Jangan lupa vote~
Sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para murid. Pada hari ini sekolah dipulangkan lebih cepat. Biasanya para murid tidak langsung pulang kerumah, mereka akan mengunjungi suatu tempat untuk bersenang senang bersama para sahabat atau bahkan pacar. Menikmati kebebasan masa muda yang tidak datang dua kali dengan gelak tawa. Membebaskan diri dan pikiran dari hiruk pikuk materi materi pembelajaran yang memuak'kan.
Tapi bagi Tama, sabtu adalah hari biasa layaknya hari-hari lainnya. Tidak ada yang istimewa. Ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak keturunan Pranaja.
Menjelang adzan ia baru tiba dirumah dengan setelan jas dan dasi yang melingkar di kerah baju. Tama membenci ini. Ikut menghadiri pertemuan sang Ayah dengan teman-teman bisnisnya. Berjabat tangan dengan pria paruh baya, mengangguk-angguk berlagak paham disaat orang-orang dewasa yang katanya hebat itu berbicara, serta tersenyum hangat disaat mereka memuji Tama yang akan memegang perusahaan keluarga Pranaja. Tama muak dengan itu.
Tama menghela nafas dengan keras bersamaan dengan menjatuhkan bokong kesofa bewarna coklat yang ada diruang tamu. Tapi secara tiba-tiba Tama terkaget bukan main, kala Shania dengan pakaian super seksi muncul entah dari mana. Kaki jenjangnya sengaja dijinjit dengan tangan memegang sepatu hak tinggi. Wajah gadis itu tak kalah kaget, ia memegangi dadanya seakan tengah melihat hantu. Gadis itu meringis memandangi Tama yang juga melakukam hal yang sama kepadanya.
Shania berlari dengan kaki yang masih dijinjit dan pandangan siaga kearah Tama. "Please jangan bilang ke Papa." begitu ucapnya, setelah itu tangannya meraih kunci mobil yang ada diatas meja, kemudian ia langsung berlari kearah pintu dan deru mobilpun dapat didengar oleh Tama dari dalam ruangan tamu.
Tama tampak tenang dan tidak peduli dengan apa yang terjadi. Tidak ada wajah kekhawatiran akan sang kakak yang entah pergi kemana atau sang kakak yang bisa saja dihabisi oleh Dharma jika pria tua itu mengetahui perbuatan anak gadis kesayangannya.
Tama menghela nafas berat, ia melonggarkan dasi yang membuatnya merasa pengap semenjak tadi. Pria dengan poni yang hampir mengenai mata itu menengadah dengan mata tertutup. Aktivitas yang dilakukan diluar ruangan tadi cukup membuatnya lelah dan kehabisan tenaga. Tapi matanya langsung terbuka kala suara Dharma masuk ke indera pendengarannya.
"Papa dapet laporan dari Vino." Tama menoleh kesumber suara, terlihat Dharma dengan setelan santai berjalan mendekatinya.
Tama berdecak pelan, dikeluarkannya ponsel dari saku celana dan memainkan game acak yang ada didalam sana. Malas sekali mendengar ocehan Dharma disaat capek seperti ini. Tama juga sudah menebak apa yang akan dibahas oleh lelaki tua itu.
Tapi Tama tersentak disaat Dharma merebut ponselnya secara tiba-tiba. Di lemparkan ponsel itu ketembok dengan keras sampai ponsel itu tidak berbentuk lagi.
"Pa?!" begitu ucap Tama tidak habis pikir dengan sikap Dharma. "Tama udah ngelakuin semua yang Papa minta, apa lagi?"
"Iya kamu lakuin, Tama kamu ngelakuinnya tidak dengan maksimal! Sudah berapa kali Papa bilang sama kamu, Papa ini malu! Malu Tama punya anak seperti kamu." Dharma memandang Tama dengan raut wajah sedih, seakan dirinyalah yang menderita atas perbuatan Tama. "Papa udah berusaha, sudah Papa buatkan pidato bagus-bagus. Kamu tinggal ngafal aja, tapi masiiiih saja kamu nggak bisa. Apasih yang kamu bisa?"
Tama hanya diam menunduk, memandangi kakinya yang masih dilapisi dengan kaos kaki bewarna abu-abu. Tama tidak bisa melakukan apapun, lebih tepatnya Tama tidak bisa melakukan apa yang diminta oleh Dharma. Karena semua permintaan Dharma selalu bertentangan dengan jati diri Tama.
"Kamu juga sering direndahin sama teman-teman kamu, kenapa bisa begitu?! Sesepela itu kamu dimata mereka sampai kamu diejek-ejek, dicemooh. Selain ketua OSIS kamu juga cucu dari pemilik sekolah. Kenapa kamu tidak bisa kayak Shania?!" Dharma berucap dengan menggebu-gebu. "Masalah nilai juga! Banyak sekali masalah kamu disekolah, pusing Papa mikirinnya! Papa udah ngelakiun semuanya buat kamu. Papa nggak minta apapun sama kamu! Papa cuman mau kamu ngelakuin semuanya dengan maksimal, yang ujung-ujungnya nanti buat kamu juga!"
"Tama minta maaf, Pa." alih-alih menjawab, Tama melontarkan kata maaf itu. Rasanya percuma saja menjawab dan mengatakan apa yang dirasa. Lebih baik semua itu tidak diutarakan dan tertahan sampai tenggorokan.
"Papa nggak butuh Maaf, Papa cuman butuh hasil dari proses kamu selama ini. Lakuin yang terbaik dan jangan malu-maluin. Sekarang mandi dan mulailah belajar." Alih-alih menyuruh anaknya makan malam pria itu malah meminta Tama untuk belajar, lagi.
"Pa, nggak ada Pr buat besok."
"Papa tau, tapi Papa nyuruh kamu buat belajar, sudah ngerasa paling pinter kamu? "
"Tolong ijinin Tama buat ngelukis sekali ini aja, Pa. Nanti Tama bakalan belajar." tatapan mata Tama penuh dengan harapan.
"Papa nggak bakal ngebiarin kamu ngelakuin hal-hal yang nggak bermanfaat." bantah Dharma.
"Tapi Pa, Kak Sha--"
"Kenapa dengan Shania? Dia belajar, nggak kayak kamu! Atau apa perlu Papa suruh dia buat ngajarin kamu matematika?"
Tama menipiskan bibirnya. "Nggak perlu, Pa. Guru privat Tama aja sudah cukup."
Tama hidup dibawah kontrol dan pengawasan Dharma. Apapun yang Tama lakukan atau kemanapun Tama pergi pasti diketahui oleh Dharma. Berbeda dengan Shania, tidak ada pengawasan sedikitpun untuk Shania. Gadis itu sangat pintar dalam segala hal, karena itu Dharma selalu berfikir jika gadis itu sadar akan tanggung jawabnya sebagai keturunan Pranaja. Ia belajar dengan sungguh-sungguh dibuktikan dengan ia mampu memegang juara satu seangkatan semenjak kelas sepuluh sampai sekarang. Dharma terlalu percaya dengan gadis kesayangannya itu, sampai-sampai gadis itu nekat melakukan hal-hal yang dilarang Dharma
"Buat Papa bangga sama kamu, ya?" tangan Dharma bergerak untuk mengusap lembut kepala Tama. "Papa ngelakuin ini karena Papa sayang sama kamu."
Tama tidak menjawab, lebih memilih bangkit dari duduknya dan pergi dari ruangan.
"Tama."
"Hhm?"
"Rambut kamu udah panjang, jangan lupa potong."
"Iya, Pa."
Padahal Tama lebih suka rambut seperti sekarang ini. Tapi...Dharma meminta untuk memotongnya. Hal yang Tama sukai selalu saja bertentangan dengan keinginan Dharma. Tapi kali ini tidak apa, Tama akan memotongnya, karena seorang siswa yang baik tidak boleh berambut panjang 'kan?
💕💕💕
Ini bukan part Lukisan Untuk Tama, lanjut kehalaman berikutnya buat baca kelanjutan part.
Hai, anak kelas dua belas yg bentar lagi lulus. Semangat ya, aku tau ini masa2 terasa berat buat adek2. Mulai dari akan kehilangan masa SMA sampai dengan kebimbangan yang membuat otak menjadi berisik.Apapun jalan yang adek2 pilih, aku berharap adek2 melewatinya dengan sungguh2, sampai adek2 menemukan versi sukses yg adek2 impikan dari dulu. Jika jalan yang adek2 dapat bertentangan dengan keinginan adek2, jangan patah semangat apalagi menyalahkan tuhan.
Bagaimanapun jalan yg adek2 dapatkan, sesuai/tidak pasti itu jalan terbaik diberikan tuhan buat adek2, karena tuhan lebih tau, sedangkan kita/adek2 tidak.
Buat adek2 yg ingin berkuliah, tapi tidak lolos jangan patah semangat ya. Ada kalanya hasil menghianati usaha . Ada kalanya kita harus kuat untuk menghadapi realita itu. Jalani semuanya dengan semangat, penuh dengan usaha, penuh dengan doa, penuh dengan rasa syukur, dan jangan lupa mencoba hal2 baru setelah tamat sma ya.
Buat semuanya, setelah tamat SMA adek2 bakalan dihadapin dengan realita2 kehidupan. Ada kalanya waktu tidur adek2 yg bakal keganggu hanya karena memikirkan, "Mau kemana aku selanjutnya? Apa yg harus aku coba? Akan jadi apa aku ini?" akan ada banyak hal yg mengecewakan adek2. Tapi jika adek2 melewati semuanya dengan ikhlas, melewati semua proses itu dengan lapang dada, semuanya bakalan terasa ringan kok. Karena seberat2nya masalah, pasti bisa adek2 atasi, karena bahu, punggung, kaki adek2 sudah sekuat itu untuk menopang semua masalah itu. Semangat ya, apapun jalan yg adek2 pilih, apapun jalan yg telah dipersiapkan tuhan untuk adek2 yg mungkin saja bertentangan dengan keinginan adek2, aku yakin itu yg terbaik. Banyak2 berdoa ya, jaga kesehatan juga, saat2 seperti ini main2 bukanlah hal tepat. Mulailah membuka dan membaca buku~ semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...