29

7.5K 690 22
                                    

Sepanjang perjalanan menuju mansion keluarga Manoban, Lisa hanya diam dan tidak mengatakan apapun sejak tadi. Matanya menatap lurus ke depan, fokus pada jalanan. Mengabaikan seseorang yang saat ini tengah menatapnya dengan sendu.

Jennie juga tidak berniat menegur Lisa. Ia ingin memberikan kekasihnya ruang untuk larut dalam pikirannya sendiri. Jennie tahu, apa yang baru saja terjadi, membuat Lisa terpukul dan terbebani. Sebab, seorang anggota yang sangat Lisa percayai, justru sudah menghancurkan masa depan seseorang yang bahkan ingin Lisa lindungi dan jaga.

Meski terkesan dingin di luar. Namun, sebenarnya Lisa sangat menyayangi Somi seperti adiknya sendiri. Gadis jangkung itu selalu memperhatikan dengan detail dan berusaha memberikan apapun yang Somi perlukan. Ia bahkan rela mengutus beberapa anggotanya untuk menjaga Somi, memastikan tidak akan ada orang lain yang membuatnya dalam bahaya. Namun, malam ini. Anggotanya sendiri justru berusaha untuk menyakiti Somi, bahkan ternyata ia merupakan ayah dari anak dalam kandungan Somi yang berusaha lari dari tanggung jawabnya.

Jennie tahu, perasaan marah, kecewa dan bersalah campur aduk di dalam hati Lisa. Ia tidak ingin terlalu banyak bicara, karena Jennie tahu, Lisa sedang membutuhkan waktu untuk sendiri.

Tak terasa, mobil Lisa ternyata sudah memasuki pekarangan mansion keluarga Manoban. Lisa memarkirkan mobilnya di parkiran basement dan segera mematikan mesin.

'Greepp'

Sebuah tangan mungil mencekal pergelangan Lisa saat ia hendak keluar dari dalam mobil. Membuatnya secara otomatis menoleh ke arah Jennie yang kini juga menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Ada apa, baby?" tanya Lisa dengan lembut.

Jennie hanya menggeleng. Kemudian, menarik Lisa ke dalam pelukannya. Mata Lisa membulat sempurna, karena ia kaget saat Jennie tiba-tiba menariknya untuk sebuah pelukan. Tidak peduli dengan noda darah yang masih menempel pada pakaian Lisa. Gadis bermata kucing itu tetap tidak mengatakan apapun dan justru mengusap punggung Lisa secara perlahan.

Tanpa sadar, Lisa tenggelam dalam perlakuan manis yang Jennie berikan. Hatinya seketika menghangat. Ia langsung membalas pelukan Jennie dan memejamkan matanya. Membiarkan kepalanya bersandar pada pundak Jennie.

Mereka tidak terlibat pembicaraan apapun. Hanya saling memeluk satu sama lain, menciptakan perasaan aman dan nyaman. Seluruh beban Lisa seolah terangkat saat Jennie memeluknya dengan begitu erat dan hangat. Energinya yang semula hilang, kini kembali penuh.

"Gomawo, baby" Lisa tersenyum di balik pelukan mereka.

Saat sedang merasa pusing dan lelah dengan keadaan, kata-kata nasehat memang tidak terlalu dibutuhkan. Cukup hanya dengan sebuah pelukan yang dapat mengobatinya. Jennie tidak sibuk mencerca Lisa dengan pertanyaan 'kenapa?'. Karena Jennie tahu, itu hanya akan membuat Lisa semakin pusing dan membuat suasana hatinya memburuk. Terkadang, seseorang memang perlu diberi ruang untuk berpikir sendiri. Jika saatnya tiba, tanpa harus bertanya 'kenapa?', ia akan dengan mudah menceritakan semua hal yang dia rasakan. Dibanding bertingkah seperti itu, Jennie lebih memilih untuk memberikan perasaan nyaman dan aman terlebih dulu untuk Lisa.

"Saranghae, honey. Aku di sini"

"Nado saranghae. Aku beruntung memilikimu" Lisa mengecup pundak Jennie beberapa kali.

"Aku jauh lebih beruntung, hon"

Tangan Jennie masih setia untuk mengusap punggung Lisa.

Keheningan kembali menyelimuti keduanya. Hingga tak lama, pelukan mereka akhirnya terurai. Lisa dan Jennie saling memandang ke dalam bola mata masing-masing. Mata yang selalu berhasil membuat keduanya sama-sama tersesat di dalamnya. Mata indah yang saling menjadi favorit mereka. Lisa yang sangat menyukai mata kucing dan tatapan penuh sayang dari Jennie. Dan Jennie yang sangat menyukai bola mata hazel milik Lisa, dengan sorot mata tajam, namun meneduhkan.

When Perfect Meet Trouble Maker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang