis untuknya, Renandra lelah dengan segala rintangan yang semesta berikan, Renandra ingin Tuhan tau bahwa hambanya ini sudah lelah berjuang.

Krieettt...

Di tengah lamunannya terdengar suara pintu kamar terbuka. Renandra tetap diam tak merespon ataupun sekedar menoleh. Seorang wanita paruh baya meletakkan sebuah nampan berisi makanan dan minuman di atas nakas lalu segera menghampiri Renandra di balkon.

"Den. Makan dulu, yuk. Bibi udah masakin makanan kesukaan Aden loh." ucap Bi Atun membujuk Renandra yang masih diam.

"Oh iya, hari ini Bibi mau belanja bulanan ke pasar. Aden mau ikut gak? Nanti Bibi traktir kue pancong kesukaan Den Ren, deh."

Bi Atun tak menyerah, ia semakin membujuk Renandra agar berbicara. Sebanyak apapun dirinya berbicara, namun sayangnya Renandra tidak menanggapi ucapannya sedikitpun. Biasanya Renandra akan sangat antusias bila membicarakan kue pancong, jajanan kesukaannya sejak Renandra masih kecil.

Dulu Bi Atun sering membujuk Renandra kecil dengan kue pancong jika ia sedang sedih karena perlakuan Lina padanya. Dan Renandra kecil sangat senang jika diajak ke pasar oleh Bi Atun, rasa sedihnya hilang begitu saja tergantikan oleh enaknya kue pancong. Berkat Bi Atun juga ia jadi tahu seperti apa kue pancong bahkan kue itu menjadi favoritnya sampai ia dewasa. Namun sekarang, kue itu seperti sudah tidak menarik lagi bagi Renandra. Ia tidak antusias seperti biasanya. Hanya diam melamun.

"Aden mau apa? Bilang sama Bibi, biar nanti Bibi yang beliin."

"Mau pulang."  lirih Renandra.

Bi Atun tahu arah pembicaraan ini akan mengarah kemana. Ia hanya memandang sendu punggung Renandra. Kemudian bertanya walaupun ia sudah tahu jawabannya.

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang