Untuk kesekian kalinya lagi-lagi Dharma bangun dari tidurnya, diliriknya jam dinding kamar sebelum berlalu keruangan tengah untuk menyalakan telivisi.
Siaran telivisi dipenuhi oleh berita mengenai kecelakaan yang terjadi sore tadi. Salah satu anggota keluarga Pranaja yang menjadi tokoh utama dalam kejadian ini dinyatakan meninggal dunia sebelum tiba dirumah sakit. Beberapa kali Dharma mengganti siaran telivisi, tapi berita mengenai kecelakaan yang memakan banyak korban itu yang terus ditayangkan.
Dharma mematikan siaran telivisi dengan pembawaan yang tennag seperti biasa, ia berjalan ke balkon apartement yang ditempatinya malam ini. Suasana malam ini masih sama dengan suasana kemarin, langit mendung dan udara dingin yang sama sekali tidak disukai oleh Dharma. Dharma menguatkan pegangannya pada tepian balkon sebelum ia pergi dan menutup kembali pintu kaca balkon.
Dharma kembali berbaring diranjang dan menutup mata, mengabaikan ponselnya yang sangat berisik sedari tadi. Lima belas menit kemudian Dharma bangkit dari tidur, kembali menyalakan telivisi, mengganti-ganti siaran lalu kembali tidur seperti tadi. Dharma melakukan semuanya secara berulang-ulang, dan tanpa disadari mataharti sudah tampak diufuk timur.
Dengan gerak yang kian melemah Dharma mengganti-ganti siaran telivisi. Masih saja berita mengenai Tama dan kecelakaan yang terjadi kemarin sore. Kali ini Dharma jatuh kelantai penuh dengan isakan tangis, berkali-kali mencoba mengatakan kediri ini semua adalah mimpi. Dharma mencoba untuk tidur, dengan harapan disaat bangun semuanya membaik seperti semula. Berkali-kali Dharma mencoba, susah payah untuk tidur dalam kegelisahan hati, tapi disaat ia bangun semuanya tidak juga berubah.
Pagi ini pertahanan Dharma runtuh, ia manangis tersedu-sedu sambil meresapi rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuh karena kehilangan anak lelakinya disaat luka karena karena kehilangan Shania belum sembuh.
Dharma pulang kerumah yang saat ini dipenuhi oleh orang-orang dan para wartawan yang tampak tidak punya empati sedikitpun. Hendra berlari menghampiri Dharma dengan wajah penuh tanda tanya. "Kemana saja? " pria dengan mata sembab itu berbicara dengan raut marah. "Tama sudah dikuburkan, kenapa baru pulang?"
"Aku melihat anak itu sengaja menabrakan dirinya." setelah itu Dharma menaiki anak tangga dan kembali menampakkan diri dengan tangan memegang sebuah lukisan.
Dharma keluar dari rumah, mengabaikan teriakan Hendra dan tatapan-tatapan yang tidak bisa diartikan dari orang-orang disekitar.
Dharma berakhir disebuah jempatan yang membentang panjang diatas sungai dengan air yang deras. Mata dengan pelopak mata yang menghitam itu tak henti-henti memandang lukisan yang ada ditangannya sejak pertama tiba disini. Lukisan itu Dharma buat sehari setelah Tama keluar dari rumah sakit. Lukisan yang Dharma buat tengah malam itu rencananya akan diberikan ke Tama, karena itu disudut kanvas ada tulisan tegak bersambung yang bacaannya 'Lukisan Untuk Tama.'
Sekarang...orang yang seharusnya memeluk lukisan ini sudah mengakhiri hidupnya.
...jadi, tidak ada gunanya lagi lukisan ini disimpan dan diberikan pada saat ulang tahun anak itu.
"Lukisan untuk Tama." begitu kata Dharma dengan suara yang bergetar sebelum menjatuhkan lukisan itu kederasnya air yang ada dibawah jembatan.
Setelah itu, untuk kesekian kalinya Dharma jatuh ketanah dengan isakan tangis. Dari dalam hati, ia meminta ampun kepada tuhan atas rasa sakit yang kian menjadi-jadi. Bahkan tangisan itu tak lagi bersuara, hanya nafas karena pada saat ini Dharma merasakan oksigen sudah tidak ada lagi. Rasanya sangat sakit.
Sedangkan, dibelakang pohon besar itu ada Hendra dengan luka pada hatinya yang kian melebar, menyaksikan bagaimana kakak laki-lakinya susah payah menahan rasa sakit karena hati yang telanjut dipenuhi dengan luka sampai bernanah. Hendra mendekat, memeluk kakak laki-lakinya itu. Berharap, luka-luka itu bisa mengering dan sembuh, walau luka pada hati Hendra juga belum kunjung mengering, bahkan saat ini semakin parah.
Udah ya
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Untuk Tama (TAMAT)
Teen FictionBanyak cara yang Tama lakukan agar ia bisa menyicip manisnya rasa bahagia yang dikata orang-orang. Alih-alih semuanya membaik, luka pada hatinya semakin parah dan satu-persatu mulai bernanah, juga hidupnya yang terlanjur berantak'kan kala terlalu ja...