Setelah mengantarkan tuan putri kembali dengan selamat ke singgahsananya, mobil Raffi melaju melayap entah kemana.
Ia membelokkan stir-nya kekanan, saat sampai di sebuah perempatan jalan raya. Kemudian menelusuri jalan lurus dan mulus sebelum berhenti tepat didepan rumah tingkat 2 yang didominasi cat putih.
Ia keluar dari mobil, lalu mengamati sekitar. Belum ada tanda-tanda sang pemilik pulang kerumahnya, bahkan mobil yang biasanya terparkir disamping halaman rumah itu pun tidak ada.
Sepi, hanya lampu yang menemaninya saat itu. Seperti inikah ia setiap harinya? Bisa dibayangkan betapa kesepiannya dia.
"Gaf! Gafi!" Beberapa kali ia mengetuk pintu, sambil terus memanggil sang pemilik rumah.
Tidak ada sahutan, bukankah seharusnya ia sudah pulang lebih dulu? Apa ia masih ada urusan? Beribu pertanyaan muncul dibenaknya, membuat Raffi memiliki firasat buruk.
"Ya.. mungkin memang masih ada urusan" Saat membalikkan badannya, ia menemukan ada mobil putih yang bersanding disebelah mobil hitam miliknya.
"Selamat malam?" Sapa seseorang yang keluar dari sana dengan busana serba putih.
"S-selamat ma-malam!" Ucap Raffi sambil membungkukkan badannya.
"Dok, siapa?" Samar-samar Raffi mendengar suara yang tidak asing ditelinganya. Kedua bola matanya membola sempurna, ia baru menyadari jika mobil putih itu milik sahabatnya.
"Maaf, anda siapa? Bukankah ini mobil teman saya?"
Pria itu ber"O"ria kemudian kembali berbincang dengan seseorang yang ada didalam mobil.
"Maaf! Saya berbicara denagn anda!" Raffi sedikit meninggikan suaranya karena merasa diabaikan.
"Hahaha, sepertinya kamu harus tanya langsung ketemen kamu"
"Ha!? Teman saya?"
Pria itu kemudian masuk, dan kembali keluar memapah seorang pemuda dengan baju yang dipenuhi bercak darah. "Raffi!"
Gafi mendongakkan kepala dan mengulas senyum kecil, menampilkan wajah pucat pasi dan bercak darah kering disekitar hidungnya.
"G-gaf?"
...
"Saya permisi dulu" Dokter Wisnu bangkit lalu keluar dari kamar Gafi, meninggalkan mereka berdua disana.
"Sekarang, apa lagi?" Ucap Raffi to the point.
"Cuman kecapean, maybe?"
"Heem, kecapean teros! Sampai kapan lo mau nutupin semuanya!"
"Hah? Emang gue ada nutupin apa sama lo? Aurat?"
"Woy! Lo serius dikit bisa nggak sih!" Niat awalnya memancing jawaban dari Gafi, malah emosinya yang terpancing.
"Gaf, gue ngerasa ada yang salah sama lo"
"Apa?"
"Kondisi fisik lo"
"Maksudnya?"
"Lo berubah, jadi sering sakit-sakitan! Lo nggak kayak Gafi yang gue kenal dulu!"
"Sejak?"
"1 tahun setelah lo jadi pendonor ginjal buat gue"
Ucapan Raffi, sangat tepat jika Gafi ditanya kapan sel kanker itu muncul ditubuhnya dan membuatnya sering sakit-sakitan.
"Firasat lo emang nggak pernah salah, Raff"
"Cuma perasaan lo aja kali, gue ngerasa nggak papa tuh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight(alone)
Short StoryKisah singkat tentang seorang remaja SMA yang memiliki alur kehidupan berbeda dari remaja pada umumnya. Hidup dan berjuang sendirian dalam lingkaran obat-obatan juga penderitaan dimasa lampau, tanpa seseorangpun yang mengetahui betapa hancurnya dia...