Aku berada di dalam mobil mewah milik Erick. Mobil Lexus keluaran terbaru dengan kecanggihan teknologi yang sama sekali tidak aku mengerti. Ada moonroof di bagian atas mobil. Sepatuku tidak sengaja menginjak sesuatu di bawah sana. Aku menunduk untuk melihat apa yang aku injak. Lipstik.
Lipstik dari brand high end yang harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Aku mengambil lipstik berwarna cokelat muda itu. Aku menatapnya dengan mata menyipit.
"Ceroboh." Aku melirik Leo yang menatap sekilas lipstik yang aku pegang. "Ini milik Diva?" tanya dengan mata menyipit.
"Ya, terus milik siapa lagi? Selain Diva aku tidak pernah mengizinkan wanita lain menaiki mobil milikku." Dia menatapku tajam.
"Dan kamu mengizinkan aku duduk di dalam mobilmu. Kemungkinan selain aku dan Diva ada wanita lain juga yang kamu izinkan untuk masuk ke dalam mobilmu, Leo. Aku tidak pernah percaya ucapan pria sepertimu."
"Ya, tentu saja ada wanita lain." Dia menyunggingkan senyum sombongnya. Dia melirikku. "Ibuku. Dia sering naik mobilku dan menjadikanku sebagai sopirnya."
"Aku tidak tahu apa yang kamu mau sampai kamu rela menjemputku dan mengizinkan wanita yang tidak punya apa-apa ini duduk di dalam mobil mewahmu." Aku meletakkan lipstik di atas dashboard.
Leo menghentikan mobilnya di tepi jalan yang cukup sepi. Dia melepas kacamata hitam yang bertengger di atas batang hidungnya. Dia mematikan mesin mobil kemudian menatapku. Tatapannya yang selalu tampak tidak menyukaiku sedikit berubah dan itu terlihat aneh bagiku. Dia yang selalu melihatku seperti seekor kecoa yang menjijikan malah menatapku dengan tatapan seperti aku ini seekor kucing yang lucu.
Aku yakin caranya menatapku sama seperti dia menatap wanita lain yang ingin dijadikannya mangsa. Apakah aku akan disantap olehnya? Aku ngeri membayangkannya.
"Aku ingin membuat kesepakatan denganmu."
Dahiku mengerut. "Kesepakatan?"
"Aku..." Dia menghela napas seolah apa yang akan diucapkannya sangat berat dan membebani dadanya.
Hening.
Keheningan menyelimuti kami untuk beberapa saat.
"Aku ingin menyudahi permusuhan kita, Riss." Suaranya terdengar hangat tapi aku bukan wanita bodoh yang langsung percaya pada pria yang tidak menyukaiku selama dua puluh tahun lamanya dan tiba-tiba dia bilang ingin menyudahi permusuhan. Sulit dipercaya.
Dia membasahi bibirnya.
"Seharusnya, kita menjadi partner saja. Melakukan kewajiban sebagai pasangan suami-istri tapi juga menjadi teman. Kamu paham maksudku kan?"
Aneh melihatnya seperti ini. Dia ingin mennjebakku atau ini ada hubungannya dengan Diva? Leo takut kalau aku mengatakan soal Diva pada Adam dan Sonia.
"Kamu yang menyulut permusuhan dua puluh tahun lalu dan tiba-tiba kamu minta menyudahinya?"
"Ini mungkin terlalu aneh bagimu. Aku juga merasa aneh. Tapi, aku harus menyudahi semuanya termasuk hubunganku dengan Diva."
"Apa?!" Pekikku. Lalu beberapa detik kemudian aku tertawa hambar.
"Ayahku tahu soal Diva." Ucapnya tawaku terhenti seketika.
Hening.
Kami berdua terdiam.
"Ah, itu bukan urusanku."
"Riss, kalau ibuku tahu soal Diva dia akan semena-mena padaku. Ibuku mungkin akan menyuruh Erick menggantikan posisiku."
"Bukannya kamu anak kesayangan ibumu."
"Ayahku mengancamku. Kalau aku tidak memutuskan Diva dia akan memberitahu soal Diva pada ibuku. Dan karirku akan tamat."
Leo terdiam sejenak. "Ayahku menuntut agar aku segera memiliki anak."
Aku menelan ludah.
Aku tidak pernah membayangkan kalau aku akan menikah dengan Leo diusia dua puluh delapan tahun dan aku tidak pernah membayangkan disentuh Leo barang seinchi pun.
"Aku rasa kamu tidak akan melepaskan Diva hanya karena ayahmu tahu soal Diva."
"Bisakah kita bersikap biasa saja tanpa saling memusuhi? Aku sangat berharap akan hal itu."
"Kamu sedang terdesak, Leo. Dan inilah yang kamu lakukan saat kamu merasa terdesak. Kebencian selama dua puluh tahun lamanya menguap begitu saja hanya karena ancaman ayahmu? Oh, lihat betapa rapuhnya kamu. Kamu tidak sekuat yang aku bayangkan. Aku saja tidak pernah memikirkan untuk bisa berdamai denganmu." Sebelah alisku terangkat tinggi. Aku tersenyum puas melihatnya berahap pada wanita yang sedari kecil dibencinya itu.
"Aku jijik memohon kepadamu dan aku tahu jawabanmu soal ini, Riss. Oke, kita lihat saja siapa yang akan memohon nantinya."
Belum tiga puluh menit saja dia sudah kembali ke wajah aslinya. Aku tahu aku dan Leo akan sangat kesulitan untuk bersatu. Menjadi partner baginya adalah sesuatu yang tidak mungkin.
Aku dan Leo saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang seperti biasa. Tatapan matanya yang terlihat sangat membenciku.
"Aku yakin kamu memang lebih cocok dengan Erick. Kalian sama-sama menyedihkan."
"Kakak macam apa yang mengatai adiknya menyedihkan."
"Faktanya memang begitu. Dia terobsesi denganmu tapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya padamu, Riss. Dan kamu bodoh karena tidak menyadari hal itu dari dulu. Sangat bodoh." Dia memberi penekanan pada dua kata terakhirnya hingga membuatku geli.
Leo menyalakan mesin mobil. Dia kembali mengenakan kacamata hitamnya.
Apa yang dikatakan Leo itu mungkin saja benar kalau aku memang sangat bodoh. Erick begitu peduli padaku tapi apakah pria itu benar-benar menyukaiku seperti yang dikatakan Leo. Terobsesi denganku? Kata obsesi selalu terdengar menyeramkan di otakku.
Selama perjalanan ke kantor aku dan Leo tidak mengatakan satu patah kata pun. Kami sibuk dengan pemikiran kami masing-masing. Sesampainya di parkiran, aku turun dari mobil disusul Leo namun sialnya mobil Mercedez Benz milik Diva berada tepat di samping parkiran mobil Leo.
Diva keluar dari mobil dengan tatapan mata curiga.
***
Kalo udah gini apa yang bakal terjadi ? 😂Perlu double update gak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Marriage (21+)
Romance"Enam bulan menjadi suamimu, dan aku menyesali pernikahan konyol ini." "Kamu menyesal karena kebingungan Diva mendesakmu untuk menikahinya kan?" Kali ini aku tersenyum lebar. "Aku khawatir..." Aku memasang ekspresi cemas yang dibuat-buat. "Jangan...