Waktu telah menunjukkan pukul 22.47, yang artinya sudah hampir 4 hari ia berada di rumah sakit tersebut, dan selama itu pula ia tak kunjung merasakan tanda- tanda kemajuan dari kondisi kesehatannya.
Namun, ia juga menganggap jika hal itu adalah sesuatu yang wajar. Lagipula, mana ada seseorang dengan kanker darah stadium akhir akan sembuh dari penyakitnya. Terlebih ia tidak pernah menjalani pengobatan apapun sejak awal terdiagnosis.
Huftt
Entah untuk yang keberapa kalinya Gafi menghela nafas gusar ketika rasa gelisah kembali menyelimutinya.
Yaa, meskipun ia sudah tidak lagi berada di ruang ICU, tapi belakangan ini perasaannya selalu tidak tenang saat sedang seorang diri.
Gafi kembali mangaktifkan ponselnya, melirik jam yang hanya bertambah 3 menit dari saat terakhir ia melihatnya.
Tidak ada yang bisa Gafi lakukan sekarang ini, kecuali berbaring dan berdiam diri di atas brankar. Jika saja ada seseorang yang dapat ia ajak bicara, pastinya Gafi akan merasa terhibur meski hanya lewat sambungan telfon.
"Andai Bunda masih ada" gumamnya sambil menatap langit-langit.
Drttzz
Perhatiannya kembali teralihkan saat ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk baru. Ia mengambil benda pipih itu, kemudian memastikan berasal darimana pesan tersebut.
Tepat seperti apa yang ia pikiran, pesan itu berasal dari operator yang memberi kabar bahwa paket datanya akan segera habis.
Ayolah, apa yang sebenarnya ia harapkan?
Mustahil apabila ada yang menghubungi larut malam hanya untuk menanyakan kondisinya.
Lagian gue juga udah nggak punya siapa-siapa, punya sahabatpun pastinya bukan gue yang jadi prioritas.
Netranya beralih pada jendela yang menyajikan pemandangan kelap-kelip bintang di langit malam.
Bohong jika ia tidak merindukan momen dimana ia dan Cyntia selalu bercerita tentang bintang-bintang sepanjang malam.
"Bintang yang paling terang itu, tandanya ada penghuni langit sedang merindukan seseorang" Gafi menirukan persis kalimat yang selalu Cyntia katakan.
Setelah mengatakannya, ia tersenyum lebar.
Hehehe, Bunda kangen Gafi, ya?
Gafi masih setia memandang gemerlap bintang di langit malam, ia merasa hal ini tak akan terulang lagi. Hahaha, pemikirannya persis seperti orang yang berada diambang kematian saja.
Srek!
Pintu kamarnya terbuka cukup lebar, menampilkan sosok perawat yang seperti sedang mendapat panggilan darurat.
"Mba Laras?" panggil Gafi, hanya unruk memastikan.
"Haduh, maaf tadi Mba ketiduran di rumah" jelas Laras dengan nafas tersengal.
Ia memangguk kikuk, heran dengan Laras yang larut malam datang berkunjung hanya untuk menjenguknya, mungkin?
Laras melangkah masuk kedalam, ia membawa sebuah kresek hitam di tangannya.
"Ngapain malem-malem Mba kesini? Ada shift malam, kah?"
Laras mengeleng, "mau nemenin kamu."
Gafi menaikkan salah satu alisnya, kebohongan basi macam apa ini?
"Nggak mungkin, pasti ada shift malam" Yakin Gafi.
"Yee, kamu ini dibilangin malah nggak percaya"
Ia terdiam sejenak, sebenarnya Gafi sangat senang apabila benar Laras akan menemaninya. Tapi tentu saja ia juga merasa akan merepotkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight(alone)
Short StoryKisah singkat tentang seorang remaja SMA yang memiliki alur kehidupan berbeda dari remaja pada umumnya. Hidup dan berjuang sendirian dalam lingkaran obat-obatan juga penderitaan dimasa lampau, tanpa seseorangpun yang mengetahui betapa hancurnya dia...