38. Pinta Yang Terkabul

995 103 9
                                    

Lantunan merdu dari bacaan ayat suci Al-Quran terdengar memasuki pendengaran seorang pemuda yang masih nyaman menutup matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lantunan merdu dari bacaan ayat suci Al-Quran terdengar memasuki pendengaran seorang pemuda yang masih nyaman menutup matanya. Udara dingin yang menerobos pori-
pori mampu membuat pemuda berkulit pucat itu terganggu dalam tidurnya. Perlahan kelopak mata itu terbuka, menampilkan netra coklat madu yang sangat sayu dan redup.

Suara seorang wanita yang sedang mengaji mengalihkan fokus pemuda yang baru saja terbangun dari tidur lelapnya. Ia melirik seorang wanita dengan mukena putih yang sedang terduduk di lantai samping tempat tidurnya sembari bibirnya terus melantunkan bacaan ayat suci. Pemuda itu terus memperhatikan sampai wanita itu selesai mengaji.

"Shadaqallahul Adzim."

Wanita itu menutup Al-Qur'an yang baru saja ia selesaikan bacaannya.  Mukena putih yang dikenakannya dilepas kemudian dilipat bersama sajadah yang dipakainya sholat.

"Den? Aden udah sadar?!" ujar wanita itu saat tak sengaja melirik ke arah ranjang pemuda yang terbaring itu.

Wanita yang tidak lain Bi Atun itu bergegas menghampiri anak majikannya. Ia mengecek suhu tubuh Renandra dengan menempelkan telapak tangannya di kening Renandra, ia juga mengecek debaran jantung Renandra yang kini tampak normal.

"Syukurlah, akhirnya Aden bangun. Bibi khawatir banget sama Aden."

Sorot mata Renandra menatap teduh ke arah wanita di depannya ini. Bibir tipisnya yang pucat berusaha untuk menciptakan lengkungan sabit.

"Makasih, Bi," lirih Renandra dengan suara yang terdengar serak. Bi Atun
hanya mengangguk pelan. Ia berdiri mengambil sesuatu dari atas nakas lalu kembali menghampiri Renandra, duduk di kursi samping ranjangnya.

"Den, Bibi bawain Aden sarapan. Bibi tau, bubur rumah sakit hambar, kan? Jadi Bibi tadi pulang sebentar buat masakin sup ayam, sekitar jam empatan. Sampai sini udah adzan subuh," ujar Bi Atun sembari membuka satu persatu bekal yang dibawanya untuk Renandra.

Renandra merasakan ada getar aneh di hatinya, membuat kedua matanya mengeluarkan lelehan air mata. Disaat ia kehilangan peran seorang ibu di hidupnya, Tuhan dengan murahnya menghadirkan sosok pengganti ibunya. Sosok yang begitu lembut dan penuh kasih. Darinya Renandra belajar banyak hal yang tidak pernah diajarkan di sekolah. Karenanya juga, Renandra tumbuh baik tanpa mengenal apa itu dendam.

"Nih, Bibi udah masak nasinya selembut mungkin biar Aden gak su– eh?! Den Renan kenapa?! Ada yang sakit, ya Den? Di mana? Coba kasih tau Bibi."

Bi Atun terlihat panik saat melihat Renandra menangis. Tangan kasar miliknya mengusap lembut lelehan air mata yang mengalir deras di wajah tirus Renandra. Ada rasa sesak di hati wanita itu ketika menyentuh pipi Renandra. Pipi yang dulu berisi kini semakin tirus semenjak pemuda yang ia rawat ini beranjak dewasa. Kulit putih kemerahannya berubah menjadi putih pucat dengan warna biru dan ungu yang sering menghiasi tubuhnya, tak jarang pula goresan mengerikan terlukis abstrak di wajah tirusnya.

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang