51. Luka Tersembunyi

1K 124 22
                                    

Jalan raya Ibu Kota sangat padat di sore hari menjelang waktu orang-orang kembali ke rumah setelah melakukan aktivitas di luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jalan raya Ibu Kota sangat padat di sore hari menjelang waktu orang-orang kembali ke rumah setelah melakukan aktivitas di luar. Bunyi klakson saling bersahutan yang membuat suasana ricuh. Ramainya suasana di  sekelilingnya tidak membuat seorang pemuda yang duduk di atas motor sport hitam kebanggaannya bergeming. Sorot matanya begitu tajam di balik helm full face miliknya. Jemari berbalut pelindung itu terlihat menggenggam erat setang motornya. 

Ting!

Setelah lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, pemuda yang tak lain adalah Kenza segera melajukan motornya dengan kecepatan maksimal. Pikirannya kalut saat ini. Beberapa waktu lalu, ia sempat menghubungi kontak Bi Atun, niatnya untuk memberitahu kalau dirinya tidak bisa pulang malam ini dan meminta bi Atun menjaga Renandra lebih ekstra lagi.

Namun, yang membuatnya terburu untuk pulang adalah saat bi Atun mengatakan bahwa ia tidak ada di rumah dan sudah diberhentikan kerja dua hari yang lalu oleh Bram. Tanpa berlama-lama di acara kunjungan ke keluarga tunangannya itu Kenza langsung pergi dengan tergesa. Anehnya, Bram tidak menahannya untuk tetap tinggal. Pikirannya hanya tertuju pada Renandra. Bagaimana anak itu di rumah sendirian. Semoga tidak terjadi hal buruk.

BRAK!

Sial seribu sial, pikirannya yang kacau membuatnya tidak fokus pada jalanan. Saat berbelok di tikungan tajam Kenza terjatuh dan motornya terseret beberapa meter darinya. Beberapa orang yang melihat kecelakaan itu ikut membantu. Karena merasa tidak ada luka serius, Kenza memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. Sebelumnya ia berterimakasih pada orang-orang yang telah membantunya.

Dalam waktu setengah jam saja, Kenza sudah sampai di rumahnya. Ia menaruh motornya asal di halaman lalu berlari masuk mencari Renandra. 

"Ren! Renandra! Lo masih tid–"

Langkah Kenza terhenti di ambang pintu kamar saat melihat tubuh Renandra yang terbujur kaku di lantai. Ia juga melihat bagaimana seekor kucing oranye mendorong-dorong gelas dengan tangannya, setelah cukup lama gelas itu jatuh menggelinding ke sudut lemari dengan air kucing yang mengejarnya lalu memainkan gelas tersebut. Kenza syok melihatnya, bukan karena aksi kucingnya, melainkan ... bagaimana bisa gelas itu tersumpal di mulut Renandra? Dan yang lebih bodohnya lagi, ia hanya berdiam diri dengan tubuh bergetar persis seperti pengecut.

Demi Tuhan, Kenza merasa lututnya sangat lemas. Dengan kaki gemetar, ia melangkah perlahan ke arah Renandra. Robekan di sudut mulut Renandra sangat mengerikan. Kenza tidak bisa membayangkan rasa sakitnya. Ditepuknya pelan pipi tirus itu, tangannya menyusuri sudut mata Renandra yang nampak bengkak kemudian turun ke area bibir, diusapnya lelehan kental berwarna merah pekat itu. Kenza memejamkan matanya dengan erat, mencoba mengumpulkan keberanian dalam dirinya.

"Sialan, ini nggak bisa dibiarin. Tua bangka itu harus segera diatasi," monolog Kenza.

Kenza segera mengangkat tubuh Renandra untuk dibawa ke rumah sakit, ia berlari ke luar rumah.  Mang Jefri yang baru datang segera membantu Kenza. Ia mengambil mobil di garasi atas titah Kenza kemudian mereka berangkat menuju rumah sakit tempat biasa Renandra dirawat.

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang