H-3
Ia duduk meringkuk diatas ranjang, memeluk lututnya dengan erat. Lagi-lagi, semalaman ini ia sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak, ia terus terbayang prosedur CT Scan yang akan ia lakukan hari ini.
Rasa gugup memenuhi dirinya. Saat ini sudah jam 8 pagi dan jadwal CT Scan-nya akan dilakukan 30-40 menit lagi. Masih cukup lama memang, tapi rasa gugup itu tak kunjung pergi.
Entahlah apa yang sebenarnya yang ia takutkan, antara alat pemindai dan meja periksa yang berukuran kecil dan sempit, atau hasil tes CT Scan untuk kedua kalinya itu.
Seperti biasa, ia harus berpuasa beberapa jam sebelum melakukan pemeriksaan, dan disuntikkan cairan kontras lewat pembuluh darah dilengannya.
Cairan kontras ini berfungsi untuk meperjelas bagian bagian yang terlihat samar, seperti pembuluh darah, struktur atau jaringan lunak tertentu. Biasanya dokter akan memberikan obat steroid atau obat antihistamin untuk meminimalisir reaksi alergi yang ditimbulkan.
Tapi cerobohnya ia, sampai lupa untuk meminum obat itu. Dan cairan kontas pun sudah terlanjur disuntikkan. Walau hanya sekedar reaksi alergi yang bersifat ringan dan sementara, tetap saja itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan ginjalnya.
Alhasil perutnya terasa kram, yah itulah alasannya ia duduk meringkuk sedari tadi.
Tok! Tok! Tok!
"Ayo, sudah giliranmu, Gaf!" Suster Diana muncul dari balik pintu dengan mendorong kursi roda. Spontan Gafi pun mencoba bersikap baik-baik saja.
"Bisa tunggu bentar lagi nggak, Sus?"
Suster Diana menghela nafas gusar, dan tersenyum hambar. "Biar suster tebak, kamu pasti lupa minum obatnya, kan?"
Gafi tidak dapat mengelak, karena itulah kenyataannya. Ia memangguk kecil, lalu tersenyum kikuk. "Tunggu sebentar"
Suster Diana keluar dari kamar inapnya, mengambil sebuah kompres portable, kemudian memberikannya pada Gafi. Tak lupa juga, Suster Diana memberi ceramah panjang lebar atas kecerobohannya.
"Makasih, Sus" Gafi mengembalikan kompres portabel tadi kepada sang pemilik.
"Kamu ganti baju dulu sana!" Perintah Diana yang langsung direspon dengan anggukan kecil Gafi. Saat Diana keluar dari kamar rawat, ia perlahan bangkit, mengambil gaun rumah sakit di laci nakas, dan membawanya menuju kamar mandi yang ada seruangan dengan kamarnya.
Ia menutup pintu, kemudian berdiri berhadapan dengan cermin didepannya. Ia melihat siluet dirinya yang sangat kacau dengan luka tersebar diseluruh tubuhnya.
Ia melucuti satu persatu kancing bajunya, dan membuangnya kesembarang tempat, ia telanjang dada sekrang.
"Hahaha, kacaunya gue"
Ia tersenyum hambar, saat melihat pantulan dirinya dicermin. Kedua punggung tangannya membiru, lengan kirinya diperban, luka memar didadanya masih terlihat utuh, sama sekali tidak ada perubahan padahal sudah hampir 3 bulan lebih sejak kejadian itu. Jangan lupakan sayatan kecil yang merupakan kenangan indah saat ia mendonorkan ginjal pada sahabatnya.
Ia berbalik membelakangi cermin. Ternyata masih banyak juga luka-luka kecil yang membekas disana, ia sering menyebutnya sebagai 'Kenang-kenangan dari William'
Sudah cukup ia memamerkan luka-luka itu pada cermin, ia mulai mengenakan gaun rumah sakit yang memiliki warna keseluruhan hijau tosca dan bau yang menyengat itu.
"Gafi? Sudah selesai?" Teriak Diana dari balik pintu sambil beberapa kali mengetuk pintu.
Ia menghembuskan nafas panjang, sebelum menunjukan dirinya dihadapan Diana. Klek!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight(alone)
Short StoryKisah singkat tentang seorang remaja SMA yang memiliki alur kehidupan berbeda dari remaja pada umumnya. Hidup dan berjuang sendirian dalam lingkaran obat-obatan juga penderitaan dimasa lampau, tanpa seseorangpun yang mengetahui betapa hancurnya dia...