Seven : Antagonis menyedihkan

6.6K 459 9
                                    

🍀

Dunia ini tidak adil. Dan, dunia novel ini termasuk dalam ketidakadilan itu. Selly Monica, tidak pernah meminta dilahirkan untuk menjadi seorang antagonis. Namun, takdir yang penulis tuliskan padanya membuatnya menjadi antagonis yang selalu mengganggu hidup sang protagonis. Jika boleh ia mengatur takdirnya sendiri, Selly tidak akan pernah mau dilahirkan hanya untuk menjadi antagonis dalam kisah Gion dan Metasa.

Di sini, bukan hanya protagonis yang tersakiti. Namun, antagonis juga. Hidup antagonis berantakan. Orang tua? Lengkap, tapi terasa tidak ada. Hubungan keluarga nya hidup dalam kepura-puraan. Mamanya, sibuk dengan pekerjaannya. Lebih tepatnya, menyibukkan diri dari hubungan keluarga yang tak lagi sehangat dulu. Sedangkan, papa-nya? Dia tidak peduli. Memilih pergi tanpa peduli nasib putrinya. Memilih seseorang yang lebih berharga daripada putrinya. Selly tau semua itu. Namun, ia memilih bungkam. Agar tidak ada perpisahan antara mereka. Biarkan seperti ini, dalam kepura-puraan. Memilih tidak tau apapun, padahal ia tau semuanya. Terpenting, tidak ada perpisahan, karena Selly benci kata itu.

Hidup dalam kepura-puraan lebih baik, daripada hidup dengan perpisahan. Padahal keduanya tidak ada yang baik. Semua buruk. Namun Selly lebih memilih opsi pertama, dan berakhir dalam kesepian.

Hingga ia bertemu dengan seorang lelaki yang membuatnya jatuh-sejatuhnya, Gionino Azain Wolldanson. Namun, peran dan takdir mereka berbeda. Gion berperan sebagai protagonis, dan takdirnya hanya untuk protagonis wanita yaitu, Metasa. Sedangkan Selly berperan sebagai antagonis. Takdirnya hanya untuk berakhir menyedihkan.

Selly menatap langit dengan pandangan kosong. Rooftof, tempat pertama yang membuatnya bertemu dengan Gion. Tempat yang membuat ia jatuh cinta pada protagonis pria.

Selly masih ingat, ucapan Gion padanya yang menangis saat itu di rooftof.

“Kalau lo ngerasa hidup itu gak adil, lo harus ingat perjuangan lo selama ini.”

Lo kuat, gua yakin lo bisa bertahan di dunia yang gak adil menurut lo ini.”

Kalimat Gion membuat hati Selly tersentuh. Hatinya menemukan seseorang untuk jatuh dan Selly menemukan seseorang untuk alasannya bertahan di dunia ini.

"Apa gua salah menjadikan lo sebagai alasan gua bertahan, Gion?" tanya Selly, ucapannya bagai angin lalu, karena ia hanya sendirian disini –didunia ini.

"Salah, sangat salah." Sahutan itu membuat Selly berbalik menatap sang pelaku yang menyahut.

Gadis ini, bukankah gadis yang pernah menjadi gunjingan banyak orang kemarin? Selly tidak tau jelas siapa gadis ini.

"Gak seharusnya lo menjadikan orang lain sebagai alasan lo bertahan," ucap gadis di hadapannya dengan wajah datarnya.

"Karena alasan yang tepat untuk bertahan adalah —diri lo sendiri."

"Yang tau Lo sakit, itu diri Lo sendiri dan yang bisa menyembuhkan luka lo itu hanya Lo, bukan orang lain."

Selly bungkam mendengar ucapan Lesya.

"Gak ada yang bisa kita harapkan dari manusia."

Lesya tidak pernah tau, luka apa yang Selly rasakan. Namun, Selly mengingatkan nya pada dirinya dulu sebagai Alana Falansa. Gadis broken home, sama seperti Selly.

Orang tua Alana berpisah, ia hidup bersama ayahnya. Ayahnya selalu menuntut ia menjadi sempurna. Jika nilainya di bawah seratus, Alana akan dimarahi habis-habisan bahkan hingga dipukul dengan rotan. Menyedihkan sekali. Pernah saat ia mendapatkan nilai 97 diulangan harian fisika, Ayahnya memarahi dan memukulnya. Ayah Alana selalu merasa kurang atas apa yang Alana capai. Membuat Alana hidup dalam tekanan ayahnya. Alana lelah hidup dalam tekanan ayahnya, hingga ia memilih mengakhiri semuanya.

Buku Tanpa JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang