bab16

33 4 0
                                    

Jangan lupa voteee

Hari ini Tama datang kesekolah dalam keadaan terlambat, lagi. Ketika melewati koridor yang sepi karena semua orang ada didalam kelas, Tama dipanggil kepala sekolah. Diajak untuk pergi keruangannya. Sesampai disana Tama diberikan sebuah buku tebal dan kepala sekolah itu meminta Tama untuk mencari namanya diantara ribuan nama yang ada didalam buku itu.

"Cari kelas kamu terlebih dahulu."

Akhirnya Tama menurut, ia mencari kelas sebelas ipa satu, setelah itu mencari namanya diantara nama-nama murid kelas sebelas ipa satu. Tama tidak menemukannya, walau Tama sudah berulang-ulang mencarinya. Tama mendongak, melihat kepada sekolah itu dengan wajah yang bertanya.

"Nama kamu sudah tidak ada lagi didaftar siswa-siswi sekolah ini. " kepala sekolah itu menghela nafas berat. "Saya tidak tahu apa masalah kamu dengan keluarga kamu, tapi ayah kamu lah yang melakukan ini."

Tanpa mengucapkan sepatah katapun Tama bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan kepala sekolah dengan wajah datar.

Bisa-bisanya Dharma melakukan ini semua. Dharma adalah ayah yang paling kejam didunia ini. Tama melewati koridor dengan menuduk, menyembunyikan matanya yang mulai berair. Sakit sekali rasanya menerima kenyataan ini. Dharma tampaknya setuju jika Tama tidak lagi menjadi bagian keluarga Pranaja. Pria tua itu membiarkan Tama hidup terombang-ambing sendirian.

Tama mengangkat wajahnya, mulai hari ini kata Pranaja tidak ada lagi dibelakang namanya. Alvino Pratama, cukup itu saja. Lagipula, kata Pranaja dibelakang nama Tama hanya mendatangkan penderitaan didalam hidup Tama. Seharusnya Tama merayakan ini semua, tapi...alih-alih melakukan itu, Tama kembali menunduk.

"Tama!"

Tama menoleh kearah kesegerombolan orang-orang yang mengenakan seragam olahraga itu. Ada berbagai macam pandangan yang dilemparkan mereka semua kepada Tama. Tapi ada satu seorang gadis dengan rambut yang ia ikat dua, melambai-lambaikan tangannya dengan senyuman diwajah. Gadis itu berlari kearah kearah Tama, dengan rambut yang bergerak kekiri dan kekanan layaknya anak Tk.

"Lo ngapain mendekat ke predator anjir?"

"Mau gue patahin tulang lo," usai berkata seperti itu mario tertawa terbahak-bahak.

"Mau gue keluarin lo dari sekolah gue."

"Woi, Natasya? Dia bukan circle kita! Ngapain lo kesana?" Rinda berteriak, tapi diabaikan begitu saja oleh Natasya.

"Lo mau kemana nyandang-nyandang tas?"

Terlalu fokus kesegerombolan orang yang mengenakan seragam olahraga itu sampai-sampai Tama tidak sadar jika Natasya sudah ada didepannya. "Eh." Tama tersentak, sesaat setelah itu ia langsung melangkah pergi yang sukses membuat Natasya semakin penasaran.

"Eh, lo kenapa sih?" Natasya berusaha menyamakan langkahnya dengan Tama. "Nanti kita kemana lagi? Gue yang tratir deh kalau gitu. Eh btw, lo nggak masuk kelas? Bolos lagi ya? Bandel banget sih lo. Udah bego bandel lagi."

Tama menghentikan langkahnya, memandang Natasya dengan tajam yang sukses membuat gadis itu langsung terdiam dan sedikit ketakutan. Natasya menggaruk-garuk lehernya yang tidak gatal, melihat kesembarang arah agar ia tidak terlihat jelas tengah ketakutan.

"Jangan ikutin gue, ngerti?" ucap Tama penuh dengan penekan.

"Eh, tapi lo mau kemana?" menghiraukan perintah Tama, kini Natasya kembali mengikuti Tama sembari bertanya-tanya. "Lo nggak masuk kelas? Kita nggak bakal ngebully lo lagi kok, gue jamin serius."

Lagi-lagi Tama memandangnya dengan tajam.

"Se-serius." Natasya mengangkat tangannya dengan jari yang membentuk huruf V dengan takut-takut. "Lo kenapa? Kemarin baik-baik aja."

"Gue nggak kenapa-kenapa! Jadi jangan ikutin gue! Gue risih diikutin sama lo terus! Satu lagi--" Tama memberi jeda pada ucapannya. "Lo itu bukan siapa-siapa gue, bukan teman gue! Jadi jangan terlalu ikut campur dengan urusan gue!"

Natasya terpaku. Gadis itu adalah tipikal yang mudah menganggap orang sebagai temannya, terlebih kemarin ia menghabiskan waktu bersama Tama. Karena kemarin, Natasya bisa menepis hal-hal buruk mengenai Tama. "Gue pikir kita teman, karena kita pergi main bareng kemaren," kata Natasya dengan suara lambat. "Sebenarnya gue nggak gangguin lo. Gue mau bilang, kalau gue nemuin lembaga yang bakal ngadain lomba ngelukis. "

"Lupain yang kemarin! Lupain apa yang gue bilang ke lo kemarin! Dan jangan ikut campur dalam hidup gue! Satu lagi, gue bukan teman lo, begitupun dengan sebaliknya!"

"Lo ngebentak dia!" Rinda datang, dengan wajah marah. Memegang tangan Natasya yang entah sejak kapan bergetar, perlahan-lahan gadis itu menangis, menyembunyikan wajahnya dipundak Rinda. Tidak tidak, ini semua tidak dibuat-buat. Natasya memang tidak tahan dibentak-bentak seperti ini. Memang, Rinda dan Zaky sering membentaknya, tapi tidak seserius dan keterlaluan seperti yang dilakukan Tama barusan.

Melihat Zaky dan Kara berlari untuk mendekat, Tama lebih dulu pergi menjauh dari Rinda dan Natasya yang masih menangis. Menulikan telinga dari umpatan-umpatan Rinda yang ditujukan kepadanya.

Semuanya terasa campur aduk, Tama tidak bisa menjelaskannya. Saat ini Tama hanya ingin berteriak sekencang-kencangmya sembari mengacak-ngacak rambutnya. Untuk kedua kalinya Tama bermasalah dengan orang dikelasnya. Mereka semakin membenci Tama. Hari ini secara bersamaan Tama tidak hanya kehilangan keluarganya, namun juga teman yang baru ia temukan kemarin, Natasya. Tama tidak punya siapa-siapa lagi, kecuali...Tio dan yang lainnya, mungkin.

Ada apa aja hari ini? Yuk komen

Lukisan Untuk Tama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang