35. (Tak) Sendirian

214 13 0
                                    

"Kamu sudah siap?"

Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya, sebelum akhirnya memangguk mantap.

Setelah mendapat jawaban singkat, seseorang yang ada dibelakangnya langsung mengetuk dan memutar knop pintu yang ada di hadapannya.

Pintu terbuka, di dalam sana telah ada seorang pria berjas putih yang duduk di singgahsananya sambil mengembangkan senyum ramahnya.

"Pagi, Gafi!"

Gafi tersenyum kemudian membalasnya dengan anggukan kecil.

Perawat yang setia mendorong kursi rodanya, maju beberapa langkah guna mendekatkan jaraknya dengan sang dokter.

"Gimana hari ini? Udah mendingan?"

Lagi-lagi Gafi hanya bisa membalas dengan senyuman hambar, lagipula basa-basi macam apa itu?

"Gimana hasil tes kemarin, dok?" Tanya Gafi mengalihkan topik. Ayolah, ia ingin segera kembali ke ranjangnya dan terlelap melupakan segala rasa sakitnya.

Setelah ia menanyakan perihal hasil CT Scan, netra milik Dokter Wisnu seketika menjadi sendu.

"Bisa keluar sebentar, Sus?" Cicit Gafi seperti biasanya. Baginya segala hal tentang penyakit yang ia derita adalah aib yang harus dikubur dalam-dalam, hanya orang tertentu saja yang berhak mengetahuinya.

Sang perawat memangguk, kemudian berbalik arah dan melangkah keluar dari sana.

Sejenak suasana menjadi hening, Dokter Wisnu masih sibuk membolak-balikkan lembaran kertas yang ada di dalam map.

"Ngapain, Dok?"

"Bentar, saya bingung harus jelasin darimana dulu"

Gafi terkekeh.

"Gafi bukan anak kecil lagi, dok. Jelasin semuanya entah itu darimana aja yang penting harus rinci"

Dokter Wisnu manggut-manggut, lalu ia menyodorkan map yang tadi dipegangnya ke hadapan Gafi.

Di sana, terpampang jelas print out hasil tes CT Scan yang menampilkan struktur anatomi tubuhnya yang terlihat berantakan digerogoti sel kanker.

"Seperti yang kamu lihat, sel kanker yang ada di tubuhmu sudah berkembang semakin ganas dan menyebar dengan cepat"

Dokter Wisnu melanjutkan penjelasannya dengan menunjuk beberapa bagian organ dalam Gafi yang sudah menjadi tempat baru untuk berkembang biak bagi para sel kanker.

Lokasi perkembangannya bukan hanya pada organ yang berada dekat dari tempat pertama tumbuhnya sel kanker, namun sudah menyebar cukup luas hingga menyerang paru-paru dan otaknya.

"Belakangan ini kamu ngerasain sesek atau sakit di dada nggak?"

Gafi memangguk.

"Vertigo, sakit kepala hebat?"

Kali ini ia menggeleng, bukan Gafi tak merasakannya namun ia merasa ragu untuk memanggukan kepalanya lagi.

Dokter Wisnu menghela nafas gusar, kemudian memijat cuping hidungnya pelan. Ia seperti berusaha mengatakan sesuatu, tapi tertahan dengan egonya yang besar.

"Sudah stadium 4 ya, Dok?" 

Dengan berat hati Dokter Wisnu harus memangguk dan mengatakan 'iya'.

"Nggak nyangka ternyata udah mau selesai aja" Ucap Gafi sambil terkekeh hambar mencoba menghibur dirinya sendiri.

"Jangan ngomong gitu, Gaf" Peringat Dokter Wisnu.

Deg!

Entah kenapa rasanya sangat sakit, meski ia sudah mempersiapkan segalanya untuk menghadapi titik ini namun kenyataannya Gafi tetap tak sanggup.

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang