Thirty Seven: Sekali lagi, Metasa egois.

696 47 5
                                    

🍀

Kenzo berlari menyusuri koridor rumah sakit yang rasanya tidak berujung. Ia mengejar Bundanya yang lebih dulu berlari di depan, disertai air mata yang dibiarkan bebas berjatuhan.

Rasanya baru saja kemarin, ia bersyukur akan dipertemukan oleh Ayah dan Adiknya lagi. Baru kemarin ia bersyukur keluarganya akan kembali utuh, serta berharap semua akan berjalan baik-baik saja.

Namun sekarang, rasanya Kenzo tak percaya kabar buruk datang menghancurkan harapan besarnya. Ayahnya mengalami kecelakaan. Ia tak pernah menyangka pertemuan mereka harus dilakukan dengan cara seperti ini.

Kenzo dan Bunda berlari tak memikirkan apapun selain bagaimana caranya agar bisa sampai di ruang ICU secepat mungkin. Setelah sampai ujung koridor, Kenzo dan Bunda menghentikan langkah cepat mereka. Mereka mencoba mengatur nafas agar lebih teratur. Kenzo juga menghapus air mata yang sedari tadi mengalir. Ia kembali menangis karena satu alasan, Ayahnya.

Di kursi tunggu, sudah ada seorang gadis yang menunduk dengan bahu bergetar, ditemani pemuda remaja yang seumur dengan gadis itu. Bunda perlahan menghampiri.

"Lesya ..." suaranya lirih, memanggil.

Lesya mendongak, menampakkan wajah kusut yang telah dibasahi air mata. Bunda peluk putrinya, berharap dapat memberikan ketenangan. Kenzo duduk di samping Bunda, turut memeluk dua perempuan yang sangat ia sayangi dan cintai.

"Semua pasti akan baik-baik saja," gumam Bunda memberikan kalimat penenang.

Bunda elus surai anak-anaknya, sampai pria paruh baya yang mengenakan jas khas dokter keluar dari ruang ICU.

"Keluarga pasien?"

Bunda melepas pelukannya, ia beranjak untuk berhadapan dengan sang dokter. "Saya Dok, bagaimana keadaan Mas Riko, Dok?"

"Saat saya memeriksa Pak Riko, ada beberapa luka di tubuhnya, tulang kaki kanan pasien patah kemungkinan disebabkan tindihan beban berat dan saya juga menemukan kaca kecil yang tertancap dalam dada pasien. Tapi syukurnya, luka pendaraan di dadanya tidak tergolong berbahaya. Dengan perawatan khusus, insyaallah kondisi pasien akan segera membaik." Jelas Dokter membuat mereka yang mendengarnya menghela nafas lega.

"Untuk patah tulangnya, apa akan dilakukan operasi, Dok?" tanya Kenzo.

"Iya, beberapa menit lagi akan dilakukan operasi pada kaki pasien, keluarga pasien dimohon menunggu dengan sabar." Balas Dokter.

"Lakukan yang terbaik untuk Ayah saya, Dok." Sahut Lesya dengan suara serak sehabis menangis.

Dokter mengangguk, "Pasti kami akan melakukan yang terbaik." Tekad Dokter.

"Terima kasih, Dokter." Ucap Bunda dibalas anggukan.

"Kalau begitu, saya pamit untuk menyiapkan operasi pasien." Dokter berlalu meninggalkn mereka.

Bunda kembali memeluk raga Lesya, "Sudah, ya, sayang! Jangan nangis lagi, Ayah baik-baik saja." ungkap Bunda.

Lesya tak menyahuti, ia bungkam dengan beribu pikiran yang mengganggu.

---

Setelah beberapa jam di ruang operasi, Ayah kemudian dipindahkan ke ruang rawatnya. Keadaannya sudah lebih baik, tapi Ayah belum juga siuman.

Lesya dibawa oleh Razean dan Kenzo ke kantin rumah sakit untuk mengisi perutnya yang kosong. Awalnya ia menolak, tapi ia diberikan ancaman tidak boleh menjenguk Ayah sebelum mengisi perut. Jadi, Lesya menurut pada mereka. Bunda dibiarkan menemani Ayah di ruang rawat.

Buku Tanpa JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang