"Gimana happy kan habis menang tanding? Dapet cewek lagi." lama saling diam, kini Tama mengeluarkan suara. "Yaa...walau ceweknya pelacur sih." Tama menengadah kelangit yang malam ini tidak dihiasi oleh bulan dan taburan bintang karena tertutup gempulan-gempulan awan hitam. "Jaman sekarang emang gitu, ya? Perempuan diperlakukan seeanaknya layaknya mereka boneka, lupa kalau kita lahir dari perjuangan perempuan." Tama melanjutkan ucapannya dengan pandangan tetap kelangit yang kini sudah menjatuhkan rintik-rintik kecil air.
Langit yang diciptakan indah dengan bulan dan taburan bintang, kali ini terlihat menyeramkan dengan awan hitam pekat dan kilatan yang diikuti dengan sambaran petir. Tidak adil memang. Semuanya diciptakan indah, tapi dirusak oleh hal-hal diluar kendali. Layaknya hidup yang seharusnya indah dan penuh dengan kebahagian, tapi ada banyak hal yang diluar kendali menggores luka dilubuk hati. Membuat sang empu lupa caranya bersuyukur. Hanya berteriak kesakitan dari dalam hati dan mengumpati tuhan yang katanya baik.
"Tapi, sejak kapan lo suka sama perempuan yang udah jadi piala bergilir itu?" Tama beralih ke Tio, memandang pria itu dengan alis yang terangkat.
Tio menghela nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkan udara dari mulutnya. "Gue ngelakuin ini ke Shania bukan tanpa alasan."
"Tapi lo tau Shania itu siapa?"
"Lo nggak suka sama dia 'kan? Lo benci sama dia dari dulu 'kan?"
"Lo tau dia siapa?"
"Gue lagi ada masalah."
"Gue tanya, lo tau dia siapa?"
"Tau, kakak lo."
"Kalau lo tau dia kakak gue, kenapa lo ngelakuin ini?! Kenapa lo jadiin dia bahan taruhan, anjing?!"
Tio langsung berdiri dari duduknya, memandang Tama dengan mata yang tidak kalah tajam. Tentu saja ia terkejut kala Tama meninggikan suara dan mengumpatinya. Apa pria itu lupa siapa yang membantunya selama ini? "Gue bilang gue ada masalah! Seharusnya lo bisa ngerti sama kayak gue yang ngertiin lo kalau ada masalah!"
"Tapi nggak gini, lo ngelewatin batas!"
"Ngelewatin batas?" Tio tersenyum miring. "Bahkan gue selalu ngelewatin batas buat bantuin lo. Gue ngehalalin semua cara buat bantuin lo. Tapi kenapa, saat gue ada masalah lo malah ngeribetin ini semua. Menurut gue ini semua nggak perlu dipermasalahkan."
Tama Langsung mendaratkan tinjuannya ke Tio. "Nggak perlu dipermasalahkan? Kakak gue nggak ada hubungannya dengan masalah lo itu! Lo keterlaluan!" lagi dan lagi, tinjuan itu kembali didaratkan Tama ke pria sialan yang ada didepannya.
Area yang sudah ditinggalkan oleh pengunjung sejak satu jam yang lalu itu dipenuhi suara dengan tinjuan. Langit yang tadinya hanya menjatuhkan rintik-rintik kecil, kini mulai menjatuhkan air dengan deras diikuti dengan gelega petir dan kilatan. Sama seperti Tama, langit tampaknya juga marah dengan apa yang dilakukan Tio.
Darah segar dari ujung bibir dan pelipis Tio mengalir bersamaan dengan air yang jatuh kewajahnya. Entah apa yang lucu, pria itu tertawa terbahak-bahak. "Gue yang ngajarin lo buat bisa ninju orang, malah lo pake buat ninju gue!" tentu saja Tio tidak terima dengan tinjuan dan teriakan yang diberikan Tama kepadanya.
Tio melawan dengan kemampuan bela diri yang tentu saja jauh lebih baik dibandingkan Tama. Tama meninjunya, maka Tio akan akan meninju pria itu jauh lebih keras. Lihat saja, belum sampai sepuluh menit dia sudah berhasil menduduki punggung pria itu dibawah derasnya hujan.
Tio tertawa terbahak-bahak sembari mengibas rambutnya yang basah kebelakang. "Gue sebenarnya mau ngembaliin semuanya kayak awal, cuma gue berubah pikiran karena apa yang lo lakuin ke gue saat ini. " Tio bangkit sesaat setelah menendang Tama. "Ternyata ada ya, orang yang nggak tau terimakasih kayak gini. Semuanya gue lakuin buat lo. " Tio duduk tepat dimana mereka duduk tadi, tapi saat Tama berdiri dan dari gerak-geriknya bisa dibaca oleh Tio kalau pria itu hendak menyerangnya lagi.
"Bener, semuanya lo lakuin buat gue. Makasi. Tapi gue nggak terima kakak gue sendiri lo giniin, anjing!"
Tama kembali menyerang Tio. Saat Tio meninjunya, cepat-cepat Tama menahan tangan pria itu dan memelintirkannya kebelakang. Mengebaikan teriakan kesakalitan dari Tio, Tama mendorong tubuh pria itu ke pohon besar yang berjarak dua atau tiga langkah dari tempat mereka dengan posisi tubuh bagian depan Tio menghadap kepohon itu. Teriakan bahkan kata ampun yang keluar dari mulut Tio Tama abaikan, memilih untuk meninju dan terus mendorong tubuh Tio yang sudah menabrak pohon.
"Bilang sama gue kemana kakak gue lo bawa?"
"Gue nggak tau."
"Nggak tau, hmm?" Tama semakin mendesak tubuh Tio kepohon, nafas pria itu semakin kesini semakin tersenggal-senggal. "Kemana lo bawa, anjing."
"Gue nggak tau alamatnya, serius. Gue cuman dapat share lokasi dari si Alex."
Tama mengumpat, dirogohnya celana Tio dengan susah payah, mengambil ponsel, dompet, dan kunci motor dari dalam sana. Setelah mendorong Tio sampai tersungkur ketanah, Tama langsung berlari kearah motor milik Tio yang tidak jauh dari tempat mereka. Tama mengendarai motor itu dengan sangat cepat dibawah derasnya hujan disertai petir dan kilatan yang bisa saja menyambar dirinya, dan... Itu sebenarnya yang Tama harapkan.
Jangan lupa vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...