1×1(1÷1)

6.3K 303 5
                                    

     Matahari bersinar, menghangatkan penduduk desa Makmur abadi. Desa yang terpencil yang terletak di kota Jogja, suasana di desa tersebut masih sangat asri, mayoritas warganya bekerja sebagai petani dan petani sayur. Di desa ini, ada 1 laki laki yang menjadi idaman seluruh pemudi - pemudi di desa ini maupun luar desa Makmur abadi.

" Ya Allah, nang.., tangi ra, wes isuk iki, tangi gek sekolah" Ujar sang ibu yang berusaha membangun kan putranya.
( Ya Allah, nak.. Bangun ga? sudah pagi ini, bangun terus sekolah).

" Buk, ijek isukk" lenguh anak tersebut, sambil membenarkan posisi tidurnya.
(Bu, masih pagi)

" Isuk opo to, Nang. Wes awan iki, ayo tangi" Titah sang ibu.
( Pagi apanya, nak. Sudah siang ini, ayo bangun)

  Dengan perasaan kesal, Arsean langsung terbangun dari tidur nya. Ia langsung keluar kamar nya dan melihat kedua adiknya yang sudah siap dengan seragam sekolah nya.
Ia langsung bergegas mandi, dan bersiap siap untuk berangkat.

" Mas, aku budhal Karo sampeyan, yo" Ujar Aldo
( Mas, aku berangkat sama kmu, ya)

" yo. Zean bareng sopo budhalmu?" Jawab Arsean.
( Ya, Zean bareng siapa berangkat nya?)

" Kaleh rencang rencang, wes di tunggu, mas" Jawab Zean.
( Sama temen temen, sudah di tunggu, mas)

 
<•><•><•><•><•>


  Arsean hanya mengangguk, lalu ia meraih jaketnya dan motornya, setelah itu ia langsung berangkat bersama Aldo. Sean mengantarkan aldo ke sekolahnya dulu, setelah itu baru ia ke sekolahnya. Sebenarnya, arsean sudah lulus, ia sudah wisuda, hanya saja dulu ia mengikuti program beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

  Dan hari ini, adalah pengumuman, siapa siswa/i yang akan lanjut ke perguruan tinggi melalui jalur beasiswa. Kini, Sean berdesak desakan dengan warga sekolah lain, Sean tersenyum bangga, setelah mengetahui bahwa namanya berada di urutan paling pertama dan memperoleh skor test yang sangat tinggi.
  Kabar bahagia nya, ia keterima di universitas pilihannya.

  Setelah mengetahui berita tersebut, sean buru buru untuk pulang, untuk memberi tahu kabar bahagia ini kepada kedua orang tuanya. Sepanjang perjalanan, Sean tak berhenti nya tersenyum, perjuangan selama ini tak sia sia. Akhir nya ia bisa melanjutkan pendidikan nya sampai sarjana.

  Namun, senyum sean luntur, ketika ia sampai rumah. Depan rumahnya sangat banyak sekali warga berdatangan. Sean bisa melihat bendera kuning yang terpasang di depan rumahnya. Sean memasuki rumah nya, tak mempedulikan orang lain, di dalam rumah nya, sean bisa melihat ibu, Zean dan Aldo yang tengah menangis.

" Sean" Panggil Vino, saudara sepupu Sean.

" Iki enek opo? jawab aku, vin" Ujar Sean histeris.
(Ini ada apa? jawab aku, vin)

  Vino tak kuasa untuk menjawab, beberapa menit kemudian, ia melihat warga setempat yang membawa keranda dan nisan yang bertuliskan nama Ayahnya. Kaki Sean melemas, air mata Sean turun begitu saja, membasahi kertas yang menyatakan dirinya akan berkuliah di universitas impian nya.

" Bapak.." Teriak Sean langsung menghampiri jenazah ayahnya.

" Astaga, mas. Mas uwes, mas " Ujar Zean dan Aldo sambil merangkul tubuh sang kakak.
(Astaga, mas. Mas sudah, mas)

  Tangisan Sean memenuhi seisi rumahnya. Warga yang melihat ikut sedih melihat Sean. Sean dan ayahnya memang sangat dekat, keduanya seperti kembar dan memiliki kesamaan yang banyak.

   Hari sudah berganti siang. Siang ini akan berlangsung pemakaman ayah Sean. Dengan senang hati, Sean membantu ayahnya untuk tidur di tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah itu, ia beralih untuk meng adzani sang ayah untuk terakhir kalinya. Prosesi pemakaman sudah selesai.

" Sean, ayo mamek " Bujuk sang ibu.
( Sean, ayo pulang)
( Sean, ayo pulang)

" Mengke, bu. Sean pengen ndek sini, dulu" Jawab Sean sembari mengelus nisan Ayah nya.
( Nanti, bu. Sean pengen disini, dulu)

" Yowes, gek mamek yo? arep udan" Ucap Ibu
( Yauda, segera pulang ya? mau hujan"

  Sean hanya mengangguk, dirinya terus termenung sembari memegang nisan ayahnya.

" Jare bapak, bapak pengen ndelok Sean dadi uwong  sukses, jare bapak pengen ndelok anak e bapak kuliah ndek kota seng besar, ndek universitas seng terkenal, tapi Sean lagi ae entuk kuwi kabeh, tapi bapak wes muleh ndek omah gusti Allah" Ujar Sean yang seolah olah berbicara dengan mendiang ayahnya.
( kata bapak, bapak pengen liat Sean jadi orang sukses, kata bapak pengen liat anaknya bapak kuliah di kota besar, di universitas yang terkenal, tapi bapak sudah pulang ke rumah Allah)

" Bapak ngerti ga? Sean entuk beasiswa, beasiswa S1, kuliah di Jakarta, di universitas impian Sean, bapak pasti bangga banget, doakan Sean sukses terus yo pak, doakan Sean" Lanjut Sean.
( bapak tau ga? Sean dapet beasiswa S1, kuliah di Jakarta, di universitas impian Sean, bapak pasti bangga banget, doakan Sean sukses terus yo pak,  doa kan Sean)

                      <•>  <•><•><•><•>

   Hari demi hari, bulan demi bulan, di lewati oleh Sean tanpa mendiang Ayahnya. Dan tepat hari ini Sean berangkat untuk kuliah di Jakarta. Sean adalah satu satu nya orang di desanya yang berhasil kuliah di Jakarta. Sedari tadi, Zean dan Aldo tak berhenti menangis. Sang ibu juga menangis.

" Mas, ndak bole tindakk" rengek si bungsu, Aldo.
( Mas, gabole pergi)

" Mas, nek sampeyan tindak sopo seng dolanan ambi Zean " Rengek Zean
( Mas, kalo kmu pergi, siapa yang mainan sama Zean)

" Mas, janji. Mas sering mamek, engko. Wes ojo nangis" Ucap Sean menenangkan kedua adiknya.
( Mas, janji. Mas sering pulang, nanti. Sudah jangan nangis)

" Ya Allah, nang, nang. Tek cepet men, wingi kowe ijek nangisan, saiki tek wes arep rantau ndek kota gede " Ujar Sang ibu, sambil memeluk tubuh putra sulungnya.
( Ya Allah, nak, nak. Kok cepet banget, kemarin kmu masih sering nangis, sekarang kok sudah mau merantau di kota besar)

  Sean tersenyum, ia memeluk ibu dan Adiknya, perpisahan keduanya penuh haru. Sean sebenarnya juga tidak mau meninggalkan keluarga nya, tapi demi masa depan nya, ia rela.

Dokter Arsean [𝐄𝐍𝐃]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang