Tama sempat mabuk karena Zaky mengajaknya kebawah dan berbaur dengan orang-orang. Tapi untungnya Zaky tidak meninggalkan Tama seperti yang dilakukan oleh Tio waktu itu. Saat terbangun disebuah kamar, objek pertama yang dilihat Tama bukanlah perempuan, melainkan Zaky yang sedang menyengir kuda. Pria itu mengatakan jika Tama minum banyak tadi malam. Beberapa saat setelah itu Zaky pulang kerumah untuk siap-siap pergi kesekolah.
Pukul enam pagi Tama keluar dari area kelab malam dengan kepala yang masih pusing. Belum langkahnya berjarak tiga meter dari kelab malam, secara tiba-tiba Vino menariknya. Tama memberontak dan mengatakan jika ia tidak akan pulang lagi kerumah. Tidak masalah jika ia menjadi gembel jalanan, asal tidak berbaur kembali dengan manusia-manusia tidak punya perasaan yang terus mengukir luka dihati Tama.
Tapi pernyataan dari Vino membuat Tama berhenti memberontak, ia memandang Tio dengan mata yang melebar. "Gue kesini bukan buat ngebawa lo pulang! Tapi kekantor polisi, karena lo udah ngebunuh Shania!"
"Apa maksud lo!?"
"Nggak usah sok nggak tau, udah jelas pelakunya lo! Bergaul dengan Tio ngebuat lo ngelampauin batas!" Tio sangat marah. "Biar gimanapun dia itu kakak lo! Kenapa lo setega ini sama dia?! gue baru sadar ternyata lo itu psikopat! setelah ngebunuh bisa-bisanya lo main ketempat ini tanpa ada rasa bersalah sedikitpun!"
Tama memberontak hebat dan langsung lari kala beberapa orang berseragam polisi secara tiba-tiba muncul, dan berlari kearahnya. Tama terus berlari walau kakinya terasa sangat sakit, suara tembakan pistol keudara tanda peringatan bersahut-sahutan. Dalam kencangnya Tama berlari, satu persatu luka terukir dihatinya dan perlahan-lahan butir-butir air mata membasahi pipinya.
Tama berjongkok dibalik pohon besar itu dengan rasa takut yang sangat hebat. Tangannya sedari tadi berusaha menutup talinga rapat-rapat agar tidak lagi mendengar tembakan pistol keudara, sedangkan pipi pria itu sudah sangat basah oleh air mata, dan sampai sekarang air maat itu terus keluar bersamaan dengan torehan-torehan benda tajam pada hatinya. Saat tidak mendengar apa-apa lagi, Tama jatuh ketanah. Badannya sangat lemas begitupun dengan tenggorokannya yang sesak, rasanya tidak ada oksigen pada hutan yang dipenuhi dengan pohon-pohon besar itu.
Setelah bermalam dihutan tanpa tidur sedikitpun karena rasa takut dan cemas yang menguasai diri, paginya Tama memberanikan untuk keluar dengan mata yang sembab dan sisa-sisa air mata yang masih terlihat jelas diwajahnya. Semakin dekat dengan jarak rumah langkah Tama semakin besar bahkan saat ini ia tengah berlari kearah rumah dengan garis polisi itu. Orang sangat ramai disana, saat melihat Tama mereka semua terkaget sebagian juga ada yang berteriak. Saat Tama semakin mendekat secara tiba-tiba Hendra mendorong sampai Tama tersungkur ketanah. Disaat Tama belum sempat berdiri, Hendra menarik kerah baju Tama dan meninju Tama secara bertubi-tubi. Lagi-lagi pria itu jatuh ketanah dengan wajah dan tubuh yang penuh dengan luka.
"Kak Shania kapan dimakamin, Om?" Tama bertanya disela-sela erangannya yang menahan rasa sakit.
Dulu, jika ada orang yang bertanya kepada Hendra siapa yang dipaling disayangi, maka Hendra akan menyebut nama Tama. Hendra rela melakukan apapun untuk Tama, selalu membela pria itu dikala dharma memarahinya habis-habisan. Hendra selalu sibuk dan tidak ada waktu untuk hal lain selain urusan perusahaan, tapi ia selalu menawarkan diri untuk membantu Tama mempelajarin mengenai bisnis dan perusahaan meski Tama selalu menolak.
Tapi sekarang, rasa sayang itu sepertinya sudah hilang, karena orang yang disayang tidak tahu diri dan melewati batas. Hendra sangat kecewa dan marah kepada pemuda yang sedaritadi meminta ampun kepadanya karena tidak kuat lagi merasakan sakit pada tubuh karena tinjuan dan hantaman tanpa perasaan itu.
Orang-orang yang menyaksikan hanya merekam dan berteriak agar Hendra kembali melayangkan tinjuannya bahkan ada juga yang mengeluarkan sebuah kata yang membuat air mata Tama jatuh. "Pembunuh."
"Ini kan yang kamu dapat dengan berteman sama orang-orang bandel itu? ini 'kan buah yang kamu dapat karena tidak menuruti ucapan Papa kamu? kamu tidak hanya jadi berantakan tapi juga jadi pembunuh! kenapa tidak kamu saja yang mati?! Kenapa harus Shania yang lebih berguna dibandingkan kamu yang tidak bisa apa-apa?! Kenapa kamu harus menghabiskan nyawa kakak kamu sendiri?! Kenapa nggak jawa kamu sendiri aja?!"
Saat kembali hendak melayangkan tinjuan kepada Tama, Dharma bersama gerombolan polisi datang dengan tergesa-gesa dan membelah kerumunan banyak orang. Tapi saat sudah berada ditengah-tengah keramain itu mereka malah tidak mendapati Tama, hanya Hendra dengan wajah merah dan nafas naik turun.
Ternyata, rasa sayang itu belum hilang. Disaat menghajar remaja delapan belas tahun itu Hendra menyesal dengan hati yang terasa sangat sakit. Bahkan Hendra ingin menarik kembali kalimat yang diucapkan kepada Tama tadi. Sekali lagi, Hendra sangat menyayangi Tama. Ia tidak akan membiarkan anak itu dihajar habis-habisan oleh Dharma atau bahkan dipenjara. Karena itu, saat melihat kemunculan Dharma bersama polisi, Hendra membiarkan Tama lepas begitu saja bersama mobil seorang yang tidak Hendra kenali. Sekali lagi, Hendra sangat menyayangi Tama dan sampai Hendra belum benar-benar percaya dengan samua ini, ia tidak akan membiarkan Tama habis ditangan orang biarpun itu ayahnya sendiri.
Saat Dharma dan para polisi itu mengejar Tama menggunakan mobil, Hendra menunjuk orang-orang yang ada disekitar dengan wajah yang mengancam. "Jika ada yang berani memposting apa yang kalian tangkap dikamera hp kalian tadi, kalian semua yang akan saya bunuh!" setelah itu tubuh Hendra terasa lemas seakan tidak bertulang lagi, dan detik ini pria dengan tubuh yang sudah tidak tegap lagi itu jatuh ketanah dengan isakan tangis.
Hendra benci dengan keadaan ini. Semua yang dilakukannya serba salah. Hendra menyesal telah menghajar Tama dan memuntahkan kalimat-kalimat yang tidak pantas untuk pemuda itu, tapi...Hendra juga menyesal telah melepaskan pembunuh itu, seharusnya ia sudah dipenjara sekarang. Hendra percaya jika Tama membunuh Shania, tapi...ia terus menyangkal itu semua. Dan sekarang, tidak bisa yang Hendra lakukan selain pergi kemakam Shania dan meminta maaf karena melepaskan orang yang sudah menyakitinya.
"Lo aman." begitu kata Zaky sembari menoleh sebentar kebelakang. Tama tidak memberikan reaksi apa-apa, ia tetap sama seperti saat baru masuk kedalam mobil Zaky tadi. Di kursi belakang ia menidurkan badan dalam keadaan miring dengan kaki yang ditekuk. Tangannya masih menutup telinga rapat-rapat, walau sirine dari mobil polisi yang mengejarnya tidak terdengar lagi. Tapi Tama terus melakukan itu dan tetap ketakutan meski sudah berkali-kali Zaky mengatakan jika ia sudah aman.
Jangan gila dulu
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...