Jangan lupa vote~~
Langit semakin mendung. Rintik-rintik kecil mulai berjatuhan. Pengendara bermotor satu persatu menepi dan mengeluarkan mantel dari jok motor untuk dikenakan. penjual-penjual jalanan mulai mengamankan dagangan dengan menutupnya dengan terpal. Juga orang-orang yang sedang berjalan diatas trotoar, mempercepat langkah agar sampai ketempat tujuan tanpa bertemu dengan hujan. Tapi tidak dengan Tama, pria yang juga berjalan diatas trotoar itu berjalan dengan langkah lemah, pandangannya kosong kedepan seperti orang putus asa.
Tama mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Menurut lo gue berguna nggak?"
"Nggak, lo nggak berguna sama sekali, lo nggak bisa ngapa-ngapain. Pidato, main basket, dan... bukannya lo sekarang dipenjara, ya?"
Tama memutuskan panggilan. Ternyata yang menerima panggilan itu bukan pemilik ponsel atau Zaky, melainkan Justin.
Tama menyangkal ucapan Justin tadi. Berkata dari dalam hati kalau ia manusia yang berguna dan beberapa detik setelah itu petir menyambar keras, sepertinya itu pertanda petir tidak setuju dengan Tama.
Lagi-lagi Tama menunduk, ia tidak menemukan alasan jika ia adalah manusia yang berguna, tapi... banyak sekali alasan bahwa memang benar ia adalah manusia yang tidak berguna.
Sebelumnya Tama pikir, Dharma adalah penyebab berantaknya keluarga. Tapi sekarang tampaknya itu keliru, diri Tama yang tidak bergunalah yang jadi penyebab hancurnya keluarga. Setiap saat anggota keluarga selalu memperdebatkan tentang diri Tama. Apa keahlian Tama? Apa yang Tama bisa selain melukis? masih banyak lagi, mengenai nilai yang kecil, tidak becus melakukan apapun, bahkan berpidato yang berbekalan hafalan saja Tama tidak bisa.
Sebenarnya Tama juga capek dengan dirinya sendiri yang tidak bisa apa-apa selain melukis, dan...sepertinya Tama adalah satu-satunya manusia yang hanya memiliki satu keahlian saja. Orang-orang didunia ini punya banyak keahlian, disaat mereka tidak bisa dan mereka belajar pada akhirnya mereka bisa melakukan itu bahkan ahli terhadap itu. Tapi tidak dengan Tama, berusaha sekuat tenaga tetap saja ia tetap tidak bisa. Dunia ini rasanya tidak adil untuk Tama.
Banyak cara Tama lakukan untuk bahagia. Mencoba membangkang, berteman dengan Tio dan melakukan banyak sekali kenakalan. Tama sempat bahagia difase itu, tapi sekarang ia sadar jika rasa bahagia saat itu hanyalah cairan pahit yang menyamar jadi manisnya rasa bahagia, dan sekarang Tama harus meneguk itu dengan susah payah.
Tama melewati semuanya seorang diri dengan langkah yang tertatih. Tama merasa dirinya adalah orang yang paling menderita karena belum pernah menyicip rasa bahagia yang sebenarnya, Tama menyalahkan Dharma saat itu. Tapi itu keliru tampaknya untuk sekarang. Nyatanya tanpa Tama sadari, dirinya lah yang membuat Dharma terluka. Juga hubungan Dharma dan Pram semakin memburuk akhir-akhir ini.
Tama pikir, tidk ada tempat untuk manudia yang tidak nerguna sepertinya. Dirinya hanya akan memberikan masalah dan luka untuk orang-orang disekitar.
Dan...langkah yang mulanya tertatih itu, sekarang sudah tidak kuat lagi untuk melangkah.
Dibawah derasnya hujan Tama memandang lampu lalu lintas yang baru saja berubah menjadi biru. Kendaraan-kendaraan melaju dengan kecepatan yang berbeda-beda serta klakson-klakson yang saling bersahut-sahutan. Orang-orang berpayung berdiri ditepi, menunggu lampu berubah menjadi merah agar bisa menyebrang. Tama bergabung dengan mereka semua sesaat sebelum menyebrangi jalanan yang dipenuhi dengan kendaraan.
Teriakan spontan memenuhi area yang tiba-tiba dipenuhi asap ini. Kekagetan dan kekhawatiran menghiasi wajah orang-orang disini saat melihat mobil saling bertabrakan satu sama lain disaat mobil paling depan melakukan rem mendadak, dengan harapan orang yang secara tiba-tiba menyebrang itu bisa baik-baik saja. Tapi semuanya tidak semudah itu, pemuda itu terluka dan kecelakaan beruntunpun tak bisa dielak'kan.
Tama tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya sekarang. Bau asap dan anyirnya darah memenuhi rongga hidungnya. Seluruh anggota tubuhnya terasa sangat sakit. Ia terus berteriak karena memang sesakit itu rasanya. Orang-orang mengangkat tubuh Tama bersamaan dengan teriakan Tama yang samakin keras, karena semuanya semakin sakit disaat orang-orang melakukan itu.
Darah juga semakin banyak keluar dari tubuh Tama. Kepalanya pusing juga anggota tubuhnya yang semakin lemah mungkin melamah. Hidungnyapun mulai susah payah menghirup oksigen seger, karena area ini dipenuhi dengan asap. Telinga Tama terasa sangat pekak karena teriakan-teriakan dari orang-orang disekitar."KENAPA LAMA SEKALI AMBULANCENYA?! ORANG INI HAMPIR KEHABISAN DARAH!"
"TOLONG BANTU ANAK KECIL YANG TERJEPIT DIMOBIL ITU!"
"YA TUHAN! MOBILNYA TERBAKAR, TOLONG BANTU ANAKKU! DIA DIDALAM SANA!"
"BANTU KAKEK ITU UNTUK BERDIRI! BAWA DIA KETEPI DULU, SEBENTAR LAGI TIM MEDIS AKAN DATANG."
"TERLAMBAT! ANAK INI SUDAH KEHELINGAN NYAWANYA!"
Banyak orang yang terluka, teriakan kesakitan dari orang dewasa sampai tangisan kejang dari anak-anak kecil yang juga menjadi korban memunuhi area yang dipenuhi darah ini. Para polisi dan mobil-mohil ambulance mulai memenuhi area. Para pengendara dan orang-orang sekitar berlari kearea jalanan lebih dulu. Berusaha untuk menolong orang-orang yang sedang meregang nyawa sebisa mereka. Tapi tampak tidak dengan Dharma. Pria bersetelan jas dan perpayung yang berdiri beberapa meter dari tempat kejadian itu hanya diam tanpa ekspresi melihat kepanikan orang-orang sekitar. Tidak perlu menunggu lama, Dharma membalikkan badan dan berjalan dengan langkah yang tenang.
Semangat buat yang uas
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...