13

25 3 3
                                    

Jangan lupa vote~

Bel istirahat sudah berbunyi tiga menit yang lalu. Siswa-siswi mulai berhamburan dari kelas masing-masing dengan wajah yang cerah. Sedangkan lain halnya dengan Tama yang baru sampai disekolah. Acuh tak acuh ia melewati koridor sekolah dengan penampilan yang berbeda dari sebelumnya. Mulai dari seragam sampai dengan rambut yang dibiarkan memanjang. Tato berbentuk naga yang terletak dibalik telinga sebelah kirinya dapat dilihat dengan jelas oleh orang-orang walau sedikit dihalangi oleh kerah bajunya. Tama bukan mencari perhatian yang sudah ia dapatkan sejak ia menginjakkan kaki disekolah hari ini. Tama tidak suka tatapan-tatapan serta bisik-bisikan seperti ini. Ini adalah diri Tama yang baru, tidak ada hubungannya dengan ajang mencari perhatian yang sudah Tama tebak orang-orang pasti berfikiran seperti itu.

Tama melangkah masuk kedalam kelas bersamaan dengan guru muda itu keluar. Guru itu cukup kaget melihat Tama. Tapi dibiarkannya begitu saja Tama karena tidak berani menegur dan berurusan dengan cucu pemilik sekolah yang katanya sudah berubah menjadi preman.

Semua aktivitas para siswa-siswi yang masih ada didalam kelas berhenti, memilih memperhatikan Tama yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan kelas karena sudah lama tidak masuk serta kemarin pria itu memimpin tawuran, dan sekarang pria itu sekolah lagi dengan penampilan yang berbeda.

Alih-alih duduk dibangku depan seperti sebelumnya Tama malah menduduki kursi paling belakang dan langsung melemparkan tas hitam yang ada diatas meja itu.

Pemilik tas itu yang sebelumnya tidak peduli dengan kehadiran Tama tentu marah dan langsung berdiri. "Apa-apaan lo?!" Justin yang sebelumnya memang sudah memiliki masalah dengan Tama langsung tersulut emosinya saat Tama membuang tas miliknya begitu saja.

Awalnya Tama diam, memilih tidak memgubris Justin. Tapi rasanya Justin sudah kelewatan. Pria itu menendng kursi yang Tama duduki, reflek Tama langsung terkaget, bangkit dari duduk, dan langsung melayangkan tinjuan ke wajah Justin. Sontak itu mengundang orang-orang yang ada didalam kelas untuk mengerumuni mereka. Bahkan Zaky yang baru tiba dikelas dengan tangan memegang telur gulung langsung mendekat dan memarahi Tama walau ia tidak tahu menahu apa yang terjadi.

"Eh, anak yang baru nakal kemaren! Jangan sok jadi jagoan ya lo disini! Datang-datang langsung ngebuat kekacauan!" cerocos Zaky sembari menunjuk-nunjuk Tama menggunakan lidi telur gulung yang ia pegang. "Asal lo tau ya, waktu lo nggak ada kita aman sentosa aja. "

"Jangan ikut campur lo," ujar Tama dingin. Ketika hentak menjatuhkan bokong dikursi, ternyata Rinda yang sedari tadi ada dibelakang Tama langsung menarik kursi yang hendak Tama duduki. Alhasil bokong Tama mendarat kelantai. Sakit sekali rasanya. Tapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tawaan mereka yang menggelega.

Cepat-cepat Tama bangkit mengabaikan denyutan dibokongnya. Ditatapnya dengan tajam mereka semua yang entah sejak kapan mengisi kelas ini.

"Sialan! Gue nggak pernah mencari masalah sama kalian semuanya!" untuk pertamakalinya Tama meninggikan suaranya didalam kelas ini. "Gue bisa aja balas dendam sama apa yang kalian lakuin kegue dari dulu, tapi gue lebih milih enggak! Dan sekarang." Tama menghentikan ucapannya sejenak. "Kalian yang mintak gue."

Dilemparkannya kursi yang ada didekatnya kesembarang arah. Bukannya takut atau menghindar mareka semua malah tertawa dengan keras. Tama disini bagaikan reksasa besar yang mengamuk didepan reksasa yang lebih besar lagi. Tidak ada apa-apanya Tama didepan mereka semuanya.

"Tama ini lucu ya, kayak joker. Jadi jahat karena tersakiti." Natasya terkekeh diucapannya. "Tama adalah orang baik yang disia-siakan."

Zaky maju sok berani yang dirasa keren oleh dirinya sendiri. "Dengan lo yang kayak gini lo pikir kita takut? Nggak! Lo yang sekarang nggak ada bedanya dengan diri lo yang dulu! Banci! Pengecut! Pecundang yang nggak bisa ngapa-ngapain! Hafalin aja pidato lo sono! Maju depan kelas aja gemeteran malah sok-sok an maju pas upacara! Ditunjuk jadi pemimpin upacara aja lo malah pipis, taik!" Zaky menyudahi ucapannya yang menggebu-gebu itu bersamaan dengan tinjuan keras yang dilayangkan Tama kewajah pria pencicilan yang tidak bisa menjaga ucapan itu.

"Lo jangan cari gara-gara sama gue kalau lo belum mau mati, ya!" Tama menarik kerah baju Zaky, berbicara penuh dengan penekanan dan gertakan rahang yang berhasil membuat Zaky menelan ludah.

Tama mendorong tubuh Zaky ketembok, bersamaan dengan itu tanpa sepengetahun Tama tubuhnya juga didorong oleh Justin.

"Lo langkahin mayat gue sebelum ngebunuh sahabat gue!"

Perkelahian antara Tama dan Justin tidak bisa dihindari. Orang-orang mulai mengerumuni kelas sebelas ipa satu dengan rasa penasaran yang besar. Yang setelah itu mereka mengangkat ponsel dan mulai membidik dua objek yang jadi sorotan dan kemudian mereka posting di akun sosial media mereka.

"Eh, ada apa ada apa?" Mario membelah kerumunan dengan kening yang mengkerut sempurna.

"Makanya jangan pacaran mulu sama si Kera! Cepat pisahin mereka!" perintah Natasya dengan wajah yang sangat panik.

Mengabaikan Natasya yang mengejek nama pacarnya, setelah menghela nafas berat Mario mulai memisahkan mereka.

Justin tumbang dengan wajah penuh memar dan darah, bersamaan dengan itu suasana menjadi hening dan mencekam. Dengan nafas yang tersenggal-senggal Tama memandangi tubuh Justin yang tengkurap dilantai. Entah apa yang ada dipikiran Tama, ia menjatuhkan bokongnya kelantai sembari mengacak-ngacak rambutnya yang basah karena keringat.

Selang beberapa menit seseorang sembari berteriak memanggil nama Tama datang entah dari mana. Ia membelah kerumunan mengabaikan tatapan kebengisan dari orang-orang yang ia senggol tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

"Ikut gue sekarang! " pria itu langsung berteriak didepan Tama yang mendongak memandangnya penuh dengan kelelahan. "Gue bilang ikut gue! " Tama tidak berkutit sama sekali, akibatnya pria itu kembali meneriakinya.

Tama bangkit dan berjalan mendahului pria itu. Dirasa sudah menemukan tempat yang sepi Tama membalik'kan tubuhnya kebelakanng. "Ada apa? " tanya, dengan nada rendah.

"Pulang sekarang!"

"Vino, lo diancam sama orang tua itu?"

"Iya! Jadi gue mohon sama lo buat pulang sekarang! Please, nasib gue ada ditangan lo! Kalau lo nggak pulang gue bakal jadi gelandangan dan gue nggak mau kayak gitu! " Vino diam sejenak. "Tolong beri empeti lo sedikit aja buat anak yatim piatu kayak gue! Gue butuh rasa kasihan lo!"

"Oke, nanti malam gue kerumah."

Pulang adalah kata yang tidak pas untuk tempat dimana Tama dimaki-maki dan dipukul oleh Dharma. Kata yang tidak layak untuk tempat dimana Tama termenung dengan sorot mata kosong atau bahkan menangis dalam kesendirian. Tempat itu terlalu kejam dan menyedihkan untuk disebut rumah untuk pulang.

Vote ya

Lukisan Untuk Tama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang