Secret Marriage - BAB 11

1K 187 43
                                    

Dalam hidup ada beberapa hal yang memaksaku untuk memilih. Memilih bertahan menjadi bagian dari keluarga Xanders atau keluar tanpa membalas segala kebaikan Pak William Xanders. Dan aku memilih bertahan. Pesan Pak William Xanders padaku adalah agar aku tetap berada di sini. Di lingkungan keluarga ini. Erick, Clara, Pak Adam dan Bu Sonya. Aku harus menuruti mereka tanpa bisa menolak.

Aku berusaha berbuat sebaik mungkin untuk keluarga ini sebelum aku mencapai kebebasan finansial yang aku mau dan pergi dari sini. Pergi dari keluarga Xanders. Aku tidak peduli dengan pernikahanku dan Leo. Kami tidak saling menyukai bahkan saling membenci. Untuk apa bertahan dengan kehidupan yang dipenuhi perdebatan. Bahkan mungkin saat aku tak mengenakan sehelai pakaian pun, Leo tetap tidak akan tertarik padaku hanya untuk sekadar melihat tubuhku.

Namun, aku salah. Pria itu berani menciumku. Bukankah dia selalu menatapku dengan tatapan seolah aku ini serangga yang menjijikan. Meskipun nada suaranya mengancam tapi harus aku akui kalau aku tidak bisa melupakan cara dia menciumku dengan singkat.

Aku membeku.

Aku tidak pernah merasakan ciuman dengan pria mana pun. Tapi, kenapa harus Leo yang menjadi ciuman pertamaku? Kenapa harus pria yang bahkan tak menyukaiku tapi membenciku.

"Kamu baik-baik aja, Riss?" Nina datang dengan raut wajah khawatir.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Pak Leo tidak ngapa-ngapain kamu kan?"

Aku menggeleng. "Kopinya sudah aku buatkan, tuh."

"Serius, dia tidak macam-macam ke kamu. Pintu pantry-nya di kunci loh tadi."

"Tidak, Nin. Santai, oke."

Meskipun aku mencoba menenangkannya tapi Nina seperti tidak percaya. Dia masih khawatir. "Kalau Pak Leo macam-macam ke kamu, bilang saja ke aku, Riss."

"Tidak, dia Cuma mau bikin kopi tapi malas jadi tadi nyuruh aku buat bikin kopi."

"Masa sih?"

Aku mengangguk.

"Eh, memangnya kalau Leo macam-macam sama aku terus aku ngadu ke kamu, kamu mau apa? Kamu kan bawahan Leo sama seperti aku juga."

"Aku bisa mengadu ke Pak Adam. Gini-gini aku dekat loh dengan Pak Adam." ujarnya dengan ekspresi bangga.

"Wah, hebat!" Nina tidak tahu kalau aku dianggap keluarga oleh Pak Adam. Aku tidak pernah menceritakannya pada Nina. Terkadang, aku merasa bersalah karena tidak pernah cerita apa-apa. Soal kedekatanku dengan Erick, aku bilang pada Nina kalau Erick dan aku memang berteman.

***

Jam sembilan malam, Erick dan aku makan malam di restoran fancy. Kami memesan makanan khas Eropa timur. Lokshyna z shynka, makanan ini mirip dengan pasta khas italia. Mie-nya lebih lebar dari mie biasa. Erick tampak menyukai makanan ini.

"Apa kamu lapar?"

"Bisa dibilang begitu. Aku pusing mneyusun disertasi tapi aku bertekad bisa lulus tahun ini. Aku ingin fokus pada pekerjaanku nanti sebagai calon direktur keuangan." Dia berkata dengan semangat.

"Bukannya passionmu itu ada di dunia akademik ya."

"Passion bisa berubah sewaktu-waktu. Aku bosan belajar di kampus terus. Mau bagaimana pun juga dibandingkan menjadi dosen jauh lebih menjanjikan bekerja sebagai direktur keuangan di perusahaan ayah sendiri bukan." Dia tersenyum lebar.

"Syukurlah kalau kamu akhirnya mau bekerja di perusahaan keluarga."

"Tapi, aku tetap ini menjadi dosen. Aku bisa menjadi direktur keuangan sekaligus dosen."

"Untuk anak orang kaya seperti kamu, aku rasa semua yang diinginkan pasti mudah tercapai."

"Ya, itulah kenapa kita harus tetap kaya."

Aku tersenyum miris. "Aku belum kaya. Aku hanya berusaha untuk menjadi kaya."

"Aku bangga sama kamu, Riss. Kamu hebat. Kamu tidak bergantung di keluarga kita. Kamu berdiri sendiri bekerja di perusahaan dan mendapatkan gaji meskipun kamu istri dari Leo. kamu tidak memanfaatkan semua fasilitas sebagai seorang pimpinan perusahaan. Aku tidak tahu apa jadinya kalau Diva yang menikah dengan Leo."

"Yang jadi pertanyaanku saat ini adalah kapan semua ini akan berakhir?"

"Uhukkk... uhukkk..." Erick tersedak. Aku mengulurkan tisu padanya.

Dia mengambil gelas di mejanya dan meminumnya. "Apa maksudmu?"

"Ya, kapan aku bisa berpisah dengan Leo?"

"Kamu ingin berpisah dengannya? Kenapa?"

"Aku tahu aku tidak boleh berpisah dari Leo tapi aku tidak tahan dengannya. Bagaimana kalau Pak Adam mulai meminta cucu dari kami sedangkan aku dan Leo tidak bisa bersatu. Aku dan Leo berbeda, Rick. Kamu tahu kan."

Perkataanku membuat selera makan Erick lenyap.

"Apa yang bisa kita lakukan, Riss. Kita tidak bisa menolak apa yang sudah kakek tentukan."

"Menolak apa?" Aku dan Erick menoleh ke arah sumber suara. Leo. Pria itu mengenakan sweater warna abu tua. Rambutnya seperti biasa tertata rapi dengan olesan pomade.

Leo menggeser kursi dan dia duduk di sampingku.

Suasana mendadak tegang.

"Kamu mau pesan makanan?" Erick memulai perbincangan.

"Melihat kalian berdua di sini mendadak aku merasa kenyang."

"Apa yang mau kalian rencanakan? Adikku dan istriku merencanakan sesuatu. Aku mendengar kata 'tidak bisa menolak', menolak apa?" Leo menatap Erick kemudian menatapku.

"Apa kalian mau melarikan diri dan menikah diam-diam."

"Seharusnya itu yang kamu lakukan dengan Diva."

Leo tersenyum hambar. "Bagaimana dengan ciuman kilat kita di pantry."

***

Leo sengaja bikin panas mas Erick nih.

Yang mau double update jangan lupa tinggalin komentarnya yaa ^^

50+ komentar aku update lagi jam 9 malam

Secret Marriage (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang