33. Bersebelahan

160 13 2
                                    

Raganya yang sudah tak bertenaga semakin merosot masuk ke dalam bathtub berisi air dingin, tidak ada sama sekali rasa ingin memberontak keluar dari sana.

Ia diam bagaikan patung, menikmati air sedingin es yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Ia tidak peduli dengan cairan merah kental yang terus mengalir menodai kemeja putihnya, ataupun tubuhnya yang mulai mengigil kedinginan.

Ia seperti sudah siap dengan apa yang akan terjadi setelah seluruh tubuhnya terbenam di sana.

"Jika mati disini, bukankah aku tidak akan pernah bertemu bunda lagi?"

Pemikiran itu seketika terbesit di benaknya, pandangan yang tadinya meredup sekarang kembali hidup.

Dengan bersusah payah ia mencoba meraih pinggiran bathtub dan keluar dari genangan air itu.

Setelah berhasil mengeluarkan separuh tubuhnya, dadanya terasa sangat sesak, kepalanya berdenyut hingga seperti akan pecah, padahal tadi ia tidak merasakan sakit apapun sama sekali.

"Maafin Gafi ya Allah, Gafi janji ngga bakal gini lagi"

Gafi memegangi kepalanya dengan erat. Sungguh, ia benar-benar sudah tidak kuat!

Klik!

Krieet!

Meski terasa sangat sulit dan menyakitkan, ia terpaksa mendongak untuk melihat siapa yang datang membuka pintu.

Sosok wanita muda rupawan berdiri disana dengan raut wajah syok, tentu Gafi mengenali siapa itu.

"Ah, Mama"

"Apa yang kau lakukan!?"

Shintia melangkah gesit dan segera meraih tubuh Gafi, saat itu juga ia merasa hawa dingin begitu menusuk sampai ke tulang-tulangnya.

"Kamu ngapain?! Udah muak hidup, terus pengen cepet mati, iya!? Jawab Mama!"

Gafi hanya bisa tersenyum, walaupun kata-kata yang diucapkan Shintia cukup menyakitkan tapi ia mengatakan itu dengan memeluk Gafi dengan sangat erat.

Namun seperkian detik kemudian Shintia mengendurkan pelukannya, khawatir jika Gafi merasa sesak.

"Pe-luk la-gi, Ma. Ga-fi su-ka"

"Kalo mau Mama peluk, janji dulu jangan lakuin kayak gini lagi, oke?"

Gafi memangguk lemah sambil masih setia mengulas senyum kecilnya.

"Pe-luk, Ma"

"Bersihan dulu mimisan kamu itu"

Dengan hati-hati, Shintia memapah Gafi melangkah keluar dari sana, mengajaknya untuk duduk di sofa depan tv. Hmm, suhu disana memang cukup hangat.

Tanpa basa-basi lagi, Gafi langsung merebahkan tubuhnya hingga membuat permukaan sofa basah kuyup.

"Jangan tiduran, nanti darahnya ketelen" Ingat Shintia sebelum pergi mengambil handuk di dapur.

"Udah ketelen daritadi sebenernya"

Oke, ia tak peduli. Gafi tetap kekeh berbaring dengan posisi menyamping seperti ini. Menurutnya posisi ini lebih efektif meredakan sakit kepalanya daripada tidur telentang.

Saat Shintia kembali dengan segala peralatan yang ia butuhkan, tentu ia merasa jengkel dengan sifat keras kepala Gafi.

"Tadi Mama bilang apa, hm?"

"Bentar, Ma"

"Big no, Nggak boleh! Ayo duduk dulu!"

Terpaksa Gafi harus menuruti perkataan Shintia. Harus bagaimana lagi, daripada Shintia kesal kepadanya lebih baik menurut saja, lagipula ini juga untuk kebaikannya sendiri.

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang