28. Bermalam di Hotel

186 9 0
                                    

Ngik!

Pintu masuk toilet berdecit nyaring setiap saat ada orang yang membuka dan melewatinya. Membuatnya merasa ngilu sendiri saat mendengar suara decitan itu.

Entah sudah berapa lama ia bersandar pada dinding pembatas, mencoba menenangkan pikirannya.

Tapi orang-orang dibalik dinding pembatas ini terus menggerutui serta menunjukkan protes pada dirinya, hingga akhirnya dengan terpaksa ia harus mencari tempat yang lebih tenang dan nyaman untuk mendinginkan pikirannya.

Saat dirinya keluar dari sana, semua orang yang memprotes dririnya langsung terdiam. Mungkin karena tampang menyeramkan dan tatapan tajam yang menambah aura devil-nya.

"Maaf" Ia bergumam singkat sebelum akhirnya keluar dari desakan puluhan orang yang mengantre disana.

Ia melangkah tergesa tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya, hingga ia tersadar saat lengan berototnya tak sengaja menyenggol seseorang sampai jatuh tersungkur.

"Masalah apa lagi ini, astaga!!" Batinnya kesal.

Ia menghentikan langkahnya kemudian berbalik, berniat menolong seseorang itu.

"Aduh, pinggang gue!" Gerakan langkahnya terhenti, saat mendengar suara yang begitu familiar ditelinganya.

"M-maaf, g-gue nggak s-sengaja" Ia mengulurkan tangan, membantu pemuda itu berdiri dengan alat bantu jalannya.

Ada saat dimana kedua netra mereka bertemu, sepertinya mereka saling mengenal satu sama lain.

"Ehh? Gevan bukan sih?"

"Elo?"

"Oiya bener, Gevan! Masa' lo nggak kenal gue sih?"

Ingin rasanya Gevan menghilang dari hadapan Gafi saat itu juga. Rasa bersalah dan menyesal selalu menghantuinya selama ini.

Keduanya terdiam.

Berbeda dengan Gevan yang diam menyesali perbuatannya, Gafi terdiam karena bingung apa yang harus ia katakan.

"Masa' iya gue bilang makasih? Kalo gue bilang gitu malah kayak gue berterimakasih udah disenggol dong, yakali minta maaf sih?"

"L-lo nggak papa kan?" Gumam Gevan pelan sambil memalingkan wajahnya.

Mulut Gafi menganga sempurna. Kalian tau? Seorang Gevan Biantara itu jauh dari kata peduli, tapi ini? Gafi yakin ia salah orang, ini bukanlah Gevan yang ia kenal.

Belum sempat menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba ia merasakan dorongan pelan dari balik tubuhnya yang menuntunnya keluar dari toilet dengan tergesa.

Gafi pikir seseorang yang mendorongnya tadi hanyalah orang iseng atau seseorang yang tergesa keluar dari toliet.

Tapi saat ia berbalik, Gafi menemukan sosok gadis berperawakan pendek bersembunyi dibalik tubuhnya.

...

"Nggak habis pikir gue sama lo, Nai" Gafi memijat perlahan pelipisnya, pening dengan tingkah aneh sahabat ceweknya itu.

"Salahin Raffi, dong! Dia gue suruh masuk nyamperin lo malah diem aja" Protes Naila tak terima disalahkan.

"Lah kok gue? Gue ambil lagi nih es krimnya!" Ancam Raffi sambil menjauhkan cone es krim dari jangkauan tangan Naila.

"Iya deh iya, bukan salah lo!"

Sekarang mereka bertiga sedang duduk bersandar di bangku panjang taman yang berjarak cukup dekat dari tempat mereka melaksanakan lomba tadi.

Meski berada di pusat kota, tidak menjadi halangan untuk mereka menghirup nafas segar. Pohon rindang yang mengelelilingi taman, menghasilkan udara sejuk nan segar. Membuat siapapun akan betah berada disana.

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang