11

31 2 0
                                    

Vote ya hehe

Tama berada dalam masalah saat ini. Wanita sialan itu mengancam Tama, jika Tama tidak membayar akan disebarkannya vidio itu. Sialnya lagi, kartu kredit Tama diblokir oleh Dharma tanpa sepengetahuan Tama. Tidak ada tempat untuk Tama meminta pertolongan, selain...Tio.

Pukul sembilan pagi masih dengan pakaian yang sama dengan semalam, Tama pergi kerumah kosong yang jauh dari permukiman rumah warga. Tama masih ingat, jika Tio berkata kemarin jika ia sering pergi kesini. Jadi, Tama berharap pria sialan yang telah meninggalkannya malam itu datang kesini. Tama akan menunggunya.

Tepat pukul satu, pria dengan seragam sekolah itu tiba dengan wajah yang tidak beda jauh berbeda dari kemaren, kaget. "Lah, ngapain disini? Nggak mau pulang lo? Kalau gitu kenapa nggak ke apart gue aja?"

"Kenapa lo ninggalin gue, lo ngejebak gue?"

"Hah?" Tio diam beberapa saat, mencoba mencerna perkataan Tama barusan. "Kan lo sendiri yang nyuruh gue balik duluan."

Tama jelas kaget dengan pernyataan Tio. "Gue yang nyuruh lo pergi duluan?!"

Tio mengangguk sembari mengeluarkan rokok dari saku celananya.

"Lo tadi malam mabuk, ya?" sesaat setelah itu bibirnya mengapit sebatang rokok dan membakarnya menggunakan korek api. "Lo emang minum malem tadi? Gue liat lo duduk aja liatin orang-orang. "

"Lo tau, gue berakhir disebuah kamar sema cewek!"

Mau tau reaksi Tio? Pria itu malah tertawa terbahak-bahak.

"Kok lo malah ketawa! Gue dalam masalah. Tu cewek minta uang ke gue, nggak kecil."

Wajah Tio kembali serius, tampaknya kejadian ini tidak disengaja oleh Tama. Ini semua adalah kecelakaan dikala Tama mabuk. Tio pikir Tama melakukan semuanya dengan sengaja layaknya teman-temannya. "Sebelumnya nih, gue udah nyeret lo pulang, tapi lo gamau. Terus lo malah narik cewek yang ada didekat lo, gue ikutin tapi lo malah masuk kekamar. Gue pikir lo ngelakuin itu dengan sadar, karena gue nggak liat lo minum." Tio memberi jeda. "Tapi kalau lo bayar tuh cewek lo bakal aman-aman aja kok. Ngomong-ngomong soal uang yang dimintanya, lo bisa bayar 'kan?"

"Semua kartu gue diblokir sama bokap. Kalau gue minta sama bokap bisa mati gue. Pulang-pulang langsung minta uang. Gue juga udah dua hari nggak masuk sekolah. Jangankan uang, makan aja nggak bakal dikasih gue."

"Jujur gue nggak bisa minjemin uang ke lo. Karena lo tau sendiri lah kan, kalau uang gue bukan dari bokap, tapi dari uang pensiunan kakek gue yang nggak seberapa. " Tio berdecak. Memilih termenung sejenak untuk memikirkan jalan keluar. "Tapi 'kan, bokap lo kaya, ya. Pasti uangnya banyak banget dong, gue rasa dia nggak bakal tau kalau uangnya berkurang." Tio menaik turunkan alisnya.

"Gila aja." Tama kurang yakin.

"Ya terus gimana? Gue ajak yang lain buat bantu deh, mereka kalau ngelakuin hal-hal kayak gitu pasti seger." Tio tersenyum miring, dikala Tama tampak memikirkan ucapannya.

"Oke."

   

Malam telah tiba. Semuanya berkumpul dirumah kosong yang jauh dari pemukiman itu. Tama pikir Tio bercanda dengan dengan ucapannya yang tadi. Karena mustahil rasanya mereka yang tidak dekat atau bahkan tidak mengenali Tama begitu pun dengan sabaliknya rela melakukan hal yang membahayakan diri mereka sendiri. Jika ketahuan, Dharma tidak akan ragu sedikitpun untuk memenjarakan mereka semua. Tama juga tahu, jika Dharma memiliki koneksi dan power dimana-dimana, ia bisa dengan mudah melakukan apa-apun. Baru saja Tama sudah mengatakan itu kepada mereka semua yang mengenakan topi hitam itu, tapi mereka bersikap acuh tak acuh saja sambil menghisap rokok. Sama sekali tidak memperdulikan resiko yang mungkin menimpa diri mereka, padahal mereka tidak mendapatkan untung sedikitpun dari ini.

Lukisan Untuk Tama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang