49. Raga Yang Cacat

1K 108 18
                                    

Malam berganti siang, namun Kenza tidak pernah beranjak sedikitpun dari samping Renandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam berganti siang, namun Kenza tidak pernah beranjak sedikitpun dari samping Renandra. Sejak semalam ia terus terjaga untuk memastikan kondisi Renandra baik-baik saja. Semalam, tepat saat ia menginjakkan kaki di rumah, hati Kenza seperti akan melompat keluar saat melihat Renandra yang pingsan dan mimisan. Tanpa pikir panjang Kenza langsung membawa Renandra ke rumah sakit. Sekujur tubuhnya terasa sangat lemas, ia benar-benar ketakutan. Setelah ditangani dokter, barulah ia bisa menghela nafas lega.

Kenza menggenggam jemari kurus Renandra, lalu ditempelkan ke pipinya. Jari-jari itu sangat kecil, seperti tulang yang hanya dilapisi kulit tanpa adanya daging, yang jika ia remat sedikit lebih kencang saja seolah bisa mematahkan jari-jari Renandra. Setetes air mata menetes membasahi jamari pucat itu.

"Padahal gue cuma pergi sebentar, tapi lo udah kayak gini waktu gue balik. Gue takut banget, Ren."

Kenza memandang sendu wajah pucat Renandra. Linangan air mata masih terlihat di pelupuk mata. Entah sejak kapan ia jadi lemah seperti ini. Saat ini yang jadi prioritas utamanya adalah Renandra. Renandra adalah satu-satunya yang ia punya saat ini. Ia harus berjuang demi Renandra. Kenza berjanji akan lebih giat mencari uang untuk pengobatan Renandra.  Renandra adalah adiknya, maka ia harus bertanggungjawab atasnya.

Mengingat papanya yang begitu perhitungan pada Renandra, tak ada yang bisa ia harapkan selain berusaha sendiri. Selama ini Kenza mungkin tidak kekurangan uang sama sekali. Kuliah dibayarkan papanya, uang jajan di transfer setiap bulan, ia ingin membeli apapun tidak dilarang. Namun, semua pengeluaran Kenza diketahui dan tercatat pada laporan papanya. Papanya akan curiga jika ia mengeluarkan banyak uang tanpa alasan yang jelas. Sudah pasti papanya akan melarang ia mengeluarkan uang untuk Renandra.

"Bang, kenapa nangis?"

Kenza tersadar dari lamunannya saat mendengar suara lirih Renandra. Ia segera menyeka sisa air mata, wajah lelahnya menampilkan raut gembira.

"L-lo sadar. Gue panggilin dokter dulu."

Sebelum Kenza sempat beranjak berdiri, Renandra dengan cepat menahannya untuk duduk kembali. "Gue nggak perlu dokter, gue cuma mau ditemenin. Jangan tinggalin gue sendiri," lirih Renandra dengan mata yang berkaca-kaca. Kejadian semalam masih sangat membekas di ingatannya.

Kenza merekahkan senyum kecut di wajahnya. Tangannya mengelus dahi Renandra yang terdapat lebam keunguan. Sontak Renandra meringis.

"Jangan sakitin diri sendiri, gue nggak mau nemuin lo lagi kalo ke depannya lo masih kayak gini."

Renandra menggeleng dengan cepat. Ia segera meraih tangan Kenza. "Jangan, gue nggak mau ditinggal," mohonnya.

"Janji dulu lo nggak bakal ngulangin hal kayak gitu lagi?"

"Janji."

"Janji nggak akan ngelukain diri sendiri apapun kondisinya?"

"Janji."

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang