Chapter 13 : Berbanding terbalik.

624 55 6
                                    

Bila dunia mampu memberi mu luka, maka Tuhan masih punya seribu cara untuk membuatmu tertawa.

Setelah berdebat kecil dengan Arya, Bian memutuskan untuk mengantarkan baju Vania. Ada segenap rasa yang dia atur ulang agar tidak terbawa-bawa kesalnya saat menemui istrinya. Karena Bian tidak mau jika rasa amarahnya tadi akan memperburuk suasana, saat Vania justru masih merasa bahagia dengan senyum manisnya disana.

"Jadi, setelah ini Arka mau pindah kerumah Bun?" Bian meyakinkan tentang apa yang dia dengar sebelumnya.

Ditatapnya wajah Vania yang tampak berseri dimatanya. Wanita itu duduk sembari menyajikan segelas air putih, setelah Bian mengatakan dia sudah mengonsumsi kopi pagi ini. Dengan senyum, suara merdu Vania menyapa pendengaran, menjawab pertanyaan dari Bian.

"Iya Mas, awalnya aku sempat kaget juga. Aku pikir aku sedang bermimpi. Tapi, ini nyata Mas! Meskipun dia bilang Abang masih mau disini untuk beberapa waktu, menyelesaikan apa yang belum dia selesaikan."

"Terus anaknya kemana sekarang?"

"Sedang ketempat kerjanya, aku minta dia resign biar fokus ke sekolah."

Bian melepaskan nafasnya panjang, meraih tangan Vania, mengusapnya perlahan. Simpul senyum muncul diwajahnya.

"Syukurlah,.... perlahan kita pasti bisa mengubah semuanya jadi kebahagiaan."

Vania mengangguk, dengan segenap perasaan yang bahagianya. Tapi sesaat kemudian, senyum diwajahnya luntur ketika otaknya mengingat suatu hal.

"Tapi Mas, Fachrel bagaimana? Kemarin dia marah."

"Anak itu....Dia sempat kambuh lagi, sempat marah juga. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa."


Perasaan bersalah itu muncul ketika kalimat Bian berakhir. Menjalar beriringan dengan detik jam dinding diruangan, memunculkan rasa yang sulit dijelaskan didalam dada Vania.

"Maaf ya Mas, karena ucapan Arka
m

embuat kamu dan Fachrel tersinggung." Ucap Vania pelan.


Bian mengerti apa yang sedang dirasakan Vania kala Vania bahkan tidak mengatakannya. Bian mengusap bahu sang istri yang sedang menundukkan wajahnya.

"Nggak apa-apa Van, dia juga sekarang sudah baik-baik saja, sekarang malah sedang ditemani oleh Om-nya."

"Lain kali, aku minta juga jangan terlalu keras sama Fachrel Mas. Fachrel itu terlihat rapuh sekali Mas."

"Iya, memang begitu. Seperti yang kamu tahu dia punya asma jadi kelihatan seperti itu. Selain itu dia juga gampang sakit anaknya, itu sebabnya aku melarang dia banyak hal. Nanti kalau sakit asmanya bisa tambah parah."

Vania sempat termenung sejenak, ternyata ada banyak hal yang dia belum ketahui bahkan setelah 6 bulan dia tinggal bersama anak tirinya itu.

Sebagai seorang Ibu, dia merasakan sensasi sesak mengetahui kondisi Fachrel, layaknya dia mendapati anak kandungnya sendiri yang berada dalam kondisi seperti ini. Dia juga paham sedikit demi sedikit bagaimana Fachrel dan perasaannya.

"Oh begitu....Tapi selain itu, maksud ku itu psikisnya. Aku pikir batinnya juga kelihatan rapuh, meskipun wataknya juga tidak kalah keras dari Arka."

UndefinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang