37. Permulaan

138 7 1
                                    

Hari ini adalah hari ke-tiga dimana kedua sahabatnya dirawat di rumah sakit.

Beruntung pagi tadi ia mendengar kabar baik dari Naila yang mengatakan bahwa hari ini ia sudah diperbolehkan pulang lewat sambungan telepon. Setidaknya hari ini ia menjadi lebih bersemangat daripada kemarin.

Entah karena terlalu bersemangat dengan kabar baik itu, ia berangkat lebih awal dari biasanya. Hm.., lebih tepatnya terlalu pagi.

Ruang kelasnya masih kosong, hanya dirinya seorang yang berada disana. Mungkin beberapa menit lagi suasana kelas sudah ricuh, pikirnya.

Berhubung hari ini bukan jatahnya piket kelas, jadi ia hanya berdiam diri di tempat duduknya sambil memainkan benda pipih yang ada di tangannya.

Namun lama-kelamaan ia merasa bosan, sepertinya ia harus melakukan hal lain selain memandangi layar ponsel pintar itu. Berjalan mengelilingi sekolah nampaknya ide yang bagus.

Raffi mematikan ponselnya. Tapi, sebelum ia memasukkan benda itu ke dalam tasnya, Raffi melihat sebuah siluet putih berada tepat dibelakangnya.

Seketika ia bergidik ngeri.

Ia memberanikan diri untuk menoleh kebelakang, meski keringat dingin telah membasahi hampir seluruh tubuhnya.

Belum sempat ia menengok kebelakang, Raffi langsung dikejutkan dengan suara tawa kecil seorang gadis. Dan itu berasal dari tempat yang sama dimana ia menemukan siluet itu.

Puk!

Ingin sekali rasanya bangkit dan cepat-cepat kabur dari sana, tapi seluruh tubuhnya membeku terlebih setelah mendapat tepukan kecil dipundaknya beberapa detik yang lalu.

"Hai!" Tiba-tiba seorang gadis cantik sudah berada di hadapannya sambil mengembangkan senyum manisnya.

Raffi menghela nafas lega karena sosok yang muncul di hadapannya itu manusia, bukan setan seperti yang ia bayangkan. Meski begitu, jantungnya tetap terasa seperti akan copot.

Raffi menyerngit, ia sama sekali tidak mengenali gadis di depannya. Tunggu, apakah ini murid baru itu?

"Ayo berkenalan, siapa namamu?" Ucap gadis itu sambil mengulurkan tangannya.

Raffi berdehem, kemudian ikut mengulurkan tangannya.

"Raffi"

"Ruby!" Lalu keduanya mengurai jabat tangan mereka.

Niat awal Raffi yang ingin keluar kelas dan berjalan keliling sekolah tentu tidak ia lupakan. Segera ia memasukan ponsel pintarnya kedalam tas, kemudian bangkit dan langsung beranjak pergi, melangkah keluar dari kelasnya.

Raffi melangkah menyusuri koridor kelas dengan tenang. Semilir angin dipagi hari, serta kicau burung yang menari-nari dilangit biru, menambah suasana syahdu pagi ini.

"Hey, kamu mau kemana?" Ia seketika bergidik ngeri saat kembali mendengar suara gadis tadi.

Raffi sedikit menambah kecepatan langkahnya. Sungguh, kelakuan gadis itu membuatnya tak nyaman.

"Kamu mau kemana?" Ruby mengulang pertanyaannya.

"Taman" Jawabnya singkat.

"Aku mau ikut, boleh engga?"

Raffi terdiam, padahal niatnya hanya ingin menghilangkan rasa bosan dan mencari ketenangan saja, tapi kenapa malah bertemu dengan gadis ini?

Sebenarnya boleh-boleh saja jika Ruby ikut dengannya. Namun masalahnya, sekarang ini Ruby sangat dekat dengannya bahkan tidak memberi celah untuk Raffi bergerak dengan leluasa.

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang