17

28 4 0
                                    

Suara erangan yang keluar dari mulut Tama memenuhi ruangan kecil tanpa penerangan sedikitpun itu. Balik dari sekolah tadi Tama langsung datang ketempat yang biasa didatangi oleh Tio dan kawan-kawan. Tama terlalu malas untuk semakin terluka dengan kejadian disekolah tadi, karena itu setelah rokoknya habis ia langsung tidur. Malam hari entah pukul berapa ia terbangun. Sembari menguap dengan suara  yang cukup keras Tama meraba-raba benda pipih yang ada didalam tasnya. Mengabaikan panggilan tak terjawab dari Tio yang terpampang jelas di lookscreen, Tama memilih untuk menghidupkan penerang dari ponsel dan langsung pergi dari tempat entah kenapa jadi menyeramkan.

Tidak ada tempat pulang selain apartemen Tio. Saat membuka pintu apartemen Tio Tama terkaget, ternyata sudah banyak anak-anak didalam sana. Tidak seperti biasanya, dan....tatapan mereka sedikit berbeda dari biasanya. Mengabaikan itu semua Tama beralih memandang Tio yang entah sejak kapan menyingir seperti kuda.

''Yok." 

Mereka semua berdiri dan mengenakan jaket masing-masing. Satu kata yang diucapkan Tio tadi layaknya intruksi untuk mereka semua.

"Lo ikut." Tio menepuk bahu Tama.

Tama berdecak, tujuannya kesini untuk mandi dan menenangkan pikirannya yang carut marut. "Gue capek."

Terdengar decakan dari salah satu diantara meraka. 

Mendengar itu dan melihat wajah kesal mereka, Tama menghela nafas sebelum ia keluar mendahului mereka yang saat ini saling pandang.

***

Wanita dengan pakaian terbuka itu menepi dari jalanan diiringi dengan sorak sorai orang-orang bersamaan dengan deru motor yang bersahut-sahutan. Dua orang yang dibalik helm fullface itu saling pandang dengan sinis, tangan mereka terus-terusan menarik gas motor besar yang ditunggangi.

wanita itu mengangkat bendara tinggi-tinggi. orang-orang berteriak sekencang-kencangnya memberi semangat kepada jagoan mereka. Deru motor masih terdengar dengan jelas, walau sudah melaju menjauh dari garis start. Dengan motor dengan kecepatan tinggi Tio menyempatkan diri untuk melihat kearah spion kanan. Dari balik helm fullface berwarna hitam itu Tio tersemyum miring dan menambah kecepatan laju motornya, ternyata lawannya-Elang masih jauh tertinggal dibelakang.

ditengah keramaian dan bising suara knalpot diikuti dengan teriakan orang-orang Tama mengumpat. Kesal sekali rasanya, ternyata Tio membawanya untuk menonton balapan liar yang diikuti oleh pria sialan itu. Tama sama sekali tidak tertarik dengan ini, walau Tio sekalipun yang menjadi pemain. Tama juga tidak akan berteriak-teriak seperti yang lainnya, walau Danu sedari tadi memintanya untuk itu, mending Tama melukis saja didalam gudang daripada menonton ini.

Saat Tama hendak berbalik meninggalkan lokasi, suara denyitakan dan gesekan roda motor tiba-tiba memenuhi area ini. Tama langsung berbalik menghadap kesumber suara, tapi ia tidak bisa melihat apapun karena kepulan asap putih itu menghalangi pandangan, yang jelas teman Tio berteriak sekencang-kencangnya sembari bertepuk tangan. Mengabaikan lawan yang mengalami kecelakaan tunggal, mereka semua malah berlari mendekat ke Tio yang baru saja melewati garis finish.

Tio tersenyum penuh kemenangan saat membuka helm yang menutupi kepalanya sedari tadi. "Tahan-tahan," ucap pria itu dengan tangan yang terangkat saat mereka semua mendekat dan hendak mengangkat tubuhnya untuk merayakan kemenangan.

"Mantap, Bro! Shania milik kita!" pria dengan tubuh gemuk itu berbicara dengan wajah yang bersinar dan penuh dengan gelak tawa.

"Shania?" Tama yang awalnya tidak peduli dengan ini semua tersentak saat mendengar sebuah nama yang tidak asing itu disebut oleh mereka.

Mereka semua diam dan saling pandang, saat Tio hendak membuka mulut gerombolan orang datang yang secara tiba-tiba membuat keadaan kembali menjadi ribut.

"Kali ini lo cuman beruntung," ucap Elang dengan wajah dan siku yang penuh dengan luka dan goresan. "Jangan senang dulu."

Tio tertawa terbahak-bahak. "Sesulit itu ngaku kalah, bro?" masih dengan tawaan Tio menepuk-nepuk bahu Elang, membuat pria itu semakin kesal dan langsung menepis tangan Tio.

"Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, cok!"

"Sabar aja, mungkin lo sedang menghabiskan jatah gagal lo yang sebenarnnya nggak bakal habis-habis." 

Setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak, meremehkan Elang dan kawan-kawannya yang saat ini tidak berkutip lagi.

"Dia buat lo." seseorang datang, mendorong seorang gadis berambut tergerai panjang dengan pakaian yang terbuka dan sepatu hak tinggi yang terpasang dikakinya. Karena dorongan yang dilakukan pria tadi, gadis itu tersungkur tepat didepan kaki Tio, seakan gadis itu bersujud kepada Tio.

Tio mundur selangkah, memandangi gadis itu kemudian beralih ke Tama yang entah sejak kapan terpaku layaknya patung dengan pandangan yang jatuh kegadis itu. Sadar sedang diperhatikan Tio, Tama mengalihkan mata elang miliknya ke pria yang saat ini sangat pantas disebut seorang munafik. Gertakan yang diberikan Tama kepada Tio cukup menjelaskan kemarahan Tama kepada pria itu.

"Bawa dia."

Seseorang langsung menarik lengan Shania. Gadis iu berdiri dengan lunglai serta rambut berantakan yang menutupi sebagian wajahnya. Luka dilututnya karena dorongan pria tadi mengeluarkan darah. Sakit sekali sepertinya, tapi gadis itu terlihat tenang dan tidak mmpermasalahkan luka yang kini sudah mengeluarkan banyak darah itu, karena gadis itu saat ini sedang mabuk.

"Bawa kemana?" tanya pria berbadan gemuk itu saat berhasil merangkul Shania yang tampak lemah itu.

"Bawa kemobil dulu, nanti gue kirim lokasinya," ujar Tio dengan santai sembari mengeluarkan ponsel dari saku jeans yang dikenakannya.

"Gue udah dapat apa yang kalian mau, udah bereskan masalahnya?" Tio berucap kepada orang yang ada diseberang sana. "Tenang, aman-aman. Yang lain udah otw ketempat kalian." Sesaat sesudah menyudahi telepon, Tio membawa Tama untuk menjauh dari area yang masih dipenuhi orang-orang. 

Tama dengan wajah tenang seperti biasanya duduk dan menengadah kepada langit yang dipenuhi oleh gepulan-gepulan awan hitam. Langit malam diciptakan sangat indah dengan bulan dan taburan bintang, tapi... kenapa awan hitam yang membawa petir dan hujan itu menutupi keindahan langit malam? Layaknya hidup yang katanya penuh dengan kebahagian tapi dihancurkan oleh masalah-masalah dan hal-hal yang menciptakan luka dihati sang empu.

Dibawah langit malam yang mulai menjatuhkan rintih-rintik air Tama bertanya dari dalam hati, kapan ia akan bahagia? kenapa ia dikelilingi oleh orang-orang yang tidak tulus? goresan dan luka dihati Tama belum hilang, bahkan keringpun belum, tapi... kenapa harus ada luka baru lagi? Dibawah langit malam yang beberapa menit yang lalu mengeluarkan kilatan, Tama bertanya, kenapa luka itu datang tanpa permisi? kenapa luka itu tidak menunggu luka yang sebelumnya untuk kering dulu? Perlahan-lahan Tama menunduk, seakan ia tengah menyerah pada keadaan.

Haii semangattt
Sehat2 jiwa dan raga gays






Lukisan Untuk Tama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang