Hari ini, adalah hari terakhir dimana sesuai perkataan Vania, Bian akan pulang dari perjalanan bisnis. Dan supir juga akan kembali dari kampung halaman.
Jadi, sebisa mungkin Arka menahan-nahan diri agar dihari terakhirnya menjadi bidak yang di atur Vania untuk ini itu, dia bisa menyelesaikan tugas dengan baik. Supaya tidak durhaka.
Meskipun tugas yang dijalankan teramat berat. Yaitu dipaksa berkomunikasi dan memperlakukan Fachrel seperti keluarganya sendiri. Jelas, disini Arka masih belum sepenuhnya setuju dengan persensi Fachrel dalam hal mengisi posisi adik di kehidupan Arka.
Kendati dua hari belakangan, Fachrel tidak bertingkah aneh-aneh, hingga mempermudah pekerjaannya. Ditambah lagi, beberapa kali Fachrel menyelamatkan Arka dari beberapa hal, seperti kesalahannya saat itu. Bukan berarti, bisa langsung menguasai ruang hati Arka dan membuat Arka bisa menerimanya sepenuh hati.
Karena, sejauh itu pula Arka belum mengetahui motif Fachrel menutupi kesalahannya. Apa ada maksud lain yang tersembunyi?
Selain belum mengetahui latarbelakang sikap Fachrel, dia juga belum pernah sekalipun mengucapkan terima kasih. Yah.... Itu karena dia yang sebal, soal Fachrel yang menolongnya dengan ekspresi wajah yang sombong sekali.
Menyebalkan!
Lagi pula, awalnya Arka berpikir bahwa dia tidak akan peduli, dengan sikap Fachrel yang sok baik. Arka itu tidak perlu dilindungi. Dia tidak meminta dan itu berarti tidak ada keharusan untuk berterima kasih, harusnya.
Tapi kenapa sekarang justru Arka merasa ada yang mengganjal. Sebab perlindungan yang Fachrel beri, sepertinya memang tulus. Malah sekarang rasanya Arka tidak enak hati jika tidak mengucap terima kasih, atau bahkan tidak mengetahui alasan dibalik sikap Fachrel ini. Arka jadi kepikiran sekali.
Hari ini, sekolah pulang lebih awal karena ada rapat guru. Oleh karena itu, siswa bisa keluar sekolah diwaktu yang masih bisa dibilang siang. Arka sebenarnya masih ingin bermain dengan teman-temannya, karena beberapa hari terakhir waktunya tersita untuk mengurus mandat Mamanya.
Tapi, Arka masih teringat ada satu hal yang dia harus lakukan. Dia mengabaikan Valdo dan Gibran yang masih mengobrol didekatnya. Arka justru sibuk mengetik sesuatu di ponselnya.
'Mau langsung pulang?'
Begitu yang dia tulis di kolom chatting. Lalu dia menekan tombol pesawat kertas yang ada, dan langsung terkirim pada penerima, yaitu Fachrel.
Pesan itu langsung tertanda centang dua berwarna abu-abu. Beberapa menit selanjutnya, Arka kembali mengalihkan perhatian ke Gibran dan Valdo. Bertindak seolah-olah mendengar dengan baik, padahal pikirannya tidak benar-benar begitu.
Lalu beberapa menit setelahnya dia kembali menilik ponsel, mengecek pesan yang terkirim tadi. Tanda itu sudah berubah warna jadi biru. Sedetik kemudian, satu balasan Fachrel berikan.
Fachrel
Pulang"Tcihh," Arka berdecak, dia langsung mengunci layar ponselnya dan menyimpan didalam saku.
Setelah beberapa hari, dan beberapa kali pesan yang Arka kirim selama itu, hanya sekali di balas ini. Dan sesingkat itu. Kenapa rasanya Arka malah semakin mirip supir? Menjengkelkan!
Kalau tidak terpaksa, Arka benar-benar menolak untuk mengirim pesan pada Fachrel. Jangankan untuk mengirimkan pesan, menyimpan nomor anak itu saja malas.
Setelahnya, Arka bangkit. Melawan rasa malasnya hari ini, untuk hari esok yang lebih baik. Begitu sepertinya.
Arka memakai jaketnya dan menyelempangkan tas berwarna coklat itu, dibahu. Hal itu membuat Valdo dan Gibran menoleh sesaat. Mereka berdua sudah tidak kaget dan tidak perlu bertanya lagi. Karena mereka tahu temannya yang satu ini sedang mengemban tugas penting yang harus dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined
General FictionHanya karena tidak menunjukkannya, bukan berarti aku baik-baik saja.