Halooo
Ada yg nunggu cerita ini gak?>_<Gda? Yowesss ≧∇≦
🍀
Di ruang BK terjadi ketegangan. Ada Tika, Metasa, Gion— sebagai pembela Metasa, dan Ruto— sebagai ketua kelas.
"Jadi, buku tugas kamu ditemukan di tas Meta?" tanya bu Sri.
"Iya bu! Tadi saya geledah satu-satu tas yang ada di kelas, dibantu Ruto dan Hani. Dan buku saya ketemu di tasnya Meta." Jelas Tika.
"Kalau ibu gak percaya, tanya Ruto dan teman-teman kelas yang waktu itu udah ada di kelas." Lanjut Tika.
"Bu—"
"Gion, kamu diam. Gak ada yang nyuruh kamu bicara!" Sentak Bu Sri pada Gion.
"Tapi Bu—"
"Diam!"
"Metasa, kamu mau ngaku? Atau ada pembelaan?" tanya Bu Sri. Meta yang menunduk, mendongak takut-takut.
"S-saya gak tau, "
"Bu, kita coba liat cctv aja!" usul Gion.
"Masalahnya Cctv kelas XI IPA 1 rusak dari tiga hari lalu!" ujar Bu Sri memberitahu.
"Bu buktinya udah jelas buku saya ada di tas dia, dan Meta sama sekali gak ada pembelaan yang jelas!" Papar Tika.
"Gak usah berbelit lagi, Bu! Mending langsung kasih dia hukumana aja!" seru Tika.
"Metasa, kamu gak ada pembelaan lagi?" tanya Bu Sri sekali lagi.
Metasa bungkam, ia menunduk. Tidak ada kata yang ia ucapkan sebagai pembelaan.
"Baik kalau begitu, saya anggap kamu membenarkan ucapan Tika."
"Bu, percaya sama saya, Metasa gak mungkin ngelakuin itu!" Bela Gion.
"Gion, kalau dia tidak salah, seharusnya dia memberikan pembelaan. Tapi, apa? Metasa tidak membela dirinya sendiri!" balas Bu Sri.
"Sebagai hukuman, kamu bersihkan kamar mandi cewek! Sepulang sekolah, kamu keruang BK lagi, untuk mengambil surat skors kamu, Metasa." Putus Bu Sri tak terbantah.
Gion ingin sekali protes, tapi tatapan maut Bu Sri membuat ia bungkam.
"Terima kasih Bu, kalau begitu saya pamit ke kelas!" Pamit Tika bersamaan dengan Ruto.
"Saya dan Meta juga pamit, Bu!" Pamit Gion, Bu Sri berdeham sebagai jawab. Gion dan Metasa keluar dari ruang Bk.
---
Lesya memasuki rooftop. Ia tatap punggung seorang gadis yang membelakangi nya, melangkah mendekat.
"Bukan lo pelakunya kan?" tanya Lesya memastikan. Gadis yang tak lain adalah antagonis berbalik menghadap Lesya.
"Maksud lo?"
"Taruh buku Tika di tas Metasa biar dia tertuduh,"
"Lo nuduh gua?"
"Gua hanya memastikan, Selly!" cetus Lesya.
"Pertanyaan lo sama aja dengan nuduh gua!" Seru Selly ketus.
"Kalau lo nyangka begitu, gua minta maaf. Tapi, gua hanya memastikan. " balas Lesya.
"Gua kasih tau," Selly menjeda ucapannya, "–bukan gua."
"Terserah, lo mau percaya atau enggak!" lanjut Selly.
Lesya menatap mata Selly, mencari kebohongan di sana. Tidak ada kebohongan dipancar matanya.
"Tapi, kenapa lo keliatan puas saat melihat Metasa tertuduh?" tanya Lesya masih memastikan kebenaran.
"Gua senang, dia ngerasain tuduhan yang gak dia perbuat." Jawab Selly.
"Sama seperti apa yang selalu gua rasain," lanjutnya, pandangannya beralih menatap langit biru.
"Malah gua sangat berterima kasih ke orang yang udah menuduh Metasa. Jadi, gua gak perlu ngabisin tenaga buat balas dia!" Ucap Selly. Lesya tak habis pikir, tetapi jika ia berada diposisi Selly, ia juga akan sangat berterima kasih pada pelaku yang menuduh Metasa.
"Lo tahu? Setelah kedatangan Metasa, semua malapetaka terus berdatangan di hidup gua. Hidup gua sulit," ungkap Selly parau.
"Semua rasa sakit yang gua rasain selalu bersangkutan dengan Metasa."
"Dia, malapetaka di hidup gua."
Dari samping, Lesya dapat melihat sebuah luka di mata Selly.
"Selly ..."
Selly menoleh atas panggilan Lesya.
"Semesta sengaja ngebuat lo jatuh, bukan untuk mendengar semua keluhan lo," Lesya menjeda ucapannya, menatap dengan senyuman tipis.
"Tapi, semesta hanya ingin lo belajar bagaimana bangkit dari rasa sakit."
---
Lesya memasuki perpustakaan sekolah. Aroma buku-buku menyambutnya. Matanya memandang penjuru perpustakaan. Sepi.
Jam pulang sekolah seperti ini, mana mungkin ada yang pergi ke perpustakaan. Kecuali, orang yang gabut. Lesya termasuk orang tersebut.
Ia memilah setiap rak perpustakaan. Langkahnya terhenti kala melihat buku dengan cover berwarna hitam polos. Merasa penasaran, Lesya mengambilnya.
Ia pandangi buku itu, dahinya menyernyit. Tanpa judul. Aneh. Namun, ia kembali mengingat sesuatu. Buku hitam tanpa judul.
"Novel Metasa!" pekik Lesya.
Benar. Ini novelnya, novel hitam tanpa judul yang pertama kali ia temukan di rak buku Lesya asli.
Lesya membuka buku tersebut, bab satu terpampang jelas. Ia mulai membacanya. Namun, dahinya lagi-lagi menyernyit kebingungan.
"Kenapa ..?" Ia menjeda ucapannya.
"Kenapa ada nama gua di bab pertama?!" tanya nya memekik. Ia membaca dengan jelas, namanya terpampang di bab pertama. Ceritanya pun seperti saat pertama kali ia memasuki dunia novel.
"Perpustakaan sekolah akan di kunci, jika masih ada orang di dalam, segera keluar!"
Brak
Suara speaker mengagetkannya, membuat Lesya refleks menjatuhkan buku hitam tanpa judul tersebut. Ia harus segera keluar dari perpustakaan, Lesya kembali mengambil buku hitam yang jatuh di lantai. Lalu, segera melangkah keluar dari perpustakaan.
Tanpa ia sadari, sedari awal Lesya memasuki perpustakaan. Ia sudah diperhatikan oleh seseorang dibalik rak belakang Lesya.
"Cepat atau lambat, lo bakal sadar." Gumamnya pelan.
"Mungkin, saat ini waktunya."
🍀
Mentemen, makasi yaa klian dah mau komen. Aku sll baca komen kalian, tp maaf gak bsa bales satu'. Tenang, aku like kok ≧∇≦
Saya ulgnnya smpe kamis, jdi ya gtu. Buat klian yg lagi ulgn jga, mangatttt ya!!
Btw, selamat hari guru♡
Jangan lupa senyum.
Jangan lupa bersyukur.
Jangan lupa vote. Terima kasih telah membaca.
25-11-2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Tanpa Judul
Teen FictionAlana Falansa, menemukan Buku Tanpa Judul. Ia memasuki dunia buku itu, menempati tokoh figuran yang sekali muncul karena terlibat konflik kecil. Lama dalam dunia ini, ia temukan berbagai masalah setiap pemeran. Bahkan masalah tentang dirinya sendiri...