Chapter 21: Meja makan.

624 66 16
                                    

Sore yang biasanya diselimuti warna oranye, akhir-akhir ini diisi warna kelabu yang tidak menunjukan kejelasan apakah hujan akan benar-benar turun atau hanya sekedar sekumpulan mega abu-abu yang singgah untuk sesaat saja.

Membingungkan.

Sama halnya dengan perasaan Arka yang sedari tadi merasa kesal dengan tingkahnya sendiri yang berjalan seperti diluar kepala. Bagaimana bisa? Entahlah,Arka juga bingung.
Sepulang  dari sekolah, Arka melihat motor Fachrel tidak berpindah sesenti pun dari tempatnya terparkir kemaren digarasi rumah. Mobil Bian juga belum pulang, padahal ini sudah cukup sore, tapi nyatanya dirumah itu tetap sepi.

  Langkahnya membawa masuk Arka ke ruang depan, lalu merambat menuju ruang tengah dan kemudian ruang makan didekat dapur. Mata Arka menangkap presensi Vania yang sedang memasak makan malam.

Sebelah tangannya Arka memegang gelas dan sebelahnya lagi menuang air.

Setelah meneguk air itu, dia menghampiri Mama nya.

"Ma,"

"Eh Arka,? Sudah pulang?"Vania menoleh sekilas, ketika tangannya masih terus mengaduk masakannya.

"Sudah, sudah minum juga malah."
Arka mengangkat gelasnya yang sudah kosong, meskipun dia tahu Mamanya tidak akan melihatnya.

"Mama fokus memasak jadi nggak tau kalau aku pulang ya?".

" Iya, maaf."

Arka memandang lamat Mamanya yang sedang sibuk hingga tidak bisa memperhatikan dirinya.

"Ma?"

"Hmmm"Vania berdeham.

" Belum ada yang pulang?"

Vania agak sedikit kaget ketika Arka menanyakan seperti ini. Tidak biasanya! Seketika Vania mematikan kompor dan mengalihkan perhatian hanya pada Arka saja.

"Siapa? Kalau Ayah Bian belum, mungkin nanti menuju Maghrib. Kalau Fachrel Mama nggak tau kapan dia pulang."

Awalnya Arka hampir melayangkan protes kala Vania menyebut Bian sebagai ayah kepadanya. Tapi dia sudah teralihkan oleh kalimat terakhir Mama.

Ekspresi wajah Arka mendadak begitu penasaran.

"Memang dia kemana?"

Alih-alih menjawab, Vania justru menaik turunkan alisnya, dengan senyum kecil yang meledek.

"Cie nyariin."

"Ma!"tegur Arka seketika membuat Vania berhenti meledeknya.

"Iya-iya, dia pergi dari rumah."

Vania kembali melanjutkan kegiatannya memasak, memotong sayuran didepannya yang sudah dia cuci bersih.

Memunggungi anaknya yang masih penasaran.

"Kenapa?"

"Mama nggak tau. Ayah ngga bilang apa-apa."

"Sejak kapan?"

"Sejak kita pindah."

"Kemarin berarti?"

"Mungkin."

Sepertinya Arka tidak sadar bahwa dia terlalu kentara tentang rasa penasarannya. Dia tidak gagal berpura-pura sepertinya. Yang jelas, Vania tahu anaknya itu sedang mencari-cari sosok Fachrel, yang katanya dia benci setengah mati itu.

Arka kemudian melanjutkan langkah menuju kamar, melempar tasnya sembarangan. Otaknya masih bekerja keras tentang informasi yang baru saja dia terima dari Mamanya.

★★★★★

Diantara sekian mobil yang mengantre dan padatnya jalanan,  disupiri oleh Arya, Fachrel duduk terdiam seperti biasanya, meskipun didalam kepalanya ributnya minta ampun!

UndefinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang