Aku tau aku membencinya.
Tapi untuk kehilangannya rasanya juga meninggalkan celah berlubang yang ikut terasa sumbang.
Mobil itu menderu, perlahan memasuki halaman rumah yang sepi. Kemudian bunyinya berhenti ketika pengemudinya mematikan mesin mobil setelah memarkirkan kendaraannya dengan pasti.
Bian, turun dari mobil diikuti istri dan anak tirinya. Dia membuka pintu belakang mobil yang sudah tidak terkunci, dan mengeluarkan barang-barang Arka.
Diikuti Arka yang menarik koper. Satpam yang berjaga itu peka, melihat atasannya kelimpungan menurunkan beberapa box yang tidak mungkin dibawa sendiri, akhirnya dia memutuskan datang membantu sebelum tuannya meminta.
Mereka memasuki rumah yang keadaannya tak jauh berbeda dengan tampaknya dari luar.
Langkah mereka terhenti diruang tengah.Mata Arka mengedar, ada sedikit rasa takjub yang tidak bisa dia pungkiri. Seumur hidup, dia tidak pernah hidup dirumah semewah ini. Namun, enggan untuk terlihat memalukan, Arka segera berubah ekspresi menjadi sedatar mungkin. Dan mengubah penilaian bahwa rumah ini biasa saja!
"Mau ditaruh dimana ini Pak? Biar saya yang bawakan."tanya Pak Yudi, yang masih membopong box itu dengan kedua tangannya.
Bian menoleh dan menggunakan jari telunjuknya untuk mengarahkan.
"Dikamar itu Pak."Satpam itu mengangguk dan melanjutkan kegiatannya.
Rumah benar-benar dalam keadaan sepi. Apa setiap hari keadaan rumah semewah ini selalu begini? Lalu apa gunanya rumah bagus jika tidak ada yang menikmati? Sia-sia! Itu yang mungkin terlintas dipikiran Arka, hingga dia tersenyum sinis ditempatnya, meskipun tidak ada yang menyadarinya.
"Ayo Arka saya tunjukkan kamar kamu."
Bian memimpin langkah, menuju kamar yang akan Arka tempati. Diikuti oleh Vania dan Arka dibelakang.
"Karena saya tidak tahu kalau kamu akan pulang hari ini mungkin kamarnya agak berantakan. Dan juga asisten rumah tangga juga sudah pulang kemungkinan, jadi kita harus berberes sendiri,"lanjut Bian sembari berjalan.
"Nggak apa-apa Mas, Abang pasti bisa beresin semuanya sendiri, nanti pasti Bunda bantu juga." Jawab Vania.
Langkah ketiga orang itu akhirnya telah menginjak lantai yang berbeda, Bian menaruh box itu. Sedang Arka berdiri disamping Vania memandang ruang kamarnya yang cukup luas dia rasa. Fasilitasnya juga cukup lengkap.
Tapi bahkan sudah sejauh ini dia sampai disini, bukan mengetahui isi rumah itu yang dinanti.
Dia menyadari sejak tadi tidak ada seorang pun yang keluar, seolah tidak ada satupun yang menyambut kedatangan, membuat Arka bertanya-tanya.
"Dimana anak itu?"
Matanya menggulir, sesekali menoleh kebelakang, kearah beberapa kamar disudut sana yang pintunya tertutup rapi.
Apa diam-diam Arka menaruh harapan untuk Fachrel? Jika tidak, lalu siapa yang dia harapkan lagi untuk menyambut kedatangannya?
Tiba-tiba seorang wanita hampir paruh baya datang dari belakang dengan terburu-buru menghampiri Bian.
"Maaf Pak,..."
Itu Bi Ambar yang berhasil menarik atensi dari semua orang yang ada diruangan ini.
Alih-alih menjawab, Bian justru balik bertanya dengan guratan bingung diwajahnya.
"Loh Bi Ambar? Belum pulang?"
"Belum Pak, ada yang ingin saya bicarakan." Cicit Bi Ambar takut-takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined
General FictionHanya karena tidak menunjukkannya, bukan berarti aku baik-baik saja.