Twelve: Tatapannya berbeda

5.5K 403 4
                                    

🍀

Kantin. Selalu menjadi tempat favorit sang penulis untuk melakukan banyak scene. Pemeran utama akan selalu menjadi pusat semua orang.

Seperti saat ini, Gion dan Metasa terlihat sangat romantis dengan Gion yang menyuapi Meta. Scene yang akan membuat banyak orang iri, apalagi antagonis. Sayangnya, antagonis tidak ada dikantin.

"Sweet banget mereka, coba aja pacar gua juga gitu!" celetuk Runaya melihat adegan pemeran utama.

"Eh, tapi ya, gua kesel tau sama si Meta!" lanjut Runa dengan wajah julitnya.

"Why?" tanya Lesya.

"Kemarin kan gua ngapel nih ke kelas pacar gua, disitu juga ada Rafael, masa si Meta dekat-dekat Rafael! Padahal kan dia udah ada Gion!" Julit Runaya mengingat kejadian kemarin.

"Positif thinking, siapa tau mereka cuma lagi bahas olimpiade." Sahut Lesya.

"Oh iya ya!" Runa mengangguk setuju, mengingat Rafael dan Metasa ditunjuk sebagai perwakilan olimpiade sekolah.

Awalnya Lesya yang di pilih menjadi perwakilan olimpiade, tapi ia menolak. Di dunia ini, ia hanya ingin menghabiskan waktunya untuk masa-masa SMA yang sebelumnya tak pernah ia dapatkan di dunianya dulu.

"Eh, tapi kayak ada yang beda tau dari Meta!" lanjut Runa masih dengan kecurigaannya.

"Dia natap Rafael beda banget kayak dia natap Gion." Cetus Runa berpendapat. Lesya menyernyit bingung, lalu menatap ke meja yang ditempati sang pemeran utama.

"Lihat, Metasa natap Gion biasa aja. Kayak temen biasa gitu, tapi kalau sama Rafael beda banget. Coba lo lihat nanti pas mereka berduaan." Ucap Runaya menjelaskan.

Berbeda seperti apa yang Runa maksud? Batin Lesya bingung.

---

Lesya tak terlalu memusingkan pendapat Runaya saat dikantin istirahat pertama. Karena menurutnya, tidak ada yang berbeda.

Kali ini, istirahat kedua. Lesya lebih memilih ke perpustakaan. Hari ini berjalan seperti biasa, entah sesuai alur atau tidak, Lesya tidak tau. Namun, antagonis sama sekali tidak terlihat hari ini.

Lesya memasuki perpustakaan yang sepi. Ia memilah setiap rak. Lesya terdiam, dari cela rak ia dapat melihat punggung seorang lelaki yang sedang memegang buku. Namun, anehnya buku yang lelaki itu baca terlihat kosong lembaran nya. Lesya melihatnya dengan jelas.

"dia ngapain baca buku yang kosong?" batin Lesya bertanya.

Dor!

Lesya memegangi dadanya, terkejut. Menatap sang pelaku yang menyengir tanpa rasa bersalah.

"ck, ngagetin!" decak Lesya kesal.

"hehe, sorry! Habisnya Lo keliatan bengong gitu, liatin apa sih?" ucap Altheo padanya.

Lesya menggeleng pelan, ia kembali menatap kecela rak tadi. Kosong. Pemuda tersebut sudah tidak ada disana.

"Lesya, lo liat siapa sih? Gak ada siapa-siapa." Altheo juga melihat kearah yang Lesya lihat.

Lesya beralih menatap Theo dengan kesal, "lo ganggu!" sungut Lesya.

"Ganggu apa? Lo juga gak ngapa-ngapain," balas Theo, Lesya dengan kesal mengambil buku asal. Lalu berlalu menuju meja perpustakaan. Theo mengikuti Lesya, duduk disampingnya.

"lo pms ya?" tanya Theo, tak ditanggapi apapun oleh Lesya.

"Jangan ngambek dong! Padahal gua mau curhat sama lo, udah lama kita gak ngobrol." Ungkap Theo.

"curhat apa?"

Dengan tangan yang menopang wajahnya, Theo menjawab, "gua suka cewek!"

"gua kira lo gay,"

"Gila ya lo!! Mana mungkin! Gua masih lurus kali!" sungut Theo tak terima atas ucapan Lesya.

"bercanda elah!"

"Wajah lo gak ada bercanda-canda nya Echa!!" gerutu Theo, pasalnya Lesya mengucapkan lelucon itu dengan wajah serius nya. Bagaimana Theo tidak kesal?!

Lesya menutup buku yang ia baca, menatap Theo, "to the poin, lo mau curhat apa?"

"Jadi, gua mau deketin nih cewek, tapi gua takut!"

"why? Tinggal lo deketi trus nyatain perasaan lo, selesai!" ucap Lesya gampang.

"Gak segampang itu Lesya! Masalahnya-"

"dia nya suka sama orang lain, gitu?!" tebak Lesya memotong ucapan Theo.

"kok lo tau?"

"tau dong! Orang yang lo suka, juga gua tau!"

"Siapa orang yang gua suka?"

"Metasa, kan?" jawab Lesya percaya diri. Ia yakin, jawaban nya tepat sasaran.

"Lo gila ya?" Lesya menyernyit tak paham, ucapannya benar kan?

"Enggaklah! Yakali gua suka Metasa!"

Hah?

---

Sumpah! Sumpah! Kok bisa? Batin Lesya bertanya. Ia terus memikirkan perkataan Theo. Dia bilang, dia tidak suka Metasa. Gak mungkin, kan?

Jelas-jelas, Lesya baca kalau Theo ini suka sama Metasa. Ini gimana??

"Sya!" matanya mengerjap, kembali dari lamunannya.

"Lo kenapa melamun?"

"Gapapa," balasnya singkat.

"Yaudah yuk balik! Bareng gua, ya?" ucap Runaya, dijawab dehaman pelan oleh Lesya.

Mereka melangkah keluar kelas untuk ke parkiran. Hari ini, Lesya dan Runa pulang bareng. Kata Runa, sekalian jalan-jalan bareng.

"Sya, tuh lihat!" Runa menunjuk, mereka menghentikan langkahnya di koridor sekolah.

"Lihat deh tatapan Metasa!" Perhatian mereka teralih pada Metasa dan Rafael yang sedang mengobrol, mereka melangkah bersama menuju parkiran.

"beda kan tatapan nya?"

Benar.

Tatapan Metasa pada Rafael sangat berbeda. Seperti, tatapan memuja? Tidak mungkin. Metasa menyukai Gion, tentu tatapan itu ditujukan untuk Gion, bukan Rafael. Namun, mengapa seperti ini?

Apakah benar, semua mulai berubah? Atau tatapan Metasa memang seperti itu pada setiap orang?

"Lesya?"

"Udah lihat?" tanya Runaya, "yuk balik!" lanjutnya berseru.

Lesya mengangguk, lalu berlalu bersama Runaya. Tentang pertanyaannya yang bersarang dikepala, ia pikirkan saja nanti.

---

Dari kejauhan, pemuda itu menatap dua orang perempuan yang berlalu dan menatap dua orang yang berbeda gender.

"Dia mulai sadar." Gumamnya pelan.

"Harusnya dia juga sadar, siapa yang mengubah alur dunia ini."

Pemuda itu memegang buku bersampul hitam tersebut, lalu mulai melangkah kembali memasuki lorong sekolah menuju perpustakaan.

🍀


Jangan lupa senyum.

Jangan lupa bersyukur.

Jangan lupa vote.

Terima kasih telah membaca.

31-10-23

Buku Tanpa JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang