14. Jangan Menyerah

1.2K 135 5
                                    

Cuaca pagi ini sangat cerah, secerah senyuman seorang wanita yang baru saja turun dari taxi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cuaca pagi ini sangat cerah, secerah senyuman seorang wanita yang baru saja turun dari taxi. Taxi itu berhenti di depan sebuah rumah besar dan megah. Rumah itu terlihat sepi seperti tak berpenghuni. Netra coklat madu itu memandangi rumah di depannya begitu intens, ia sangat merindukan rumah ini sejak lama. Kakinya melangkah memasuki pekarangan rumah megah itu dengan tas besar yang dijinjing di tangan kanannya.

"Apa kabar Bi Atun? Lama gak ketemu, ya?" sapanya pada wanita tua yang sedang menyiram tanaman.

Yang disapa pun menoleh untuk melihat siapa yang menyapa, dan betapa terkejutnya ia saat mengetahui seseorang yang menyapanya barusan. Ia bahkan sampai menjatuhkan selang air yang sedang di pegangnya.

"Nyonya Lina?! Ini beneran Nyonya?!! Saya gak lagi halu kan?!" tanya Bi Atun tak percaya.

Lina terkekeh melihat betapa lucunya tingkah asisten rumah tangganya ini. Ia mengangguk sambil berkata, "Iya, Bi. Ini saya Lina."

"Nyonya udah keluar dari rumah sakit? Nyonya udah sembuh?!"

"Alhamdulilah, udah. Kata dokter untuk saat ini saya boleh pulang. Saya kangen banget sama anak-anak. Mereka ada di rumah, Bi?"

"Alhamdulilah ya Allah, syukurlah kalo udah sembuh. Bibi ikut seneng dengernya. Kalo anak-anak lagi gak ada di rumah Nyonya."

"Loh pada kemana? Oh mereka sekolah, ya?"

"Em anu Nyonya, den Kenza lagi jagain den Galen di rumah sakit. Den Galen sakit karena gak sengaja makan udang, jadi alerginya kambuh lagi."

Raut wajah Lina berubah cemas. Anaknya sakit tapi ia tidak ada di sisinya. Lina jadi merasa bersalah sudah meninggalkan mereka semua. Mau bagaimana lagi? Lina pun terpaksa melakukan itu demi kesembuhan mental dan psikisnya.

"Ya ampun Galen, anakku. Bi, nanti temani saya jenguk Galen ya?" ucapnya yang langsung disanggupi oleh Bi Atun.

"Oh iya, Reyhan sekolah, ya? Dia biasanya pulang jam berapa, Bi?"

Bi Atun terdiam saat mendengar pertanyaan Lina barusan. Ia sudah bekerja di rumah ini sangat lama. Jauh sebelum Reyhan dan Renandra lahir, bahkan Galen waktu itu baru berumur 5 tahun dan Kenza masih di kandungan sang ibu, alias Lina.

Ia tentu tau seluk beluk keluarga ini. Ia juga tahu kejadian tragis beberapa tahun lalu. Namun ia memutuskan untuk diam dan mengikuti semua alur yang dibuat keluarga ini.

Salah satunya adalah Renandra yang berpura-pura menjadi Reyhan di hadapan Lina. Karena Lina akan menggila jika diberitahu bahwa Reyhan sudah meninggal. Lina masih belum menerima kenyataan pahit itu.

"Saya kurang tau, Nyonya. Soalnya dari awal berangkat tadi saya belum lihat den Ren–Reyhan." jawab Bi Atun sedikit gugup.

"Ya Allah mereka kenapa, sih? Bikin cemas aja."

"Lebih baik kita masuk dulu Nyonya. Istirahat, pasti Nyonya capek. Sini saya yang bawain tasnya."

Bi Atun segera mengambil alih tas di tangan Lina untuk dibawanya. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah. Lina segera menaiki tangga menuju kamar lama Reyhan, diikuti oleh Bi Atun di belakang. Ia membuka pintu bercat putih itu dengan pelan.

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang