6. Bang Galen

1.5K 158 2
                                    

Suara gumpalan air yang mendidih di dalam panci terdengar sangat nyaring. Kepulan asap terbang ke udara. Sedangkan seseorang yang menciptakan itu kini tengah duduk di bangku dapur, menunggu sayurnya matang sambil membaca buku. Ia tampak beberapa kali mendekatkan bukunya ke depan wajah, matanya menyipit memperhatikan tulisan dalam buku itu.

Entah karena dirinya yang terlalu lelah atau karena hari sudah malam, jadi penglihatan Renandra sedikit buram. Namun ia tetap memaksakan dirinya untuk lanjut membaca. Ia harus belajar giat, esok kelasnya mengadakan ujian praktek akuntansi. Maka dari itu, ia harus menghapal rumus-rumus juga bentuk tabel yang harus ia buat nanti.

Huhh. Merepotkan sekali jurusannya ini. Kenapa dulu ia bisa kepikiran untuk mengambil jurusan yang memusingkan ini? Ada sedikit penyesalan dalam dirinya. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diubah. Terima nasib saja.

Renandra berjuang mati-matian belajar akuntansi walaupun itu bukan kemampuannya. Renandra merasa ia dan jurusannya itu tidak cocok. Ibarat air dan minyak yang sulit menyatu, bukan tidak bisa bersatu. Air dan minyak bisa bersatu jika ada sabun. Begitupun Renandra, ia pasti bisa menguasai akuntansi jika ada usaha dan perjuangan.

“Anjir lah! Ini rumus apaan coba? Nah, ini apa lagi! Metode baru apa ini? PPN naik 11%? Terus ini cara ngitungnya gimana? Au'ah stress! Gimana mau ngerti ini, neraca lajur aja masih ngangong-ngangong gue!”

Renandra melempar bukunya dengan kesal ke atas meja. Ia beranjak untuk mengecek masakannya. Dirasa sudah matang, Renandra segera mematikan kompornya. Lalu menunggu sayur sup yang ia buat sedikit mendingin, baru setelah itu ia pindahkan dalam mangkuk yang cukup besar.

Renandra membawa hasil masakannya ke meja makan. Ia menata piring dan juga makanannya di atas meja makan. Kini di atas meja makan tampak semangkuk besar sup, ayam goreng, dan juga tempe goreng yang sudah Renandra masak untuk makan malam kali ini.

Jangan tanya kenapa Renandra bisa membuat semua itu, sedangkan dirinya adalah laki-laki. Dan kenapa tidak pembantunya saja yang memasak. Sejak dulu yang selalu memasak adalah ibunya, yaitu Lina. Keluarganya mempekerjakan pembantu hanya untuk mencuci baju, menyetrika baju dan beres-beres rumah dari pagi sampai siang. Setelah itu mereka bisa kembali ke rumah. Itu keinginan Lina sendiri.

Dan setelah Lina dimasukkan ke rumah sakit jiwa, kini Renandra yang mengambil alih tugas ibunya. Renandra yang selalu membuatkan sarapan saat pagi, Renandra yang selalu memasak makan malam dan juga mencuci piring bekas makan mereka. Awalnya Renandra melihat tutorial memasak di internet, hingga kini ia terbiasa memasak sendiri.

Saat sedang fokus menata meja makan, sang ayah datang dan langsung duduk di kursinya. Ia mengetikan sesuatu di ponselnya, sedangkan Renandra hanya diam memperhatikan.

Dia tidak jadi datang malam ini. Kau bisa panggilkan kakakmu untuk turun.” ujar pria paruh baya itu.

Renandra menghela nafas lega, syukurlah wanita itu tidak jadi datang. Karena jika dia datang pasti Renandra akan mendapatkan masalah lagi. Hey, biar kuberitahu. Wanita itu sangat licik, ia sangat handal dalam bersandiwara. Hingga Renandra pun turut diikut sertakan dalam dramanya.

Tak ingin membuat sang ayah menunggu Renandra segera melesat menuju kamar di lantai dua rumahnya. Ia mengetuk pintu di samping kamarnya itu dengan pelan.

“Bang, Ken. Ayo turun, makan malamnya udah siap.”

Renandra sedikit terkejut saat Kenza membuka pintu itu dengan kasar. “Berisik! Ganggu banget, minggir!” ujar Kenza ketus sambil mendorong bahu Renandra.

Setelah memastikan kakaknya itu turun, kini Renandra berjalan perlahan ke kamar di sebelahnya. Renandra menatap takut-takut kamar dengan pintu bercat hitam di depannya. Ia sungguh ragu untuk sekedar mengetuknya saja. Haruskah ia kembali ke dapur? Itu keputusan yang sangat buruk.

50 HARI BERSAMA ILUSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang