36. Laras

149 5 0
                                    

Matahari baru saja muncul dari ufuk timur, namun Gafi sudah terlihat rapi meski hanya dengan setelan kemeja rumah sakit dan aksesoris masker medis yang ia kenakan.

"Lo mau ngapain sih? Pagi-pagi udah rapi beut gitu!" Sahut Naila yang masih setia dengan baju tidur dan rambutnya yang berantakan.

"Ada deh, rahasia kali ini!" Balas Gafi dengan mengulas sebuah senyum penuh makna.

"Dih, pake rahasia-rahasiaan segala!" Cibir Naila kesal.

Gafi hanya menjawab dengan kekehan singkat, sebelum akhirnya pamit untuk keluar sebentar.

Dengan bermodalkan tenaga yang ia miliki, Gafi mendorong kursi rodanya perlahan, tujuannya sekarang adalah resepsionis di lantai 1.

Tunggu, kenapa ia pergi sendiri?

Hmm, sebenarnya boleh-boleh saja ia meminta bantuan pada perawat yang bertugas disana, tapi seorang Gafi yang selalu berpegang teguh pada kalimat --selagi bisa dilakuin sendiri, lakuin aja--tentu tidak perlu pikir panjang ia langsung melakukannya, tanpa harus menunggu bantuan dari orang lain.

Yaa mungkin karena sudah cukup terbiasa juga, ia dengan lincah mengoperasikan benda itu meski tetap sedikit kerepotan.

"Permisi"

"Iya? Ada yang bisa kami bantu?" Ucap seorang resepsionis wanita itu dengan ramah.

"Atas nama Afi dari keluarga William, apakah benar melakukan operasi di rumah sakit ini?"

"Sebentar kak, biar kami cek lebih dulu"

Gafi memangguk, kemudian menunggu beberapa saat hingga sang resepsionis kembali berhadapan dengannya.

"Iya kak, benar"

"Apakah dia dirawat intensif disini juga?"

"Iya kak, sekarang pasien ada dilantai 3 ruang ICU"

"Ah baik, terima kasih!" Ia memberikan anggukan dan senyum kecil pada sang resepsionis, sebelum akhirnya berbalik arah dan kembali fokus pada tujuan utamanya.

Untuk mencapai lantai 3, tentu saja ia menggunakan lift. Gafi menekan tombol berupa angka '3', setelah cukup lama menunggu akhirnya pintu lift terbuka. Saat hendak memasuki benda itu, samar-samar ia melihat siluet putih yang berdiri tepat dibelakangnya, dan... seseorang itu membuatnya sedikit tidak nyaman.

Belum sempat Gafi menoleh dan memastikan siapa orang itu, pandangannya seketika menggelap.

Bukan, bukan Gafi tak sadarkan diri. Tapi itu adalah ulah dari seseorang yang berdiri dibelakangnya. Kedua matanya ditutup paksa dengan telapak tangan.

Tentu saja ia merasa jengkel. Tanpa basa-basi, Gafi langsung mencekal tangan itu dan menghempaskannya kesembarang arah, hingga terdengar suara wanita yang meringis kecil.

"Walah-walah, tenagamu masih kuat banget ya"  Gurau wanita itu sambil terkekeh kecil.

Spontan, Gafi menoleh kearah sumber suara. Dan seketika itu pula matanya terbelalak lebar, menyadari siapa sebenarnya seseorang yang ada dibelakangnya sedari tadi.

"Mba Laras?"

"Dalem, kenapa?"

Kedua sudut bibir Gafi terangkat, dibarengi dengan matanya yang 'sedikit' berkaca-kaca.

Laras merentangkan kedua lengannya, memberi aba-aba pada Gafi saat setiap kali ia akan memeluknya. Gafi pun melakukan persisdengan apa yang Laras lakukan.

Mereka berpelukan. Mereka saling melepas rindu, meski hanya 5 bulan berpisah.

"Mba, Gafi kangen loh!" Gumam Gafi disela pelukannya.

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang