20. Perasaan Sesal

1.1K 140 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Pagi ini suasananya sangat tenang. Membuat Renandra merasa lega. Hanya ada dia dan Bi Atun di rumah. Kenza menginap di rumah temannya, sedangkan papanya dan Galen entah kemana. Akhir-akhir ini mereka jarang pulang ke rumah. Renandra bisa tenang walau sejenak.

Karena hari senin ini tanggal merah, Renandra ingin menghabiskan waktunya dengan membantu bi Atun membuat kue kering di dapur. Bunyi oven yang berdenting menandakan kue dalam oven sudah matang. Bi Atun segera mengeluarkan kue dari dalam oven.

"Bi, Ren yang hias kuenya ya?"

"Iya, tapi anu Den, Bibi lupa beli krimnya."

"Oh? Ya udah Ren aja yang beli."

Renandra hendak beranjak dari dapur, namun terhenti karena Bi Atun memanggilnya. Renandra menoleh. "Apa, Bi?" tanya Renandra.

Bi Atun mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari kantung bajunya. Lalu menyodorkannya pada Renandra. "Pake uang ini aja, Den. Ini uang dari Tuan buat belanja. Bibi tau Aden gak pernah dikasih uang lagi, kan sama papanya Aden?" ucapnya.

"Hehe iya, Bi. Oh ya Bi, Ren mau tanya."

"Tanya apa, Den?"

"Temen Bibi atau siapa gitu, ada yang butuh karyawan gak? Ren niatnya mau cari kerjaan paruh waktu, Bi."

"Jangan, Den. Nanti kalo Aden capek terus drop lagi gimana? Bibi gak mau liat Aden masuk rumah sakit lagi."

"Enggak kok, Bi. Sebenernya Ren pernah kerja paruh waktu, tapi baru hari pertama Ren udah dipecat. Soalnya Ren bikin kesalahan."

Bi Atun tampak terkejut mendengar pengakuan Renandra. Tuan mudanya bekerja? Dan dia tidak tahu sama sekali? Sungguh ia merasa tidak becus, bisa-bisanya dia kecolongan dalam mengawasi Renandra.

"Kapan?! Kok Aden gak bilang ke Bibi?!"

"Em udah lama Bi. Ren sengaja gak bilang, soalnya takut bikin Bibi khawatir kayak sekarang. Mau gimana lagi, Bi. Ren banyak kebutuhan dan papa udah gak pernah kasih uang lagi. Jadi Ren harus kerja."

"Pake uang Bibi aja, ya?"

"Gak usah Bi makasih, Ren gak mau bergantung sama orang lain. Ren mau berusaha sendiri."

Bi Atun berkaca-kaca mendengar tuan mudanya begitu kesulitan di usianya yang masih remaja. Di mana harusnya dihabiskan dengan bermain bersama teman-temannya. Malang sekali bukan? Kadang ia heran, kenapa anak sebaik Renandra harus mengalami takdir yang tajam dan berliku.

Rasanya tidak adil saat anak-anak di luar sana tertawa riang menghabiskan uang orangtua mereka untuk kesenangan pribadi. Sedangkan Renandra harus berpikir keras, bagaimana caranya ia mendapatkan uang di saat dirinya saja belum lulus sekolah.

"Nanti coba Bibi tanya-tanya, ya? Siapa tau ada yang butuh pekerja tambahan."

"Siap, makasih banyak Bi. Ren ke super market sebentar, ya? Dadah!"

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang