Thirty Four : "Dunia ini bukan milik lo."

1.2K 84 0
                                    

🍀

Lesya menghempas genggaman Razean pada tangannya. Ia menatap langit cerah dari rooftof, enggan untuk menatap mata Razean. Setelah bel istirahat berbunyi, Razean mendatanginya, menyeretnya ke rooftof.

"Lesya, tatap gua!" perintahnya, kedua tangannya memegang bahu Lesya.

Lesya menurut, menatap mata teduh yang selalu menenggelamkan dirinya.

"Apa yang bikin lo salah paham dengan penjelasan gua waktu itu?" tanya nya menuntut.

Dahi Lesya menyernyit, "apa sih?! Gak ada yang gua salah pahami dengan penjelasan lo!" bantah Lesya sinis.

Razean berdecak, Lesya masih saja membantah. "Mata lo saat itu gak bisa bohong! Lo kecewa, tapi apa penyebabnya? Bagian mana dari penjelasan gua yang bikin lo kecewa?"

Lesya menggigit bibir bawahnya, gugup menyerangnya. Tidak mungkin Lesya jujur jika ia kecewa karena Razean yang selalu berada di sisinya hanya karena menjalankan tugas agar dunia fatamorgana ini tidak terulang kembali. Dan juga untuk tidak mengalami kelenyapan kesekian kali.

Tidak mungkin juga, Lesya dengan gamblang mengatakan tentang perasaannya pada Razean.

Perasaan?

Tidak, tidak. Lesya tidak menyukai Razean. Tidak mungkin ia suka lelaki itu. Ia tidak boleh bawa perasaan dengan semua perilaku Razean terhadapnya. Tidak boleh.

Ah, mungkin saja ini hanya perasaan sesaat yang sebentar lagi pasti akan hilang di makan waktu. Lesya yakin itu.

Lesya pasti hanya sedikit kecewa atas penjelasan itu. Iya, hanya seperti itu.

"Gua udah bilang, kalau gua akan bantu lo untuk dapat akhir yang baik. Jadi, gak ada masalah." Ucap Lesya tak mau menjelaskan yang sebenarnya ia rasa.

"Terus kenapa lo terlihat kecewa? Kenapa lo nyuruh gua untuk menjauh?" tanya Razean, lagi. Ia butuh penjelasan atas semuanya, sejelas-jelasnya.

"Gua ..." Bibir Lesya terasa kelu. Otaknya menata jawaban yang masuk akal atas pertanyaan Razean, agar tidak ada yang perlu di bahas lebih lanjut.

Ia beralih menatap arah lain, tak sanggup bersitatap dengan mata Razean yang menuntut penjelasan. Namun, nyatanya otaknya tak bisa di ajak kerjasama, ia tidak memiliki jawaban.

Apakah Lesya jawab jujur saja?

Tapi bukan tentang perasaannya, hanya tentang keresahannya saja. Ah, iya, begitu saja! Supaya tidak semakin ribet.

"Gua cuma gak mau di lindungi atas alasan menjalankan tugas," cicit nya.

Razean mengerti sekarang, Lesya hanya merasa kecewa karena Razean yang mengatakan bahwa ia melindungi dan selalu ada di sisinya hanya karena alasan yang terasa tidak tulus itu.

Razean menghela nafas pelan, lalu secarik senyum ia tampilkan. "Awalnya memang iya, gua melindungi lo karena alasan itu ..." ada jeda dalam ucapannya.

Rasa kecewa yang telah Lesya tenggelamkan kembali hadir setitik demi setitik. Ternyata yang ia kira benar.

Razean melanjutkan ucapannya,"tapi saat gua selalu berada di sisi lo, gua merasa nyaman. Dan hal itu bukan lagi menjadi alasan gua ada di sisi lo."

Lesya menyernyit, jika bukan karena alasan itu lagi, lalu alasan apa sekarang? Lesya ingin bertanya, namun elusan dipipinya membuat ia mengurungkan niatnya.

"Gua gak mau menjauh, tolong jangan biarkan gua menjauh."

---

Bau buku menyeruak, Metasa tersenyum setelah menemukan seseorang yang ia cari di lorong rak-rak buku. Maniknya tak lepas dari gerak-gerik lelaki tersebut, ia mulai menghampiri perlahan saat melihat lelaki itu telah duduk di bangku pojok yang tidak akan terlihat dari pintu masuk.

Buku Tanpa JudulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang