Jangan lupa vote~
Natasya dengan rambut yang di kepang dua itu berlari terbirit-birit melewati koridor, kontras dengan Rinda yang tampak santai berjalan dengan tas selempang yang sepertinya lebih cocok dipakai laki-laki.
Hari ini Rinda tampak lebih feminim dengan rambut yang ia ikat tinggi-tinggi, menyisihkan rambut bagian bawah yang terlalu pendek untuk bisa diikat. Gadis tomboy itu merotasikan matanya, "Natasya, nggak usah lebay deh! "
Natasya membalik'kan badannya. "Aduuh." gadis itu memegang kepalanya dengan panik. "Seharusnya lo sadar, tugas kita belum selesai tau. Ini jam istirahat udah mau habis juga."
Salah sendiri datang terlambat kesekolah. Mereka dihukum dan baru dibebaskan oleh anggota OSIS yang bertugas. Akibatnya mereka belum menyelesaikan tugas matematika yang akan dikumpulkan nanti setelah istirahat.
Natasya membuka pintu kelas. Kentara sekali wajah panik anak-anak kelas saat ini, mereka lari kesana kemari untuk meminta jawaban atau sekedar meminjam tip x.
Cepat-cepat Natasya mengeluarkan buku dan pena dari dalam ransel miliknya yang bewarna pink itu. "Zaky, liat dong." Natasya memelas, pria itu sangat pandai mencuri jawaban, jadi Natasya yakin Zaky pasti sudah menyelesaikan jawabannya.
"Noh!" Zaky menyodorkan halaman kosong pada bukunya. "Kosong, kayak kepala lo."
Natasya merenggut. Kemudian ia beralih ke Lia, gadis itu sangat pintar, tapi wajah Natasya langsung murung dikala Lia mengatakan kalau ia baru menulis soal. Natasya kesal, ia melempari bukunya. "Iih, kok pada bego semua sih!" gadis itu menghentak-hentak'kan kakinya, sedangkan yang lain hanya menggeleng-gelengkan kepala. Kesal kepada Natasya yang baru datang langsung marah-marah.
"Nih." Justin melempari bukunya kearah Natasya. "Makanya, jangan keseringan nontonin plastik mulu. Jadi nggak berguna kan otak yang ada di lutut lo itu."
Mata Natasya langsung berbinar, dibukanya halaman buku Jastin. Memang sudah terisikan jawaban dari soal matematika yang begitu sulit. Natasya mulai menulis, tapi langsung terhenti saat ia menyadari suatu hal. "Kok rumusnya beda sama Pak Rudi?"
"Ya iyalah, beda. Gue sih mandiri, bikin rumus sendiri," kata Justin percaya diri.
"Emang boleh kayak gitu?"
"Boleh dong."
"Tapi yang ini kan hasilnya negatif, kok lo tulis positif sih?"
Justin berdecak. Kesal rasanya, udah nyalin, banyak tanya lagi. "Positif kalau menurut rumus yang gue bikin."
Natasya pun mengangguk yakin, lalu mulai menyalin tugas Justin yang diselesaikan dengan rumus yang ia ciptakan sendiri. Justin sangat jenius.
Rinda bahkan mengumpati bagaimana mudahnya Natasya dibodohi oleh Justin, tapi itu terasa menggelikan juga, ia jadi ingin tertawa.
"Rinda." Zaky memanggilnya. Pria itu tersenyum geli lalu mengarahkan pandangan nakalnya kearah tas yang ada dipojok depan. Rinda yang mengerti apa maksud Zaky langsung berdiri dan melompat kearah dipojok depan. Tapi keduanya tersentak, kala sang empu tas bewarna hitam itu muncul dari balik pintu.
"Wle!" Zaky tertawa-tawa sembari menjulurkan lidahnya beberapa kali. Ia menari-nari dengan tangan memegang buku yang diangkat tinggi-tinggi. Menjengkelkan sekali wajahnya.
Sedangkan Tama yang baru saja sampai dikelas langsung berlari kearah Zaky, mengambil buku yang tadinya dipegang Zaky yang kini beralih ketangan Rinda karena pria sialan itu melemparkannya.
"Kesiniin buku gue." Tama berjalan kearah Rinda, saat jarak mereka sudah dekat, Rinda malah melempari buku itu ke Zaky. Itu terjadi berulang-ulang. Tama berlari kesana kemari hanya untuk mengambil alih buku itu. Sedangkan sebagian dari mereka tertawa terbahak-bahak, menyaksikan betapa bodohnya seorang Tama saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...