Zaky membawa Tama kerumah yang ditempati oleh orang tuanya sebelum bercerai, setelah keduanya menikah lagi mereka tinggal dirumah baru bersama pasangan mereka masing-masing, sedangkan Zaky memilih tinggal dirumah neneknya. Akibatnya rumah ini tidak berpenghunyi dan inilah menjadi alasan mengapa Zaky membawa Tama kesini. Pria itu akan aman disini.
"Lo percaya gue ngebunuh Shania?"
Zaky yang sebelumnya sibuk dengan ponsel yang ada ditanganya, kini memandang seorang pria bermata yang sembab itu.
"Lo percaya sama gue 'kan?" tidak ada jawaban dari Zaky membuat Tama kembali bertanya.
"Buat apa gue percaya sama pembunuh?" setelah itu Zaky bangkit dari tempat duduknya, berjalan kearah pintu, lalu menghilang sesaat setelah membuka pintu besar itu.
"Terus ngapain lo ngebawa gue kesini?!" Tama berteriak, tapi tidak ada jawaban dari Zaky, hanya suara deru mobil yang terdengar.
Tama bangkit dari duduknya, berjalan kearah pintu jendela model lama itu. Cuaca tidak cerah dan juga tidak mendung, biasa saja. Begitupun dengan angin, tiupan sepoi-sepoi saja. Tapi semuanya mengapa seolah-olah menjadi berduka seperti ini? Mengapa hari ini tidak cerah atau tidak hujan seperti biasanya? Mana angin kencang atau petir dan kilatan itu? Suasan seperti ini semakin membuat Tama merasa sedih.
Dalam gelap rumah Zaky, Tama terus bertanya-tanya didalam hatinya. Apakah Shania benar-benar mati? Dia dibunuh? Siapa pelakunya? mengapa orang-orang menuduhnya? Tama tidak melakukan apapun, setelah berdebat ia langsung pergi meninggalkan kakaknya. Nama gadis yang ingin Tama lenyapkan dari pikiran sekarang kembali memenuhi kepalanya, perlahan-lahan benda-benda runcing itu menusuk-nusuk hulu hati Tama. Sakit sekali rasanya. Bayangan-bayangan bagaimanan orang-orang terdekat menyalahkannya, bagaimana rombongan orang-orang berseragam mengejarnya dengan pistol ditangan kembali mengahantui. Air mata itu kembali berderai. Badan yang sudah tidak tegap itu jatuh kelantai, dan sang empu yang penuh dengan luka itu memeluk dirinya sendiri dengan isakan tangis.
Tama sangat menyayangi Shania, walau ia tampak tidak peduli dengan gadis itu. Tama tidak suka jika kakaknya mendapatkan sebuah piagam, tapi nyatanya hati Tama selalu tersenyum kala kakaknya meraih itu. Bahkan diam-diam Tama pernah meneruh coklat kedalam tas Shania kala gadis itu memenangkan sebuah oliampiade. Diam-diam Tama selalu mengawasi gadis itu disekolah, bahkan Tama pernah hampir mati melawan orang yang berani menjadikan Shania bahan taruhan waktu disekolah. Dan terakhir, Tama juga hampir mati karena menyelamatkan gadis itu.
Tama tidak suka jika ada yang menyakiti Shania. Saat mengetahui jika Shania sering pergi kekelab malam hati Tama benar-benar hancur, diam-diam ia mencari tahu mengapa Shania melakukan itu. Tama tidak menemukan jawabannya, Tama ingin bertanya kepada gadis itu secara langsung, namun Tama ingin mencari waktu yang pas dulu. Tapi...ini semua terjadi sebelum Tama menemukan waktu yang pas itu. Bahkan Tama belum percaya dengan semua ini.
Ini semua hanyalah mimpi. Tama berusaha untuk tidur, nanti setelah ia bangun semuanya akan kembali seperti sebelumnya, dan ia bisa memeluk Shania, karena Tama belum pernah memeluk gadis itu sekalipun. Tapi ini semua bukanlah mimpi, ini semua nyata.
Zaky datang dengan tangan yang penuh dengan kantong plastik yang baru saja ditaruhnya diatas meja, alis pria itu terangkat kala Tama datang menghampirinya.
"Anterin gue ke makam Shania sekarang." pria itu berucap secara tiba-tiba. "Dia udah dimakamin kan? Dimana? kasih tau gue sekarang!"
Zaky menghela nafas berat. "Lo itu buronan sekarang, mau lo dipenjera?" Zaky diam sejenak. "Jangan coba-coba keluar dari pintu rumah ini. Gue juga bisa kena masalah juga jadinya."
Mata Tama mulai kembali berair, saat mendengar jika ia tidak bisa kemakam Shania. "Terus gue nggak bisa ngeliat makam kakak gue gitu?" perlahan-lahn air mata pria itu kembali berderai. "Apa salah gue?" Tama mulai terisak. "Zak, lo percaya sama gue 'kan? gue nggak ngebunuh Shania, kenapa orang-orang nyalahin gue? Bahkan gue nggak dibolehin kemakam kakak gue sendiri. "
Mendengar jika kakaknya dibunuh sudah membuat hati Tama hancur berkeping-keping, dan...beberapa detik setelah Vino mengatakan itu, pria itu malah mengatakan jika Tamalah pelakunya dan semua orang termasuk keluarganya sendiri juga mengatakan itu. Tidak ada yang tahu bagaimana hancurnya hati seorang pria yang saat ini sedang terisak itu.
"Gue percaya lo nggak ngelakuin itu." Zaky hendak memaleluk pria yang sudah sangat lelah itu, tapi tubuh lemah itu lebih dulu jatuh kelantai dalam keadaan yang masih terisak. Mulut pria itu terus berucap, "Gue nggak ngebunuh." ia berucap berkali-kali. "Anterin gue kepemakaman kakak gue."
Hati Zaky juga ikut merasakan sesak. Dihapusnya air mata yang baru jatuh kepipi, setelah itu ia berjongkong, menepuk-nepuk bahu Tama.
"Ada gue." begitu katanya dengan air mata yang entah kenapa semakin deras keluar, padahal ia sudah berusaha untuk menahannya.
"Gue nggak ngebunuh kakak gue, Zak. Gue nggak sejahat itu."
"Gue percaya. " Zaky menghapus air matanya. "Seenggaknya ada orang yang percaya sama lo."
"Please, anterin gue kemakam Shania."
"Gue nggak bisa...ntar lo yang kena."
"Kenapa gue nggak dibolehin kemakan kakak gue sendiri?"
Zaky juga ikut menangis seperti yang dilakukan Tama. Zaky pikir hanya ia yang hidup penuh dengan luka dihati, tapi ia keliru, ada Tama yang lukanya lebih banyak. Walau pria itu tampak sudah tidak sanggup lagi manahan torehan-torehan luka saat melewati hari-hari yang begitu berat. Dengan pandangan nanar kepada pria yang masih menangis itu, Zaky berharap dari dalam hati, semoga luka pria itu lekas mengering dan tidak ada luka baru lagi yang tertoreh disana.
Disaat tangis itu mulai mereda, Zaky membawa Tama kedalam peluknya. Menepuk-nepuk punggung yang lemah itu layaknya pemilik punggung itu adalah sahabat yang sudah lama ia kenal. Lagi-lagi Zaky mengeluarkan kalimat seperti sebelumnya, mengatakan jika ia percaya jika Tama tidak melakukan hal sejahat itu. walau...sepenuhnya ia tidak percaya dengan itu. Karena, kata orang, Tama adalah orang yang terakhir bersama Shania. Tapi... Pria itu punya banyak luka, Zaky tidak tega meninggalkan pria itu sendirian. Zaky tidak akan membiarkan pria itu menghadapi ini semua sendiri. Walau...niat untuk membawa Tama kepenjara terus terbesit dalam hati Zaky. Karena, bagaimanapun, pria yang terisak dalam dekapannya adalah seorang pembunuh.
B-)B-)B-)
Nggak tau kenapa, aku kok kayak ngerasa dibenci gitu yaa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Novela JuvenilBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...