Five : Cekcok

7.2K 483 5
                                    

🍀

"Ayolah Sya, temenin gua ke kantin!" pinta Runa, sedari bel istirahat kedua berbunyi Runa terus merengek padanya untuk minta ditemani ke kantin.

"Gua gak mau, lo aja sana!" usir Lesya.

"Lesya, please ...!!" matanya menatap Lesya dengan penuh harap.

Lesya berdecak kesal, "Runa, bukannya gua gak mau nemenin lo, tapi gua lagi males banget keluar kelas!" Tentu alasannya karena kejadian dilapangan.

"Yaudah, gua sendiri kekantin!" Runa menyerah, dengan raut cemberut ia keluar kelas meninggalkan Lesya sendiri.

Lesya membuka ponselnya, mengecek akun Instagram lambeh turah sekolah. Video kejadian tadi langsung viral menggemparkan satu sekolah. Bahkan, kasus bully Selly kemarin terhadap Metasa tertutup karena kejadian itu.

Lesya membuka komentar pada postingan tersebut. Banyak sekali komentar yang menggunjingnya.
Ada yang mengatakan bahwa ia sengaja melempar bola basket kepada Metasa dan masih banyak komentar buruk untuknya.

"Apes banget jadi figuran ..." gumamnya pelan, ia menghela nafas panjang.

Lesya menatap luar jendela, ingatannya kembali pada kejadian saat dilapangan. Kejadian yang sangat teramat aneh. Bagaimana bisa tubuhnya bergerak tanpa kendalinya?

"Apa gua masih dikendalikan sama penulis?" tebaknya asal.

Lesya menggeleng kuat, "Gak, gua gak mau dikendalikan penulis." Ujar seina.

"Tubuh ini sudah menjadi milik gua! Berarti gua yang akan mengendalikannya, bukan orang lain apalagi penulis sialan itu!" ucapnya di akhiri umpatan untuk sipenulis novel.

---

Langkahnya menelusuri koridor sekolah, pasang mata penuh kejulitan tak lepas darinya. Bisik-bisik juga terdengar jelas. Semua berubah dalam sekejap.
Padahal, kejadiannya baru beberapa jam yang lalu.

Dulu tidak ada satupun orang yang melihatnya, Lesya bagai ilusi yang tak terlihat. Kali ini, semua orang memusatkan perhatian pada Lesya dengan gunjingan kebencian.

Lesya tak memperdulikan gunjingan mereka, kalaupun ia melawan tidak akan ada yang berubah. Ia malah akan semakin banyak mendapatkan gunjingan. Manusia memang seperti itu, selalu mengahakimi tanpa mendengar kejelasan kejadian yang sebenarnya.

Lesya hanya memiliki dua tangan, tidak bisa digunakan untuk menutup mulut-mulut mereka semua. Ia hanya bisa menutup kedua telinganya, agar tidak mendengar cibiran para manusia yang paling sok tau.

Lesya mengakui, bahwa dia melakukan kesalahan. Namun, itu dengan unsur ketidaksengajaan. Jika boleh jujur, bukan Lesya yang melakukannya. Salahkan sipenulis yang mengendalikan tubuhnya dan membuat Lesya menjadi orang yang disalahkan.

Langkahnya terhenti kala seseorang yang menghadang nya. Belum sempat ia menatap orang tersebut, layangan tangan mengejutkannya.

Plak

Wajah Lesya tertoleh kesamping, pipinya memanas. Ia tatap pelaku yang berani menamparnya. Tatapan menghunus tajam.

Bruak

Lesya membalasnya dengan tendangan keras diperut, hingga tubuh lelaki tersebut terjatuh ke lantai. Banyak orang tersentak terkejut.

"LO-" suaranya meninggi, ia bangkit dengan mata elangnya yang menusuk tajam membuat siapapun tidak berani menatap. Namun, tidak dengan Lesya. Dengan penuh keberanian, ia membalas tatapan tersebut lebih tajam.

Buku Tanpa JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang