Benar, tidak ada yang bisa mengenal dirimu selain dirimu sendiri. Bahkan ada manusia yang tidak bisa mengenal dirinya sendiri dengan baik.
Arka yang biasanya malas sekali untuk berkunjung ke kelas sebelahnya, hanya untuk menghindari bertemu sosok musuh bebuyutannya itu, tumben sekali hari ini dia masuk kedalam kelas dengan alasan yang tidak masuk akal bagi sosoknya.
Garan, lelaki berambut ikal itu menggulirkan matanya ketika menyadari bahwa sosok yang paling dihindari sahabatnya itu ada didepannya.
"Ngapain lo, Ka? Tumbenan masuk kelas sini?"
"Bukan urusan sebenarnya, tapi daripada menimbulkan fitnah dari lo jadi gue jawab kalau gue kesini cuma disuruh Bu Ghea buat lihat apa bukunya ketinggalan disini atau Nggak?"
" Lo? Disuruh Bu Ghea? Bukan lo banget kayaknya disuruh guru kok mau. Lagian Bu Ghea itu guru Sejarah, sedangkan hari ini dijadwal nggak ada sejarah. Alasan lo kurang logis!"
" Bodo amat! Mau logis atau nggak dimata lo! Yang penting gue udah bilang alasannya. Lo mau percaya atau nggak bukan urusan gue!"
"Oh gitu.... Oke! Gue pikir lo kesini sengaja nyari Fachrel. Anaknya nggak berangkat soalnya,"
"Kemana? Bolos?"
"Izin katanya."Garan terdiam sesaat ketika otaknya dengan cepat menafsirkan tanya Arka yang tidak biasanya."Eh bentar, lo kok tumben amat nanya-nanya Fachrel? Biasanya juga nggak peduli lo!"
"Bangke! Ngomong sama lo malah muter-muter terus! Ditanggepin salah nggak juga salah. Lama kelamaan gue lem mulut lo! Lo sama ngeselinnya kayak temen lo!"
Arka dibuat naik pitam dengan pertanyaan Garan yang sebenarnya terasa sedikit mengepung niatnya hingga membuat Arka sulit berkelit, akhirnya dia memilih pergi meninggalkan kelas dengan tangan kosong.
Rasanya kesal sekali, kesalnya bercampur antara pertanyaan Garan yang terdengar menguliti niat terselubungnya, dan ada perasaan kesal karena ada sesuatu yang sepertinya Arka rasa salah dengan dirinya sendiri.
Apa? Mencari-cari Fachrel? Segila itu dia? Tidak, tidak mungkin! Tapi apa yang dia lakukan sekarang? Dia bahkan datang kekelas itu dengan alasan yang tidak jelas sekali.
Selain itu, tadi pagi, apa-apaan dirinya yang mencari presensi Fachrel hingga membuat Mamanya berpikir dia peduli dengan adanya anak tirinya itu? Aneh!
Ah!! Tidak masuk akal! Ini tidak masuk akal! Arka kesal sendiri. Dia menggelengkan kepalanya cepat menumpas pemikiran- pemikiran tak jelas yang menggelayuti.
Karena disini, Arka sedang gagal untuk mengerti dirinya sendiri.
★★★★
Fachrel tidak peduli, kala sepi mengukungnya sekarang. Dia menatap jauh kedepan, saat perlahan kelabu itu menangisi. Menjatuhkan rinainya hingga membasahi kaca transparan didepannya ini.
Dia tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia menyelami semua yang terjadi. Terkait Arka dan Ibu tirinya. Terkait Ayah dan kehidupannya, tentang Ayahnya dan keputusannya.
Apa kali ini keputusannya kali ini benar?
Aneh, kadang dia mati-matian membenarkan apa yang dia lakukan, tapi seketika, itu semua bisa berubah seperti hilang begitu saja.
Hingga kadang, Fachrel merasa bersalah dan menyesal tentang keputusannya. Dia tahu mungkin dia telah banyak merepotkan bagi Ayahnya. Dan jika harus berterus terang, dia takut. Dia trauma ketika dia harus merelakan kepergian Bundanya. Fachrel takut jika Bian akan membuangnya, atau meninggalkannya karena terlalu merepotkan. Itulah sebabnya dia selalu berusaha untuk menuruti Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined
Fiction généraleHanya karena tidak menunjukkannya, bukan berarti aku baik-baik saja.