Jangan lupa vote hehe
Pemuda dengan seragam yang jauh dari kata rapi itu berjalan dengan langkah yang lebar, sampai pada akhirnya ia menarik kerah baju seseorang dari belakang. Sontak orang dengan seragam yang rapih itu terkaget dan berbalik kebelakang dengan mata yang melotot.
"Vino?!"
"Apa Tama sayang?" pemuda yang dipanggil Vino itu tersenyum manis, tangannya terangkat mengelus rahang tegas milik Tama yang langsung ditepis dengan kasar oleh siempu.
"Gue udah berbaik hati ya, nggak ngelaporin semua kelakuan lo ke bokap lo." ekspresi Vino berubah detik itu juga. "Sekarang lo nggak bisa kabur lagi!" cepat-cepat Vino menarik tangan Tama, tapi pria yang lebih tinggi itu memberontak.
Vino adalah anak yatim piatu yang bersekolah di SMA Dharma putra. SMA swasta dengan uang bulanan yang sangat mahal. Itu semua berkat Dharma, pria yang berstatus sebagai anak pemilik sekolah itu sengaja menggratiskan biaya pendidikan untuk Vino, dengan imbalan Vino mau diperintah apapun serta melaporkan bagaimana Tama menjalankan hari-hari disekolah.
"Sialan! Lo niat nggak sih jadi ketua OSIS? Asal lo tau aja ya--" Vino melihat kekiri dan kekanan sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue hampir mati dikejar anjing penjaga sekolah karena--"
"Diem lo!" sentak Tama, dengan wajah waspada serta pandangan melihat kesekitar.
Vino tertawa terbahak-bahak. "Takut banget kecurangannya kebongkar." Vino tertawa geli.
Ini semua masalah pemilihan ketua OSIS. Siapa juga yang ingin memberikan hak suaranya untuk Tama yang jelas-jelas menyebalkan dimata mereka semua, bahkan separuh dari mereka tidak memilih Tama. Mungkin hanya siswi kelas sepuluh yang tengah pubertas saja.
Itu semua berkat usaha dan kerja keras Vino melakukan kecurangan atas perintah Dharma.
"Pergi keruang osis sekarang atau nggak lo gue laporin!" ancam Vino, wajah Vino kembali berubah menjadi serius.
"Lo yang gue laporin! Lo nggak pernah masuk!"
"Tapi bokap lo lebih percaya sama gue dibanding lo. Cepat pergi keruang OSIS, nggak ada alasan buat lo ngelak lagi. Pusing gue ditanya-tanya bokap lo." Vino menyandarkan bahunya ketembok dengan tangan yang dilipat di dada. "Sama bokap lo minta gue tadi buat bilang ke lo kalau nanti pas pulang sekolah langsung pulang."
"Dia bilang gitu?" tanya Tama yang dibalas anggukan oleh Vino.
Tama tersenyum getir, kadang ia bingung bagaimana pola pikir Dharma. Ia meminta Tama untuk pulang cepat agar bisa bertemu dengan rekan kerja perusahaan, tetapi ia juga menitipkan amanah kepada Vino mengenai rapat OSIS yang harus Tama hadiri dengan waktu yang sama. Entahlah Tama muak. Kadang waktu dua puluh empat jam tidak cukup untuk Tama menjalankan semua aktivitas yang dijadwalkan oleh Dharma. Selalu saja begini, yang nantinya Dharma mengeluh kenapa Tama tidak becus melakukan apapun.
Tama menghela nafas berat. "Lo tau apa yang perlu lo urus?"
Vino mengangkat dagu sebagai tanda tanya, lalu ia mengikuti arah pandang Tama.
"Itu bukan urusan gue." Vino memberi jeda. "Gue sebenarnya juga malas ngurus lo. Kalau nggak digaji, ogah banget gue ngurus hidup lo yang penuh drama gini."
Pandangan Tama masi terpaku kearah yang sama sejak satu menit lalu. Dikursi besi itu terlihat Shania tengah tertawa lepas bersama Rendy, pacarnya. Shania dibebaskan oleh Dharma melakukan apapun dan kemanapun yang ia suka, karena Shania bisa memenuhi semua keinginan Dharma. Tapi Dharma melarang keras Shania perpacaran, karena itu bisa menggangu proses belajar gadis itu. Tapi lihatlah, gadis bersurai coklat itu melanggarnya. Jika Dharma tau Tama yakin Dharma akan menghabisinya, karena Dharma sangat benci dibohongi dibelakang.
Tama tersentak kala Vino menepuk bahunya. "Terserah lo mau keruang osis apa nggak, lo yang nanggung semuanya. Tapi seenggaknya lo berempati ke Jeno yang nyari-nyari lo. Seenggaknya lo bertanggung jawab sama jabatan lo." setelah ini Vino berlalu begitu saja.
Setelah kepergian Vino Tama juga melangkah. Ia harus menemui Vino dan meminta agar rapat diundur, dan ini untuk terakhir kalinya. Setelah itu Tama akan pulang dan ikut pergi bersama Dharna bertemu dengan rekan kerja perusahaan. Tapi, tiba-tiba langkah Tama terhenti kala tangan dengan jari lentik itu melingkar dilengannya. Tama berdecak, menepis tangan itu, lalu pergi begitu saja tanpa berniat melihat wajah gadis bersurai coklat itu. Karena Tama sudah tau itu Shania. Seperti hari-hari sebelumnya, Shania pasti membujuk Tama agar tidak mengatakan apa yang ia lihat tadi ke Dharma.
Tama tidak dekat dan tidak ingin dekat dengan Shania. Jangankan berbicara atau melemparkan senyuman saat berpapasan, menolehpun rasanya Tama enggan walau mereka tinggal satu rumah. Rasa benci itu muncul karena rasa iri yang dipendam Tama terhadap gadis itu. Dari kecil, Tama selalu diperlakukan berbeda dengan Shania oleh Dharma. Tama dikurung dikamar untuk belajar sedangkan gadis itu dibebaskan untuk tertawa lepas diluar ruangan. Semuanya tidak adil.
🐼🐼🐼
Saat aku kuliah aku selalu ngeluh capek banget, bahkan aku sampai mikir kapan aku bisa senang2nya kalau gini? Kadang pengen banget begadang cuma sekedar scrool instagram sepuasnya, tapi itu selalu aja nggak bisa, entah karena tugas yang bajibun atau karena besok ada kelas pagi.
Tapi kali ini sudah lebih satu bulan aku libur. Aku menghabiskan waktu dirumah dengan ngga ngapa2in, aku juga nggak punya banyak uang untuk liburan. Tapi ini yg aku inginkan selama ini, terbebas dari tugas-tugas atau bangun pagi hanya untuk menghadiri kelas pagi dengan bobot 2sks. Ternyata, ini semua tidak semenyenangkan itu. Bahkan aku lebih memilih kuliah berbaur dengan lingkungan yang tidak cocok denganku dibandingkan dengan dirumah, bangun siang, rebahan sambil scrool instagram
Dari sini aku belajar, jika suatu yang kita damba2kan itu belum tentu lebih baik dibandingkan hal yang sedang kita jalani. Jadi, tetap jalani apa yang ada sekarang dengan keras yang tentunya akan membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan aku juga sadar, tidur dengan keadaan yang lelah nikmat sekali rasanya dibandingkan tidur disaat mengantuk setelah liburan, rebahan, atau setelah scrooling instagram/tiktok. Jadi harus banyak2 bersyukur walau menjalankan aktivitas yang melelahkan. Karena pada nyatanya, kita pasti diberi jeda untuk beristirahat walau sebentar. Tapi aku pikir itu lebih baik, dibandingkan dirumah cuman rebahan, scrool instagram/tiktok, nonton youtube atau apapun itu yang jelas2 tidak bermanfaat untuk diri kita, bahkan bisa saja itu membuat/membangun rasa malas pada diri kita yang nantinya menjadi kebiasaan untuk kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...