Secret Marriage - BAB 22

1K 149 11
                                    

Esok paginya saat rapat Leo sesekali melirik ke arah Rissa yang sedang mendengarkan dirinya yang menjelaskan tentang strategi yang akan dilakukan untuk bulan depan agar perusahaan bisa mencetak laba di atas sembilan puluh persen. Meskipun Leo bukan pria yang baik dan selembut Erick tapi dia juga memiliki sisi yang menarik di mata Rissa. Pintar dalan bisnis, pintar membaca peluang dan pekerja keras. Ya, walaupun dia tidak bisa lepas dari skandal percintaa gilanya dengan Diva.

Nina yang duduk di samping Rissa memandang temannya itu dengan pandangan aneh. Seolah apa yang Rissa rasakan bisa dibaca oleh Nina.

"Ganteng banget ya, Pak Leo pagi ini." Celetuknya dengan nada suara rendah.

Rissa menoleh pada Nina dengan dahi mengerut. "Oh ya?"

"Iya, sampai orang yang duduk di sampingku terpana pada kegantengan Pak Leo."

Rissa menoleh pada orang yang duduk di sebelah Nina. Pak Nanda. Pria empat puluhan tahun yang sudah memiliki istri dan anak. Rissa menutup mulutnya yang ingin tertawa membayangkan Pak Nanda yang terpana pada Leo.

Nina menyikut lengan Rissa. "Bukan Pak Nanda, bego." Tegurnya pada Rissa.

"Terus siapa?" Tanya Rissa di sela tawa kecilnya.

"Kamu."

"Halo yang di sebelah sana." Leo menunjuk ke arah Rissa dan Nina dengan bolpoint miliknya. "Kalau tidak bisa memperhatikan saya bisa keluar dari ruangan ini." Katanya wajah angker.

"Iya, Pak, maaf." Ucap Nina dengan ekspresi wajah bersalah padahal dia hanya berpura-pura merasa bersalah. Nina merasa cukup kuat melihat siapa yang menjadi backingannya saat ini.

Leo dan Rissa saling menatap sepersekian detik.

***

Erick duduk di kafe bertema outdoor yang di keliling pohon-pohon pinus. Dia duduk tepat di salah satu pohon pinus ditemani secangkir espresso, sepotong kue brownies dengan topping almond dan laptop dengan merk apel yang digigit. Terkadang duduk sendirian dan menikmati kesendiriannya memberikan Erick ruang untuk memahami dirinya. Untuk memahami perasaannya pada Rissa.

Semalam dia memang menenggak wine tapi dia tidak mabuk. Dia sadar. Dan semua kontak fisik yang dilakukannya pada Rissa adalah keinginan. Keinginannya selama ini. Entah selama dua puluh tahun lalu saat dia pertama kali bertemu Rissa atau saat dia dan Rissa mulai beranjak dewasa.

Erick menikmati menyentuh punggung tangan Rissa lalu menggenggam tangannya. Dia menikmati ciumannya pada Rissa. Rissa bukan wanita pertama yang diciumnya, tapi dia merasakan sesuatu yang berbeda dengan bibir Rissa. Sesuatu yang menariknya untuk lebih lama dan lebih dalam lagi menikmati ciumannya.

Erick mencoba mengenyahkan bayangannya tentang semalam, tapi semakin mencoba dilenyapkan semakin dia menginginkannya kembali. Erick menatap layar laptonya dan mencari foto-foto lama di file yang diberinya nama 'Roti Bakar Cokelat'. Nama yang sesuai dengan roti kesukaan Rissa.

Layar laptopnya menampilkan foto-foto Rissa dan dirinya semasa kecil, remaja hingga sekarang. Ternyata waktu begitu cepat berlalu. Tiba-tiba mereka sudah menjadi pria dan wanita dewasa.

Wanita berambut balayage cokelat gelap duduk di depannya. Erick melirik dengan gerakan mata tenang.

"Mau apa kamu?" Tanyanya sembari menutup file yang memperlihat Rissa tersenyum saat Rissa mengenakan seragam putih abu-abu.

Diva memutar bola mata jengah. Erick mengenalnya bahkan sebelum Leo berpacaran dengan Diva. Erick adalah kakak kelas Diva di sekolahan mereka. Saat itu Erick memang lebih memilih sekolah di sekolahan yang biasa saja dibandingkan dengan sekolahan elit yang dipilih Leo.

Erick tahu banyak hal mengenai Diva, tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk memberitahu Leo siapa Diva sebenarnya. Hubungan percintaan Diva dan Leo bukanlah urusannya. Dia hanya ingin menjadi penonton drama Diva dan Leo. Dan tontonan yang paling menarik adalah saat Diva nyaris telanjang duduk di atas meja kerja Leo.

"Rick, aku lagi ada masalah." Diva yang biasanya berpura-pura tak mengenal Erick sekarang memasang ekspresi paling polos.

"Aku tidak bisa membantu. Aku bukan temanmu, aku bukan kekasihmu."

"Iya, tapi, aku harus minta tolong siapa lagi kalau bukan kamu?"

"Leo. Dia kekasihmu."

"Aku tidak mau Leo tahu masalahku dan masa laluku."

"Diva, aku tidak peduli."

"Rick, aku diperas oleh mantanku. Dia ingin memberitahu Leo kalau aku bukan anak pejabat."

"Lalu?"

"Kamu tahu itu kan, dan kamu sama sekali tidak bilang apa-apa pada Leo. Dan aku hanya berharap sama kamu saat ini." Diva memelas. Tapi, bukannya menciptakan keprihatinan, Erick malah tampak tidak nyaman.

"Sumpah demi Tuhan aku tidak peduli, Div." Erick mematikan layar laptopnya. Dia bersiap beranjak dari kursi kayu.

"Erick, please, bantu aku kali ini saja."

Erick tidak menghiraukan permohonan Diva. Dia tetap memilih pergi dari kafe. Memilih menghindar dari Diva lebih baik daripada nanti Leo melihatnya bersama Diva. Leo bisa cemburu padanya dan berpikir yang tidak-tidak.

***

Secret Marriage (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang